Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tanaman Semakin Luas Tumbuh di Gunung Everest dan Himalaya

image-gnews
Semakin banyak rumput, semak belukar, dan lumut tumbuh di sekitar Gunung Everest akibat pemanasan global. [CNN]
Semakin banyak rumput, semak belukar, dan lumut tumbuh di sekitar Gunung Everest akibat pemanasan global. [CNN]
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Tanaman seperti rumput, semak, dan lumut tumbuh meluas di sekitar Gunung Everest dan Himalaya sebagai konsekwensi dari pemanasan global.

Para ilmuwan dari Universitas Exeter di Inggris menggunakan satelit Landsat NASA untuk mencermati peningkatan tanaman tumbuh di garis pohon dan garis salju di Himalaya.

Satelit yang mendata kawasan Gunung Everest dan Himalaya dari tahun 1993 hingga 2018 mengukur peningkatan tumbuhan yang kecil namun signifikan di empat tutupan di ketinggian antara 4,150 meter dan 6 ribu meter dari permukaan laut.

"Di sana sekarang semakin banyak area yang ditutup tanaman dibandingkan pada tahun 1993," kata Karen Anderson, ahli penginderaan jauh yang memimpin penelitian ini kepada CNN, 10 Januari 2020.

Para ahli mengaku belum mengetahui dampak dari pertumbuhan tanaman di kawasan ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Boleh jadi tanaman ini menjerat salju dan mungkin mencairkan secara perlahan lebih banyak. Boleh jadi tanaman itu mengakibatkan salju lebih cepat cair," kata Anderson.

Sekitar 1,4 miliar manusia bergantung pada kumpulan air di kawasan ini. Perubahan siklus air dan suplai dapat berdampak lebih jauh pada komunitas di berbagai negara, menurut penelitian jurnal Global Change Biology.

Perubahan iklim telah berdampak pada komunitas Himalaya. Studi tahun 2019 Universitas Columbia menemukan bahwa gletser Himalaya telah hilang seluas hampir setengah meter setiap tahun sejak awal abad ini. Hal ini mengakibatkan banjir di komunitas lokal dan juga kekeringan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Tanaman Hias Tahan Panas yang Cantik dan Cocok untuk Taman Rumah

35 hari lalu

Kendaraan melintas di samping Taman Bougenville Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2019. tanaman Bougenville ini merupakan salah satu upaya membuat Jakarta semakin hijau dan lestari serta untuk menekan polusi udara Jakarta. TEMPO/Muhammad Hidayat
5 Tanaman Hias Tahan Panas yang Cantik dan Cocok untuk Taman Rumah

Tanaman tahan panas cocok dipilih untuk tanaman di halaman rumah, mengingat Indonesia memiliki iklim kemarau. Ini daftarnya.


Pola Zigzag pada Dinding Bisa Membuat Suhu Udara Lebih Adem 3 Derajat

39 hari lalu

Gedung bertingkat di jalan Sudirman, Jakarta, 2 April 2020. Tempo/Tony Hartawan
Pola Zigzag pada Dinding Bisa Membuat Suhu Udara Lebih Adem 3 Derajat

Banyak tim peneliti mencoba mengembangkan solusi pendinginan suhu udara secara pasif yang tidak membutuhkan energi.


5 Sherpa Nepal Pemegang Rekor Unik Mendaki 14 Gunung Tertinggi di Dunia

43 hari lalu

5 Sherpa Nepal Pemegang Rekor Unik Mendaki 14 Gunung Tertinggi di Dunia

Di balik keberhasilan para pendaki tersohor, kerap ada jasa Sherpa. Suku Sherpa sangat dihormati sebagai pendaki gunung ulung dan ahli.


25 Buku Inspiratif tentang Perubahan Iklim yang Wajib Dibaca

44 hari lalu

Lewat bukunya David Yarrow ingin menyampaikan pesan konservasi lingkungan hidup dan juga binatang liar di alamnya. Dailymail.co.uk/David Yarrow
25 Buku Inspiratif tentang Perubahan Iklim yang Wajib Dibaca

Bagaimana para pemikir dan pemimpin melihat fenomena perubahan iklim yang akan mengubah keberlangsungan manusia di bumi?


6 Tanaman Langka yang Bisa Ditemui di Indonesia

50 hari lalu

Bunga bangkai dengan nama latin Amorphophallus titanum Becc tengah mekar di Kebun Raya Cibodas dengan nomor koleksi 76 K. (BRIN)
6 Tanaman Langka yang Bisa Ditemui di Indonesia

Memiliki iklim tropis membuat tanaman langka hidup subur di Indonesia.


Pesawat Saurya Airlines Jatuh di Nepal Tewaskan 18 Orang, Pilot Selamat

24 Juli 2024

Pemandangan menunjukkan puing-puing pesawat Saurya Airlines yang terbakar setelah tergelincir dari landasan saat lepas landas di Bandara Internasional Tribhuvan, di Kathmandu, Nepal, 24 Juli 2024. REUTERS/Navesh Chitrakar
Pesawat Saurya Airlines Jatuh di Nepal Tewaskan 18 Orang, Pilot Selamat

Sebanyak 18 orang tewas dalam kecelakaan pesawat Saurya Airlines di Ibu Kota Nepal, dengan sang poilot menjadi satu-satunya korban selamat


Termasuk Kategori Tanaman Beracun, Bahaya Kecubung Lebih Besar dari Manfaatnya

16 Juli 2024

Ilustrasi Keracunan
Termasuk Kategori Tanaman Beracun, Bahaya Kecubung Lebih Besar dari Manfaatnya

Karena lebih besar bahaya daripada manfaatnya, kecubung masuk kategori tanaman beracun


Kamp Tertinggi Gunung Everest Penuh dengan Sampah Beku, 11 Ton Sudah Dibawa Turun

11 Juli 2024

Ilustrasi Gunung Everest (REUTERS)
Kamp Tertinggi Gunung Everest Penuh dengan Sampah Beku, 11 Ton Sudah Dibawa Turun

Pembersihan Gunung Everest pada musim pendakian terakhir membawa limbah sebanyak 11 ton sampah bersama dengan empat mayat dan satu kerangka.


Berebut Spot Foto Terbaik di Gunung Everest, Dua Wisatawan Berkelahi

3 Juli 2024

Gunung Everest, Himalaya (Pixabay)
Berebut Spot Foto Terbaik di Gunung Everest, Dua Wisatawan Berkelahi

Dua pasangan tersebut berdebat mengenai tempat terbaik untuk berfoto di Gunung Everest, pertengkaran meningkat dari verbal menjadi perkelahian.


Studi Pemodelan: Rekayasa Iklim Regional untuk Amerika Bisa Bikin Gelombang Panas Serbu Eropa

1 Juli 2024

Ilustrasi Cuaca Cerah Berawan. Tempo/Fardi Bestari
Studi Pemodelan: Rekayasa Iklim Regional untuk Amerika Bisa Bikin Gelombang Panas Serbu Eropa

Kebutuhan mencegah dampak pemanasan global menggunakan ragam teknik rekayasa iklim di Bumi (geoengineering) tumbuh semakin besar.