TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki akan mengirim pasukan ke Libya atas pemerintaan Tripoli.
Government of National Accord (GNA) Libya, pemerintah yang diakui secara internasional di Tripoli, telah berjuang untuk mencegat pasukan Jenderal Khalifa Haftar, yang telah didukung oleh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Yordania.
Menurut laporan Reuters, 27 Desember 2019, seorang pejabat di Tripoli mengkonfirmasi permintaan resmi telah dibuat untuk dukungan militer Turki di udara, di darat dan di laut.
Pejabat itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, berbicara setelah menteri dalam negeri GNA, Fathi Bashagha, mengatakan di Tunis bahwa belum ada permintaan semacam itu yang diajukan.
Pasukan Haftar, yang berbasis di Libya timur, tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Pasukan Haftar telah gagal mencapai pusat Tripoli tetapi telah membuat keuntungan kecil dalam beberapa pekan terakhir di beberapa pinggiran selatan ibu kota dengan bantuan militer dukungan Rusia dan Sudan, serta drone yang dikirim oleh UEA, kata diplomat.
Drone buatan Cina telah memberikan Haftar keunggulan udara lokal karena mereka dapat membawa delapan kali lebih berat bahan peledak daripada drone yang diberikan kepada GNA oleh Turki dan juga dapat mencakup seluruh Libya, menurut laporan AS pada bulan November.
Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor
Bulan lalu, Ankara menandatangani dua perjanjian terpisah dengan GNA, yang dipimpin oleh Fayez al-Serraj, satu mengenai kerja sama keamanan dan militer, dan satu lagi mengenai batas-batas laut di Mediterania timur.
Kesepakatan maritim mengakhiri isolasi Turki di Mediterania Timur saat merampas eksplorasi energi lepas pantai yang telah membuat Yunani dan beberapa tetangga lain khawatir. Kesepakatan militer akan melestarikan satu-satunya sekutu di wilayah itu, Tripoli.
"Karena ada undangan (dari Libya) sekarang, kami akan menerimanya," kata Erdogan kepada anggota Partai AK dalam pidatonya. "Kami akan meletakkan RUU tentang pengiriman pasukan ke Libya dalam agenda segera setelah parlemen dibuka."
Undang-undang akan disahkan sekitar 8-9 Januari, katanya, membuka pintu untuk penempatan.
Dikutip dari New York Times, sejak pemberontakan 2011 yang menumbangkan dan membunuh diktator Kolonel Muammar el-Gaddafi, Libya telah terpukul dan terpecah-pecah oleh pertempuran antar faksi. Hifter, seorang mantan perwira di militer Kolonel Gaddafi, menghabiskan waktu bertahun-tahun mencoba menggulingkannya, termasuk selama periode lama tinggal di Amerika Serikat.
Hifter, yang menyebut dirinya sebagai orang kuat yang dapat memulihkan ketertiban di Libya, didukung oleh Uni Emirat Arab dan Mesir, dan telah menerima bantuan dari Prancis.
Kabinet menteri dan legislator GNA di Turki telah meratifikasi kesepakatan pengiriman pasukan, tetapi diperlukan gerakan terpisah untuk mengirim pasukan.
Al Jazeera melaporkan Ankara membutuhkan permintaan resmi untuk pasukan di Tripoli sebelum mosi dapat diajukan ke Parlemen.
"Perjanjian kerja sama militer dan keamanan yang ditandatangani antara Turki dan Libya bulan lalu tidak mencakup pengiriman pasukan," tulis laporan Al Jazeera dari Tripoli. "Itulah sebabnya Erdogan meminta permintaan resmi dari GNA sebelum dia dapat melanjutkan dengan mengajukan ini ke Parlemen untuk pengesahan."
GNA di Tripoli belum mengungkapkan informasi apa pun apakah permintaan resmi telah dibuat.
Keterlibatan Turki di Libya berpotensi membuka konflik tak langsung dengan Rusia, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Prancis, yang mendukung Jenderal Haftar.
Rusia telah menyuarakan keprihatinan atas intervensi Turki untuk mendukung GNA. Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara kepada Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte pada hari Kamis dan mereka sepakat krisis harus diselesaikan secara damai, kata Kremlin.
Rusia bulan lalu membantah laporan di New York Times bahwa mereka telah mengirim tentara bayaran untuk berperang di pihak Haftar, sementara PBB juga menuduh pasukan LNA (pasukan Haftar) merekrut milisi dari Sudan.
Anggota Tentara Nasional Libya (LNA), diperintahkan oleh Khalifa Haftar, keluar dari Benghazi untuk memperkuat pasukan yang maju ke Tripoli, di Benghazi, Libya 7 April 2019. [REUTERS / Esam Omran Al-Fetori]
Erdogan mengatakan Turki tidak akan tinggal diam atas tentara bayaran dari kelompok Wagner yang terkait dengan Rusia yang mendukung Haftar.
"Rusia ada di sana dengan 2.000 Wagner (pejuang)," kata Erdogan pada hari Kamis, dikutip dari Reuters. Dia juga merujuk kepada sekitar 5.000 milisi dari Sudan di Libya. "Apakah pemerintah resmi mengundang mereka? Tidak."
"Mereka semua membantu seorang baron perang (Haftar), sedangkan kami menerima undangan dari pemerintah negara yang sah. Itu perbedaan kita," katanya.
Tentara Nasional Libya (LNA) Haftar telah berusaha merebut Tripoli dari GNA sejak April, yang didirikan pada 2016 menyusul kesepakatan yang ditengahi oleh AS. UEA, Mesir, dan Yordania telah bertahun-tahun memberikan dukungan militer bagi pasukan Tentara Nasional Libya Khalifa Haftar, menurut laporan-laporan PBB, namun tidak ada satu pun negara yang mengkonfirmasi hal ini.