TEMPO.CO, Jakarta - Sepasang kekasih yang bertemu di kamp konsentrasi Auschwitz reuni setelah 72 tahun berpisah.
David Wisnia menyadari bahwa Helen Spitzer bukanlah tahanan biasa. Dia pertama kali berbicara dengannya pada tahun 1943. Zippi, panggilan Spitzer, begitu dia dikenal, bersih, selalu rapi. Dia mengenakan jaket dan baunya harum. Kisah ini diterbitkan oleh New York Times pada 8 Desember 2019.
Pada tanggal yang telah ditentukan, Wisnia pergi sesuai rencana untuk bertemu di barak antara krematorium 4 dan 5. Dia naik ke atas tangga darurat yang terdiri dari paket-paket pakaian tahanan. Spitzer telah mengaturnya, sebuah ruang di tengah ratusan tumpukan, cukup besar untuk memuat keduanya. Saat itu Wisnia berusia 17 tahun danb Spitzer berusia 25 tahun.
Mereka berdua adalah tahanan Yahudi di Auschwitz, keduanya tahanan istimewa. Wisnia, awalnya dipaksa untuk mengumpulkan mayat tahanan yang bunuh diri, telah dipilih untuk menghibur para penculik Nazi-nya ketika mereka mengetahui bahwa dia adalah seorang penyanyi yang berbakat.
Sementara Spitzer memegang posisi yang lebih kuat. Dia adalah desainer grafis kamp. Mereka menjadi sepasang kekasih, bertemu di sudut kamp pada waktu yang ditentukan sebulan sekali. Mereka sadar hubungan mereka bisa mengancam nyawa mereka. Mereka tak peduli.
Spitzer, yang juga menyukai musik mengajarkan Wisnia lagu Hongaria. Di bawah kotak pakaian, sesama tahanan berjaga-jaga, siap untuk memperingatkan mereka jika seorang perwira SS mendekat.
Helen Spitzer, dari salinan buku Wisnia yang didedikasikan untuk wawancara dengan perempuan yang dikenalnya sebagai Zippi. [Danna Singer/The New York Times]
Di kamp konsentrasi, kematian ada di mana-mana. Tetap saja, dua sejoli merencanakan kehidupan bersama, masa depan di luar Auschwitz. Mereka tahu mereka akan terpisah, tetapi mereka punya rencana, setelah perang usai mereka ingin tinggal bersama.
Spitzer adalah salah satu perempuan Yahudi pertama yang tiba di Auschwitz pada Maret 1942. Dia datang dari Slovakia, di mana dia kuliah di sebuah perguruan tinggi teknik dan mengatakan dia adalah perempuan pertama di wilayah itu yang menyelesaikan magang sebagai seniman grafis.
Pada awalnya, ia ditugaskan melakukan pekerjaan penghancuran yang sangat melelahkan di sub-kamp, Birkenau. Dia kekurangan gizi dan terus-menerus sakit tifus, malaria, dan diare. Dia bertahan sebagai buruh sampai cerobong jatuh, melukai punggungnya. Melalui koneksinya, kemampuannya berbicara dalam bahasa Jerman, keterampilan desain grafisnya dan keberuntungan belaka, Spitzer mendapatkan pekerjaan kantoran.
Tugas awalnya termasuk mencampur cat bubuk merah dengan pernis untuk menggambar garis vertikal pada seragam tahanan perempuan. Pada saat Spitzer bertemu dengan Wisnia, ia sedang bekerja dari kantor bersama. Bersama dengan perempuan Yahudi lainnya, ia bertanggung jawab untuk mengatur dokumen Nazi. Dia membuat grafik bulanan tenaga kerja kamp.
Wisnia ditugaskan ke unit mayat ketika dia tiba di kamp. Tugasnya adalah mengumpulkan mayat tahanan yang melemparkan diri ke pagar listrik di sekitar kamp. Dia menyeret mayat-mayat itu ke barak, di mana mereka diangkut dengan truk.
Dalam beberapa bulan tersiar kabar bahwa Wisnia adalah penyanyi berbakat. Dia sering bernyanyi untuk penjaga Nazi dan ditugaskan pekerjaan baru di gedung SS yang disebut Sauna. Dia mendisinfeksi pakaian para pendatang baru dengan pelet Zyklon B yang sama dengan yang digunakan untuk membunuh para tahanan di kamar gas.
Hubungan mereka berlangsung beberapa bulan. Suatu sore pada tahun 1944 mereka menyadari bahwa itu mungkin akan menjadi pertemuan terakhir mereka. Nazi mengangkut gelombang tahanan kamp untuk dieksekusi guna menghancurkan bukti kejahatan mereka.
Ketika krematorium dihancurkan, ada desas-desus di dalam kamp bahwa Soviet maju. Perang mungkin akan segera berakhir. Wisnia dan Spitzer telah selamat dari Auschwitz selama lebih dari dua tahun sementara kebanyakan tahanan tidak pernah berhasil melewati beberapa bulan. Di kamp Auschwitz saja, 1,1 juta orang terbunuh.
Selama pertemuan terakhir mereka, mereka membuat rencana. Mereka akan bertemu di Warsawa ketika perang usai. Namun mereka terpisah. Wisnia dipindahkan ke kamp Dachau pada Desember 1944 dan bertemu pasukan Airborne ke-101 Amerika.
Spitzer adalah yang terakhir meninggalkan kamp dalam keadaan hidup. Dia dikirim ke kamp perempuan di Ravensbrück dan sebuah sub-kamp di Malchow sebelum dievakuasi ke barisan kematian. Dia dan seorang temannya lolos dengan melepas garis merah yang telah dia lukis di seragam mereka, yang memungkinkan mereka untuk berbaur dengan penduduk setempat yang melarikan diri.
Pasca-Perang