TEMPO.CO, Jakarta - Dokumen Afghanistan Papers yang diperoleh The Washington Post mengungkap bahwa Amerika Serikat salah langkah dan gagal memenangkan Perang Afganistan.
The Washington Post pada 9 Desember menerbitkan 2.000 lebih halaman yang mengungkap bahwa pejabat AS tidak mengatakan fakta tentang perang yang berlangsung 18 tahun, perang modern terlama Amerika Serikat, ke hadapan publik. Berulang kali Amerika menyatakan keberhasilan perang di Afganistan, berlainan dengan fakta.
Dokumen ini merupakan wawancara dengan orang-orang yang terlibat dalam Perang Afganistan, mulai dari jenderal, diplomat, pekerja bantuan, dan pejabat Afganistan.
Dalam wawancara tersebut, lebih dari 400 orang dalam memberikan kritik tentang apa yang salah di Afganistan dan bagaimana Amerika Serikat terperosok dalam hampir dua dekade perang.
Mengutip New York Times, militer Amerika Serikat mencapai kemenangan cepat tetapi jangka pendek atas Taliban dan Al Qaeda pada awal 2002, dan fokus Pentagon kemudian bergeser ke Irak. Konflik Afganistan menjadi upaya sekunder, dengan peningkatan pasukan berselang untuk melakukan serangan balasan, tetapi secara keseluruhan, dengan sejumlah kecil pasukan melakukan misi yang tidak jelas.
Bahkan ketika Taliban kembali dalam jumlah yang lebih besar dan pasukan AS di lapangan menyuarakan keprihatinan tentang kekurangan strategi Amerika yang semakin meningkat, pejabat senior Amerika hampir selalu mengatakan bahwa kemajuan sedang dibuat. Dokumen yang disebut "The Afghanistan Papers: A secret history of the war" menceritakan sebaliknya.
"Kami tidak memiliki pemahaman mendasar tentang Afganistan - kami tidak tahu apa yang kami lakukan," kata Douglas Lute, seorang jenderal Angkatan Darat bintang tiga yang menjabat sebagai komando perang Afganistan Gedung Putih selama pemerintahan Bush dan Obama, mengatakan kepada pewawancara pemerintah pada tahun 2015. "Apa yang kita coba lakukan di sini? Kami tidak memiliki gagasan samar tentang apa yang kami lakukan."
"Jika orang-orang Amerika mengetahui besarnya disfungsi ini...2.400 nyawa hilang," tambah Lute, menyalahkan kematian personel militer AS pada gangguan birokrasi di antara Kongres, Pentagon dan Departemen Luar Negeri. "Siapa yang akan mengatakan ini sia-sia?"
Presiden AS Donald Trump memberikan sambutan di hadapan tentara AS saat perayaan Thanksgiving di Bagram Air Base, Afganistan, 28 November 2019. Kunjungan Trump ini merupakan yang pertama kalinya sebagai presiden ke negara konflik tersebut. REUTERS/Tom Brenner
Sejak tahun 2001, lebih dari 775.000 tentara AS telah dikerahkan ke Afganistan. 2.300 tewas di sana dan 20.589 terluka dalam aksi, menurut angka Departemen Pertahanan AS.
Para pejabat AS mengakui bahwa strategi perang mereka fatal, dan Washington membuang banyak uang untuk mencoba mengubah Afganistan menjadi negara modern.
Wawancara juga menyoroti upaya pemerintah AS yang gagal untuk mengurangi korupsi yang tidak terkendali, kegagalan membangun pasukan Afganistan dan polisi yang kompeten, dan mengurangi perdagangan opium yang berkembang pesat di Afganistan.
Pemerintah AS belum melakukan penghitungan yang komprehensif tentang berapa banyak yang telah dihabiskan untuk perang di Afganistan, tetapi biayanya mengejutkan.
Sejak tahun 2001, Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri dan Badan Pembangunan Internasional AS telah menghabiskan atau mengalokasikan antara US$ 934 miliar (Rp 13.000 triliun) dan US$ 978 miliar (Rp 13.700 triliun), menurut perkiraan penyesuaian inflasi yang dihitung oleh Neta Crawford, seorang profesor ilmu politik dan direktur Costs of War Project di Brown University.
Angka-angka itu tidak termasuk uang yang dihabiskan oleh lembaga lain seperti CIA dan Departemen Urusan Veteran, yang bertanggung jawab untuk perawatan medis bagi veteran yang terluka.
Dokumen-dokumen itu juga bertentangan dengan pernyataan publik dari presiden AS, komandan militer dan diplomat yang meyakinkan orang Amerika tahun demi tahun bahwa mereka membuat kemajuan di Afganistan dan Perang Afganistan layak diperjuangkan.