TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan Amerika Serikat dan pemerintah Afganistan membunuh lebih banyak warga sipil dibanding Taliban atau kelompok militan lain.
Laporan ini berdasarkan hasil dokumentasi korban warga sipil sejak sepuluh tahun lalu, yang dirilis pada Rabu kemarin, seperti yang dikutip dari New York Times, 25 April 2019.
Kematian warga sipil oleh pasukan pro pemerintahan meningkat pada kuartal pertama tahun ini bahkan ketika keseluruhan korban sipil turun ke level terendah dalam periode itu sejak 2013.
Baca: PBB: 2018 Tertinggi Warga Sipil Afganistan Tewas Akibat Perang
PBB mengatakan dalam laporan triwulanannya bahwa pasukan pro pemerintah bertanggung jawab atas 53 persen kematian warga sipil. Tetapi pemberontak bertanggung jawab atas mayoritas 54 persen korban sipil atas semuanya, bahkan ketika jumlah pemboman bunuh diri menurun dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018, ungkap laporan itu.
Selama tiga bulan pertama tahun ini, operasi militer meningkat ketika kedua pihak mencari pengaruh dalam pembicaraan damai antara Amerika Serikat dan Taliban di Doha, Qatar.
Pada saat yang sama, ada relatif tenang dalam serangan bunuh diri pemberontak yang membunuh warga sipil tanpa pandang bulu, terutama di ibu kota, Kabul. Kota ini telah menjadi target berulang selama konflik, yang memasuki tahun ke-18.
PBB melaporkan 581 warga sipil tewas dan 1.192 terluka selama kuartal pertama, penurunan 23 persen dalam keseluruhan korban dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018.
Baca: Presiden Ghani Sebut Pasukan Asing Tinggalkan Afganistan
Angka triwulanan lainnya mungkin mencerminkan peningkatan ketergantungan pada serangan udara dalam perang di mana pasukan keamanan Afganistan cenderung tinggal di pangkalan berbenteng daripada melakukan serangan agresif terhadap milisi Taliban.
Ketika diserang, pasukan Afganistan sering menyerukan serangan udara oleh Angkatan Udara Afganistan yang dilatih Amerika untuk mengusir musuh.
Operasi udara merupakan penyebab ketiga tertinggi korban sipil, menewaskan 145 warga sipil dan melukai 83 selama kuartal tersebut, peningkatan 41 persen untuk jenis korban tersebut dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2018.
Laporan tersebut mengaitkan hampir semua korban tersebut tewas akibat serangan udara Amerika.
"Sejumlah warga sipil yang mengejutkan terus terbunuh dan cacat setiap hari," Tadamichi Yamamoto, perwakilan khusus sekretaris jenderal PBB untuk Afganistan.
Anggota pasukan keamanan Afganistan menyiapkan senapan mesinnya di tempat serangan bom bunuh diri di dekat sebuah masjid Syiah di Kabul, Afganistan, 9 Maret 2018. Pembom bunuh diri ini diduga menargetkan kelompok minoritas Afganistan, Hazaras. REUTERS
Kolonel Dave Butler, juru bicara militer Amerika Serikat di Afganistan, mengatakan bahwa pasukan Amerika menjaga diri dengan standar akurasi dan akuntabilitas tertinggi dan berusaha untuk melakukan operasi presisi. Sementara Taliban menolak berkomentar terkait laporan ini.
PBB hanya mendokumentasikan empat pemboman bunuh diri, semuanya dikaitkan dengan Taliban, yang menyebabkan 178 korban sipil. Angka ini turun dari 19 bom bunuh diri yang menyebabkan 751 korban jiwa sipil selama kuartal yang sama tahun lalu.
Taliban, ISIS dan gerilyawan lainnya membunuh 227 warga sipil dan melukai 736 pada kuartal pertama, turun 36 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018.
PBB mengatakan pasukan pro pemerintah menewaskan 305 warga sipil dan melukai 303, meningkat 39 persen dari kuartal pertama tahun lalu, dan 34 persen dari semua korban sipil untuk kuartal pertama tahun ini.
Baca: Wartawan Jadi Incaran Serangan Taliban, Media Afganistan Tertekan
Pertempuran di darat adalah penyebab terbesar tunggal dari semua korban sipil, terhitung sekitar sepertiga dari total korban. Penyebab utama kedua korban sipil adalah alat peledak improvisasi, atau IED.
Penyebab utama lainnya dari korban sipil adalah pembunuhan yang ditargetkan (9 persen dari total), sisa-sisa ledakan perang seperti ranjau darat atau roket yang tidak meledak (7 persen) dan operasi pencarian oleh pasukan pro pemerintah (6 persen).
PBB melaporkan pada bulan Februari bahwa 2018 adalah tahun paling mematikan bagi warga sipil Afganistan sejak mulai mendokumentasikan korban pada tahun 2009, dengan hampir 4.000 warga sipil meninggal tahun itu termasuk anak-anak.