TEMPO.CO, Wellington – Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengumumkan rencana untuk membersihkan konten ekstrimis di dunia online.
Ardern mengumumkan jumlah dana dan bentuk program yang akan digelar pemerintah soal ini beberapa bulan pasca terdakwa pendukung supremasi kulit putih melakukan penembakan massal terhadap jamaah dua masjid di Kota Christchurch.
Serangan pada Maret 2019 itu menewaskan 51 orang warga Muslim, yang sedang beribadah di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood.
Pelaku yang bernama Brenton Tarrant menyiarkan secara langsung tindakan brutalnya itu lewat layanan Facebook.
Dia juga menyebarkan tautan video itu ke Twitter, Youtube, WhatsApp dan Instagram.
“Pemerintah mengalokasikan dana US$10.73 juta selama empat tahun untuk meningkatkan kemampuan Selandia Baru mencari, menghentikan, dan menghapus konten tindak kekerasan dan teroris di online secepatnya,” kata Ardern seperti dilansir Reuters pada Senin, 14 Oktober 2019.
Dana itu setara sekitar Rp151 miliar. Pemerintah akan menggunakan dana itu untuk menggandakan kegiatan investigasi, forensik, intelijen, dan tindak pencegahan oleh Departemen Urusan Dalam Negeri.
Pemerintah juga mengumumkan pembentukan tim baru beranggotakan 17 orang yang bertugas untuk menangani konten online bermasalah itu.
“Dunia online kita harus menjadi kekuatan kebaikan dan menjadi tempat pertukaran ide, berbagi teknologi, dan mempertahankan kebebasan sipil sambil melindungi Selandia Baru dari konten online bermasalah,” kata Ardern dalam pernyataannya.
Pemerintah juga menambahkan kewenangan kepada Departemen Urusan Dalam Negeri seperti menginvestigasi dan menuntut para pelaku pelanggaran lewat deteksi pro-aktif.
Pejabat departemen ini juga diminta untuk bekerja sama dengan mitra internasional dan domestik dalam menangani konten bermasalah.
“Melawan konten ekstrim dan brutal di dunia online merupakan bagian penting dari tindakan kita atas serangan teroris pada 15 Maret,” kata Ardern.
Sejumlah perusahaan teknologi raksasa asal Silicon Valley dan para pemimpin dunia telah mendukung gerakan yang digagas Jacinda Ardern dengan nama “Christchurch Call”. Gerakan bertujuan untuk meningkatkan standar etika bagi perusahaan teknologi dan outlet media agar menghindari mengamplifikasi atau meningkatkan efek dari konten online ektrim dan brutal.