TEMPO.CO, Beijing – Menteri Pertahanan Cina memperingatkan negaranya siap berperang jika Taiwan bergerak untuk merdeka.
Cina juga menuding Amerika Serikat, yang menjadi pemasok utama senjata canggih untuk Taiwan, melemahkan stabilitas global.
Beijing mengecam penjualan senjata jet tempur, rudal presisi Stinger, dan tank canggih oleh perusahaan Amerika ke Taiwan senilai US$2.2 miliar atau sekitar Rp31 triliun.
“Namun, kami harus menunjukkan secara tegas bahwa upaya kemerdekaan Taiwan merupakan jalan buntu,” kata Wu Qian, juru bicara kemenhan Cina.
Wu juga menjabarkan dokumen resmi white paper rencana strategis militer Cina untuk pemutakhiran teknologi senjata canggih.
“Jika ada orang yang berani mencoba memisahkan Taiwan dari negara, militer Cina akan siap berperang untuk menjaga secara teguh kedaulatan nasional, peraturan dan integritas teritorial,” kata dia.
AS merupakan pemasok senjata canggih utama untuk Taiwan. Meski tidak memiliki hubungan diplomatik secara formal, Amerika diwajibkan oleh undang-undang domestik untuk menyediakan senjata bagi Taiwan untuk membela diri.
Kementerian Cina mengatakan AS telah memprovokasi kompetisi yang meningkat diantara negara besar, termasuk meningkatkan belanja militernya.
Cina mengklaim belanja militernya akan tetap moderat namun tumbuh dengan stabil dibandingkan negara maju lainnya.
“Masih ada kekurangan besar antara pengeluaran militer Cina dengan kebutuhan untuk menjaga kedaulatan nasional, keamanan dan kepentingan pembangunan,” begitu bunyi dokumen ini.
Wu juga menanggapi adanya berita yang mengatakan Cina menjalin kerja sama rahasia dengan Kamboja. Ini berupa akses terhadap pangkalan Angkatan Laut Ream di Teluk Thailand.
“Cina dan Kamboja telah melakukan pertukaran positif dan kerja sama latihan militer, latihan personel, dan logistik,” kata dia. “Kerja sama seperti ini tidak menargetkan pihak ketiga.”
Presiden Xi Jinping menyerahkan bendera militer Pasukan Pembebasan Rakyat Cina kepada Komandan Pasukan Roket, Wei Fenghe, pada Januari 2016. The Standard - Hongkong
Secara terpisah, Dewan Urusan Daratan Utama Taiwan mengatakan Beijing menunjukkan perilaku provokatif. “Itu melanggar secara serius prinsip perdamaian dan hukum internasional, menantang ketertiban dan keamanan regional.”
Taiwan juga mendesak Beijing untuk menahan perilaku jahat dan irasional seperti penggunaan kekuatan militer.
“Cina agar meningkatkan hubungan lintas selat dan menangani isu Hong Kong secara rasional, dan menjadi anggota negara regional yang bertanggung jawab,” kata dia.