TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar menolak penyelidikan penuh Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang terhadap Muslim Rohingya.
Jaksa ICC Fatou Bensouda meluncurkan penyelidikan awal pada September lalu untuk menyelidiki tindakan militer pada 2017, yang menyebabkan 740 ribu etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Militer Myanmar diduga melakukan pemerkosaan, pembunuhan massal, dan penghancuran desa.
Baca juga: Pembunuhan 10 Laki-laki Rohingya, 7 Tentara Myanmar Dibebaskan
Menurut laporan Channel News Asia, 28 Juni 2019, pada Rabu kemarin Bensouda mengambil tahap baru investigasi dengan mengajukan permohonan kepada para hakim ICC untuk membuka penyelidikan penuh. Namun tidak diketahui kapa keputusan penyelidikan penuh akan dibuat.
Myanmar tidak bergabung dengan ICC, namun pengadilan internasional ICC memiliki yurisdiksi di Bangladesh, karena Bangladesh adalah anggota ICC.
Juru bicara militer Myanmar telah menolak penyelidikan ICC pada September.
"Militer dan pemerintah belum mengabaikan masalah ini dan telah berusaha mengambil tindakan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran," kata jurubicara militer Myanmar Brigadir Jenderal Zaw Min Htun.
Baca juga: Kisah Kejamnya Tentara Myanmar Membantai Etnis Rohingya
"Myanmar memiliki komite investigasi yang melihat hal ini dan mereka (ICC) harus menghormati apa yang kami lakukan," katanya, seraya menambahkan bahwa campur tangan ICC merusak martabat Myanmar dan militernya.
Ke-10 pria Rohingya yang ditangkap sebelum dibantai warga Buddha dan tentara Myanmar di Inn Din, Rakhine, Myanmar, 2 September 2017. Di antara 10 pria Rohingya tersebut merupakan nelayan, penjaga toko, seorang guru agama Islam dan dua remaja pelajar sekolah menengah atas berusia belasan tahun. Laporan pembantaian ini ditulis oleh dua wartawan yang kini diadili pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi. REUTERS
Pemerintah dan tentara telah mengakui hampir tidak ada kesalahan terkait dengan operasi pembersihan, yang mereka benarkan sebagai cara untuk mengusir pemberontak Rohingya di negara bagian Rakhine barat.
Baca juga: Pembantaian Etnis Rohingya, Tanda Militer Myanmar Masih Berkuasa
Tujuh tentara yang dipenjara karena peran mereka dalam pembunuhan 10 Rohingya dibebaskan. 10 tentara ini dipenjara dalam kurun waktu masa tahanan lebih sedikit dibanding dari penahanan dua wartawan Reuters yang mengekspos pembantaian itu.
Direktur Komisi Yuris Internasional (ICJ) untuk Asia Pasifik, Frederick Rawski, mengatakan intervensi ICC sudah sesuai prosedur sepenuhnya.
Baca juga: ICC Rencana Investigasi Kejahatan pada Etnis Rohingya
"Militer telah membuktikan dirinya sepenuhnya tidak mau dan tidak mampu memberikan keadilan bagi kejahatan di bawah hukum internasional yang dilakukan terhadap Rohingya," katanya.
Penyelidik PBB secara terpisah menyerukan penuntutan jenderal Myanmar atas genosida terhadap Rohingya.