TEMPO.CO, Jakarta - Myanmar membebaskan tujuh tentara yang dijebloskan ke penjara atas dugaan membunuh 10 laki-laki warga etnis Rohingya. Pembunuhan itu terjadi pada 2017 saat meletupnya kerusuhan di wilayah barat negara bagian Rakhine.
Sumber di penjara Myanmar mengatakan tujuh tentara itu dibebaskan pada November 2018. Dengan pembebasan ini, maka para tentara itu menjalani hukuman kurang dari satu tahun dari total vonis 10 tahun atas dugaan pembunuhan yang telah mereka lakukan di desa Inn Din, Myanmar.
Dengan pembebasan ini, maka tujuh tentara itu juga menjalani hukuman lebih sedikit dari dua wartawan Myanmar yang bekerja untuk Reuters. Dua wartawan itu, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dijebloskan ke penjara setelah melakukan peliputan mendalam atas pembunuhan tersebut.
Baca juga: Pembantaian Etnis Rohingya, Tanda Militer Myanmar Masih Berkuasa
Ke-10 pria Rohingya berlutut dengan tangan di kepala, sebelum dibantai warga Buddha dan tentara Myanmar di Inn Din, Rakhine, Myanmar, 1 September 2017. Soe Chay juga mengungkapkan bahwa saat 10 pria mereka dikuburkan, beberapa di antaranya masih bersuara, yang lainnya sudah mati. REUTERS
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo mendekam lebih dari 16 bulan di dalam bilik penjara atas tuduhan telah membocorkan rahasia negara. Kedua wartawan itu dibebaskan lewat amnesti pada 6 Mei 2019.
Win Naing, Kepala Penjara Sittwe, Rakhine, dan seorang pejabat senior lainnya dipenjara tersebut mengkonfirmasi tujuh tentara yang diduga terlibat dalam pembunuhan 10 laki-laki etnis Rohingya sudah tidak ada lagi di penjara dalam beberapa bulan terakhir.
Baca juga: Begini Cara Myanmar Hadapi Arakan Army dan Rohingya di Rakhine
“Hukuman mereka dikurangi oleh militer,” kata sumber tersebut, seperti dikutip dari asiaone.com, Senin, 27 Mei 2019.
Juru bicara Militer Myanmar, Zaw Min Tun dan Tun Tun Nyi, menolak berkomentar soal ini.
Tujuh tentara Myanmar dijatuhi hukuman atas operasi yang dilakukan di negara bagian Rakhine pada 2017. Operasi ini mendorong lebih dari 730 ribu warga etnis Rohingya melarikan diri berlindung ke Bangladesh. Tim investigasi PBB mengatakan tindak kekerasan itu dilakukan dengan niat genosida atau pembantaian. Diantara kekerasan itu adalah pembunuhan massal, perkosaan dan aksi pembakaran.