TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia akan terus bernegosiasi dengan Cina mengenai nasib proyek kereta api cepat atau East Coast Rail Link (ECRL) senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 280 triliun yang kontroversial.
Menteri Keuangan Malaysia Lim Guan Eng mengatakan pada Rabu, 30 januari, bahwa pembicaraan akan tertutup dari publik.
Lim membuat pernyataan beberapa hari setelah Menteri Urusan Ekonomi Mohamed Azmin Ali mengatakan bahwa kabinet telah membatalkan kontrak pemerintah dengan Beijing atas East Coast Rail Link (ECRL), sebuah proyek kereta api sepanjang 688 kilometer untuk menghubungkan pantai barat dan timur di semenanjung Malaysia.
Baca: Pemerintah Malaysia Batalkan Proyek Kereta Api Era Najib Razak
"Kabinet bertemu hari ini (Rabu) dan membuat keputusan untuk mengadopsi pernyataan yang dibuat oleh perdana menteri kemarin bahwa masalah ini masih akan dinegosiasikan," kata Guan Eng, dikutip dari Radio Free Asia, 31 Januari 2019.
"Mengingat sensitivitas negosiasi kontrak, kita harus membiarkan diskusi, yang merupakan ranah pemerintah ke pemerintah, diadakan jauh dari sorotan publik," katanya.
Sebuah papan iklan yang mengiklankan kereta cepat atau East Coast Rail Link (ECRL) Malaysia di Kota Sultan Ahmad Shah, Kuantan, Malaysia.[The Straits Times/Ariffin Jamar]
Setelah memenangkan pemilu pada Mei tahun lalu, Perdana Menteri Mahathir Mohamad telah mengeluarkan pernyataan yang menyiratkan bahwa beberapa proyek yang didukung Cina yang disetujui oleh pendahulunya, Najib Razak, akan disisihkan.
Di antara proyek-proyek infrastruktur yang ditangguhkan adalah kereta api, yang akan menghubungkan Port Klang di Selat Malaka dengan Kuantan di pantai timur sebelum berjalan ke utara melalui Tumpat, di perbatasan dengan Thailand.
Baca: Hak Tuan Rumah Paralympic Dibatalkan, Malaysia Bereaksi Tegas
Selama perjalanan lima hari ke Cina pada bulan Agustus tahun lalu, surat kabar Malaysia mengutip Mahathir di Beijing bahwa ECRL dan proyek pipa gas alam senilai US$ 2,5 miliar (Rp 8,5 triliun) di Sabah akan dibatalkan sampai saat Kuala Lumpur dapat membayar pembayaran pembiayaan.
ECRL, inti dari dorongan infrastruktur Cina di Malaysia, sebagian besar akan dibiayai oleh Bank Ekspor-Impor Cina. Proyek ini adalah komponen Malaysia dari program ekspansi infrastruktur internasional One Belt, One Road besar-besaran atau Belt and Road Initiative yang diprakarsai Cina.
Informasi proyek kereta api cepat atau East Coast Rail Link (ECRL) Malaysia.[The Malaysian Reserve]
Menurut South China Morning Post, Kuala Lumpur telah membayar RM 19,68 miliar atau sekitar Rp 67,2 triliun kepada China Communications Construction Company, yang memegang kontrak konstruksi untuk proyek kereta api.
Tetapi Mahathir sebelumnya menyatakan keprihatinan tentang jumlah kompensasi yang terlalu tinggi yang akan dibayarkan Malaysia ke Beijing jika kontrak tersebut diputus sebelum selesai.
Pada hari Selasa, Mahathir meminta pengertian Cina, menjelaskan bahwa pemerintahnya tidak berusaha untuk melepaskan kontrak, karena ia menggarisbawahi bahwa biaya kompensasi pembatalan (termasuk nilai kontrak) sebesar RM 100 miliar lebih (Rp 342 triliun) "dapat memiskinkan" Malaysia.
"Bukannya kami tidak ingin menghormati kontrak kami, tetapi kami tidak bisa membayar," katanya.
Baca: Batalkan 2 Proyek Cina, Malaysia: Kami Tidak Ingin Kolonialisme
"Karena itu, kami mencari pengertian dari pihak-pihak terkait," katanya. "Kami tidak ingin membuat frustrasi atau membuang kontrak, tetapi kami benar-benar ketat dalam hal keuangan."
"Belum ada keputusan akhir yang dibuat. Belum selesai. Tidak ada tuntutan, belum ada keputusan akhir," kata Mahathir.
Untuk menghindari kebingungan media di masa depan tentang kereta cepat ECRL, Lim mengatakan kabinet telah memutuskan bahwa tidak ada menteri yang berwenang untuk membuat pernyataan yang berkaitan dengan proyek yang didukung Cina, selain Mahathir sendiri selaku kepala negara Malaysia.