Setelah kerusuhan Melayu-Malaysia yang mematikan pada tahun 1969, kebijakan tindakan afirmatif berbasis ras, yang dikenal sebagai Kebijakan Ekonomi Baru yang dimuat dalam Pasal 163 Konstitusi Negara, dengan memberikan orang-orang Melayu perumahan yang terjangkau, beasiswa universitas dan kontrak pemerintah dalam upaya untuk menghapuskan kemiskinan. Sekarang, banyak orang dalam komunitas Melayu tampaknya percaya bahwa ICERD akan membahayakan kebijakan-kebijakan mayoritas yang mendukung Melayu sejak puluhan tahun.
Dikutip dari Malay Mail, Pasal 153 Konstitusi Malaysia memuat hak-hak istimewa Bumiputera. Pasal 153 ayat 2 berbunyi, "Adalah tanggung jawab Yang Di-Pertuan Agong untuk menjamin posisi Melayu dan Bumiputera di seluruh negara Sabah dan Sarawak dan kepentingan sah dari komunitas lain sesuai dengan ketentuan Pasal ini".
Kemudian Pasal 153 ayat 2 berbunyi: "Yang Di-Pertuan Agong haru akan menjalankan fungsinya di bawah Konstitusi ini dan hukum federal dengan cara yang mungkin diperlukan untuk menjaga posisi khusus orang-orang Melayu dan penduduk asli dari salah satu Negara Sabah dan Sarawak dan untuk memastikan hak untuk orang Melayu dan penduduk asli dari salah satu negara bagian Sabah dan Sarawak dengan proporsi demikian dan beliau menganggap posisi yang wajar dalam pelayanan publik, beasiswa dan pelatihan, serta izin dan lisensi".
Peserta pawai anti-ICERD di Kuala Lumpur, Malaysia, 8 Desember 2018.[Free Malaysia Today]
Dikutip dari ohchr.org, PBB pada 4 Januari 1969 menerbitkan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination atau ICERD berdasarkan resolusi yang diratifikasi pada 21 Desember 1965. Pada pokoknya konvensi ini menegaskan perlunya menghapus diskriminasi rasial dan doktrin superioritas berdasarkan diferensiasi rasial dan bahwa diskriminasi antara manusia atas dasar ras, warna kulit atau asal etnis merupakan penghalang bagi hubungan persahabatan dan damai di antara negara-negara dan mampu mengganggu perdamaian dan keamanan di antara orang-orang dan keharmonisan orang-orang yang hidup berdampingan bahkan dalam satu dan negara yang sama.
Dennis Ignatius, seorang diplomat kawakan Malaysia, seperti dikutip dari Asia Times menggambarkan ICERD sebagai sebuah konvensi aspirasional daripada perjanjian yang mengikat di mana para penandatangan diberikan kelonggaran luas untuk membuat pengecualian bagi diri mereka sendiri guna memenuhi hukum lokal mereka sendiri, seperti hak istimewa secara konstitusional yang dinikmati oleh orang Melayu.
"ICERD telah, tidak diragukan lagi, telah memberikan pukulan politik yang serius kepada pemerintah (Pakatan Harapan) dan juga mengizinkan UMNO-PAS untuk memoles kredibilitas mereka sebagai pembela utama dari semua hal berunsur Melayu," tulis Ignatius.
Baca: Mahathir Tegaskan Malaysia Menolak LGBT
Pawai 812 membuktikan oposisi Malaysia dapat memobilisasi puluhan ribu pendukung, sebuah unjuk kekuatan yang dapat menempatkan Pakatan Harapan pada tumitnya bahkan ketika PH memberikan konsesi seperti menarik kembali janji ratifikasi ICERD oleh PM Malaysia di tengah rencana untuk mempertahankan kebijakan afirmatif.
Bahkan Mahathir Mohammad menjauhkan diri dari acara yang digelar Komisi HAM Malaysia (Suhakam) untuk pro ICERD pada 9 Desember yang dihadiri oleh sekitar 500 orang. Mahathir dijadwalkan untuk hadir tetapi membatalkan konferensi pers sehari sebelumnya, dan ini menegaskan pemerintahnya memilih untuk mengambil sikap yang berbeda tentang ratifikasi. Sementara para aktivis hak asasi manusia tentu saja menyesalkan pemerintah Malaysia mengubah haluan pada diskriminasi rasial.