TEMPO.CO, Jakarta - Bangladesh akhirnya mengabulkan permintaan PBB dan sejumlah organisasi nirlaba dengan menangguhkan rencana repatriasi ratusan ribu pengungsi etnis Rohingya kembali ke Myanmar. Penangguhan dilakukan setidaknya hingga awal tahun depan karena Bangladesh mengakui perlu aturan baru untuk mengatur rencana ini.
Bagi organisasi-organisasi kemanusiaan, penundaan repatriasi bukan sekadar adanya kebutuhan untuk membuat aturan, tetapi karena sejumlah alasan kuat sehingga mereka berkesimpulan rencana ini sebaiknya ditunda. Berikut, empat alasan penolakan repatriasi pengungsi Rohingya saat ini, termasuk dari para pengungsi :
Baca: Menolak Dipulangkan, Rencana Repatriasi Rohingya ke Myanmar Batal
1. Tekanan masih dialami pengungsi etnis Rohingya.
Dikutip dari theguardian.com, Senin, 19 November 2018, Abul Kalam, Komisi repatriasi dan penanganan pengungsi, mengatakan ada bukti bahwa para pengungsi Rohingya yang masuk dalam daftar repatriasi, mendapat tekanan dari aparat agar bersiap angkat kaki dari tempat pengungsian.
Baca: Repatriasi Pengungsi Rohingya di Bangladesh Ditunda Sampai 2019
Ratusan pengungsi Rohingya meneriakkan slogan ketika mereka memprotes pemulangan mereka di kamp Unchiprang di Teknaf, Bangladesh 15 November 2018.[ REUTERS / Mohammad Ponir Hossain]
2. Tuntutan harus dipenuhi.
Pengungsi Rohingya di Bangladesh siap kembali ke Myanmar asalkan tuntutan mereka dipenuhi. Tuntutan itu adalah keadilan, persamaan hak, keamanan, status kewarganegaraan dan izin kembali ke desa-desa asal para pengungsi. Dikutip dari bendbulletin.com, para pengungsi merasa ironis karena hampir tak ada yang bertanya apa yang sesungguhnya mereka inginkan. Padahal, mereka berhak menentukan nasib sendiri. Tidak dipenuhinya tuntutan pengungsi Rohingya, maka mereka meminta rencana repatriasi ini harus dihentikan.
3. Masih Trauma
Penduduk etnis minoritas Rohingya mengalami penindasan yang sangat brutal dari militer Myanmar. Kekerasan seksual, pembantaian dan akhir pembakaran rumah-rumah penduduk suku Rohingya membuat mereka yang selamat trauma berat.
“Saya nyaris tak bisa tidur karena takut dipaksa pulang ke Myanmar. Pada akhirnya, saya pun tahu nama saya masuk daftar repatriasi. Ini membuat saya tak bisa makan,” kata Nurul Amin, pengungsi Rohingya, dikutip dari rfa.org.
4. Belum aman
Dina Wisnu, Dewan HAM ASEAN, dalam sebuah diskusi pekan lalu, mengatakan repatriasi para pengungsi etnis minoritas Rohingya harus ditunda dulu sampai kondisi di Myanmar kondusif. Sebab jika tidak, masalah akan semakin memburuk.
Marzuki Darusman, Ketua Tim Pencari Fakta PBB, juga menyuarakan penolakan repatriasi pengungsi Rohingya ke Myanmar. Pasalnya, jika hal ini tetap dilakukan, maka pada akhirnya akan menyulitkan komunitas internasional dalam melindungi mereka.