TEMPO.CO, Jakarta - Facebook Inc mengakui belum melakukan upaya terbaik dalam mencegah penyebaran hasutan kekerasan lewat media sosial di Myanmar. Pengakuan itu disampaikan menanggapi laporan lembaga nirlaba, Bisnis untuk Tanggung Jawab Sosial atau BSR, yang meminta Facebook agar lebih ketat menjalankan kebijakannya.
“Laporan itu menyimpulkan bahwa sebelum 2018, kami belum cukup melakukan upaya untuk membantu mencegah platform kami digunakan untuk memecah belah dan memicu kekerasan offline. Kami setuju bahwa kami dapat dan harus berbuat lebih banyak, ”Alex Warofka, Manajer Kebijakan Facebook, seperti dikutip dari Reuters, Selasa, 6 November 2018.
Baca: Facebook Hapus Akun Pejabat Militer Myanmar
BSR dalam laporannya memperingatkan Facebook agar mempersiapkan diri menangani serangan salah informasi selama pemilu Myanmar 2020 dan sejumlah masalah baru menyusul semakin besarnya pengguna aplikasi WhatsApp di negara itu.
Liputan khusus yang dilakukan Reuters pada Agustus lalu menemukan Facebook gagal mengindahkan peringatan dari sejumlah organisasi di Mynamar soal unggahan status di Facebook yang mengandung serangan pada kelompok minoritas seperti Rohingya.
Baca: CEO Facebook Janji Blokir Ujaran Kebencian di Myanmar
Muslim Rohingnya Nasir Ahmed, memegang bayinya Abdul Masood yang meninggal saat berada dalam perahu ketika perjalanan menuju pantau teluk Bengala, di Shah Porir Dwip, Bangladesh, 14 September 2017.. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Myanmar menjadi sorotan dunia internasional setelah pada Agustus 2017 meletup serangan yang dipimpin oleh militer di negara bagian Rakhine. Serangan ini telah menyebabkan gelombang pengungsian besar-besaran suku Rohingya ke Bangladesh. Hasil penyelidikan PBB menyebut militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan perkosaan kepada etnis Rohingya.
Pada Agustus 2018, Facebook sebetulnya telah menghapus akun sejumlah pejabat militer Myanmar untuk mencegah penyebaran kebencian dan salah informasi. Facebook juga telah menghapus puluhan akun yang tampaknya telah menyebarkan berita dan opini yang membawa pesan militer Myanmar.