TEMPO.CO, Jakarta - Facebook mengkonfirmasi telah menghapus akun sejumlah pejabat tinggi militer Myanmar dari situs media sosial tersebut. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyebaran kebencian dan salah informasi setelah akun pejabat militer itu di evaluasi.
“Kami telah menghapus 20 individu dari Burma (nama lain dari Myanmar) dan beberapa organisasi dari Facebook, termasuk Panglima Militer, Min Aung Hlaing dan jaringan televisi militer Myawady,” tulis Facebook.
Dikutip dari Reuters pada Senin, 26 Agustus 2018, total ada 18 akun, satu akun instragram dan 52 Facebook Pages yang diikuti oleh 12 juta orang, dihapus oleh Facebook. Bukan hanya itu, Facebook juga telah menghapus 46 kolom dan 12 akun Facebook yang terkait dengan perilaku tidak patut.
Baca: Biksu Myanmar Anti Rohingya Masuk Daftar Hitam Facebook
Poster bergambar wajah pemimpin oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi, dibawa pendemo di depan Kedutaan Besar Myanmar, Jakarta, 29 Mei 2015. Aksi ini meminta Presiden Jokowi dan dunia Internasional mendesak pemerintah Myanmar agar menghentikan diskriminasi dan pembantaian terhadap etnis muslim Rohingya. TEMPO/Imam Sukamto
Baca: Wartawan Myanmar Frustrasi Tak Ada Kebebasan Pers
Langkah yang diambil Facebook itu bersamaan dengan publikasi tim investigasi PBB yang menemukan militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap penduduk etnis minoritas Rohingya. PBB pun menyerukan para jenderal di militer Myamar agar diadili karena telah melakukan tindak kejahatan yang sangat besar.
Seruan PBB itu merujuk pada peristiwa yang terjadi pada 2017 ketika pasukan militer Myamar secara brutal melakukan penyerangan terhadap penduduk etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine. Tindakan itu untuk merespon serangan yang dilakukan kelompok pasukan penyelamat Rohingya yang menyerang sejumlah pos polisi Myanmar dan sebuah pangkalan militer.
Peraih Nobel bidang perdamaian 1991, Aung San Suu Kyi, dihujani kritik atas kondisi di negara bagian Rakhine ini. Pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh Suu Kyi, dinilai telah membiarkan kebencian, menghancurkan sejumlah dokumen dan gagal melindungi kelompok minoritas dari kejahatan kemanusiaan dan perang oleh militer di negara bagian Rakhine, Kachin dan Shan.