TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte bersumpah akan melanjutkan kampanye perang terhadap narkoba. Seperti sebelumnya, kampanye ini tidak akan mengenal belas kasih.
“Perang terhadap narkoba tidak akan dikesampingkan, sebaliknya, akan semakin mengerikan dan tak kenal belas kasih. Jika Anda mau, kampanye ini akan seperti ketika diberlakukan pertama kali. Kekhawatiran Anda pada HAM, kalau saya pada kehidupan manusia,” kata Duterte.
Baca: Rodrigo Duterte: Bandar Narkoba Harus Dipenjara Jika Ingin Hidup
Dia menegaskan, kampanye perang terhadap narkoba yang dilakukannya ini bertujuan menghentikan hancurnya keluarga karena narkoba. Pidato Duterte mengenai perang terhadap narkoba itu tak pelak semakin meningkatkan kekhawatiran kelompok-kelompok HAM terhadap pertumpahan darah dan ribuan orang yang dieksekusi mati atas dugaan terlibat dalam jaringan pengedar narkoba.
Seorang pria, yang istrinya ditangkap saat operasi antinarkoba dan ditemukan tewas sehari kemudian, tidur di kasur di samping keponakannya di luar gubuknya di Navotas, Metro Manila, Filipina, 6 Desember 2017. Gubuk-gubuk kumuh di kawasan yang lebih dikenal sebagai Market 3 ini menjadi saksi bisu perang berdarah terhadap narkoba yang diluncurkan Duterte sejak Juni 2016 lalu. REUTERS
Kepolisian Filipina mengatakan sudah lebih dari 4.500 orang tewas dalam kampanye ini, di mana ribuan orang tewas terkait dengan peredaran narkoba. Namun lembaga HAM Human Rights Watch atau HRW, dalam laporannya, menyebut ada lebih dari 12 ribu orang tewas di tangan aparat kepolisian, pembunuh bayaran, sindikat narkoba, dan dugaan pembunuhan di luar proses hukum.
Baca: Bunuh Ribuan Orang dalam Perang Narkoba, Duterte Tetap Populer
“Sekitar 12 ribu angka yang dikeluarkan HRW termasuk pembunuhan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan pembunuh tak dikenal. Ini angka tahun lalu, jadi perkiraannya masih konservatif,” kata peneliti HRW wilayah Asia, Carlos Conde, seperti dikutip newsweek.com pada Selasa, 24 Juli 2018.
Kampanye perang terhadap narkoba yang dijalankan Duterte semakin deras mendapat penolakan, tidak hanya di luar negeri, tapi juga di dalam negeri. Saat Duterte menyampaikan pidato tahunan di hadapan anggota kongres pada Senin, 23 Juli 2018, ribuan orang melakukan unjuk rasa di luar gedung parlemen. Duterte dalam kesempatan itu mengatakan perang terhadap narkoba belum selesai.