TEMPO.CO, Jakarta - Filipina menyakini aksi Cina yang memasang rudal di kawasan Laut Cina Selatan, yang diakui dalam Konvensi Den Haag sebagai bagian Filipina tidak ditujukan untuk Filipina. Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Presiden Rodirigo Duterte, seperti yang dikutip Aljazeera, Sabtu 5 Mei 2018.
"Dengan hubungan erat kami dan persahabatan dengan Cina, kami percaya rudal itu bukan ditujukan kepada kami," ujar Harry Roque, juru bicara Presiden Duterte.
Namun Roque menambahkan, Filipina tetap khawatir dengan pemasangan instalasi rudal di Laut Cina Selatan yang dikenal Filipina sebagai Laut Filipina Barat. Pulau Mischief sendiri masuk ke dalam bagian Filipina berdasarkan konvensi PBB di Den Haag pada 2016. Pulau karang ini adalah salah satu dari tujuh area di Laut Cina Selatan yang diklaim Cina. Pada Februari Cina membangun fasilitas militer angkatan laut dan udara di area ini.
Baca: Cina Pasang Rudal di Laut Cina Selatan
Pulau Mischief Reef, Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan, dilihat dari udara, 8 Januari 2016. Foto satelit ini memperlihatkan pembangunan tanggul di sisi utara dan dermaga yang telah selesai dibangun. REUTERS/CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/Digital Globe
Beijing memasang rudal antikapal dan anti-pesawat udara di tiga gugus pulau, yakni Mischief, Fiery Cross, dan Subi. Ketiga pulau ini masuk dalam kepulauan Spratly yang menjadi sengketa enam negara, termasuk Cina dan Filipina.
Pada Kamis kemarin, juru bicara menteri luar negeri Cina, Hua Chunying mendeklarasikan kepulauan Spratly, yang disebut Cina sebagai kepulauan Nansha. Terkait pemasangan instalasi rudal, ia menyebut tidak ada maksud untuk menargetkan pihak manapun.
"Pemasangan rudal tidak menargetkan pihak manapun. Pihak yang tidak memiliki niat menyerbu tidak perlu khawatir terkait hal ini. Kami harap pihak terkait bisa melihat ini secara objektif dan tenang," ujar Hua Cunying.
Baca: Australia Khawatirkan China Pasang Rudal di Laut China Selatan
Terumbu karang Subi Reef diduga sebagai pangkalan milik Tiongkok paling utara di Kepulauan Spratly, hanya berjarak 25 km dari wilayah berpenduduk di Filipina. REUTERS/Asia Maritime Transparency Initiative
Merespons tindakan Cina di kepulauan Spratly, Filipina akan membahas lebih lanjut dengan Cina. Sejak terpilih menjadi presiden pada Juni 2016, Duterte memberikan sinyal untuk memperbaiki hubungan dengan Beijing. Bahkan pada Oktober di tahun yang sama, Duterte menyatakan persamaan ideologi dengan Cina.
Sebagai balasan, Cina berjanji kepada Duterte tidak akan melakukan ekspansi lebih jauh di Laut Cina Selatan dan akan menanam investasi serta pinjaman ke Filipina. Duterte juga mengaku Cina telah memasang instalasi militer di kepulauan Spratly sejak pendahulunya.
Namun anggota Kongres oposisi Filipina, Gary Alejano, berpendapat lain soal pemasangan rudal Cina.
"Aksi ini jelas mengancam keamanan nasional kita," ujar Gary Alejano. Sementara duta besar Amerika Serikat untuk Filipina, Sung Kim, mengakui Cina mengambil langkah serius dengan memasang fasilitas militer lebih jauh. Kim khawatir tindakan agresif ini akan berujung pada konflik militer.