Para pengunjuk rasa memegang sejumlah spanduk dengan nada kecaman terhadap aksi kekejaman yang di alami muslim Rohingnya di depan Kedutaan Besar Myanmar, Jakarta Pusat, 4 September 2017. TEMPO/Ilham Fikri.
TEMPO.CO, Dhaka - Sekitar 90 ribu pengungsi menuju Bangladesh dari Myanmar sejak kerusuhan pecah di negeri itu akhir Agustus 2017.
"Hampir seluruh orang yang mengungsi itu adalah anggota minoritas warga Rohingya Myanmar," ujar PBB dalam keterangannya kepada media, Senin, 4 Agustus 2017.
Sejumlah laporan media menyebutkan arus ribuan pengungsi itu dipicu oleh kerusuhan berdarah di negara bagian barat Myanmar, Rakhine, pada 25 Agustus 2017.
Baca: Rohingya Angkat Senjata Hadapi Myanmar Ketika itu, tulis beberapa media, puluhan pos polisi dan markas tentara diserang oleh militan Rohingya. Bentrokan ini menyebabkan lebih dari 400 orang dari kedua belah pihak tewas.
Pejabat Myanmar menuding bentrok bersenjata itu sebagai balasan atas serangan militan Rohingya. Bahkan mereka dituduh membakar rumah penduduk dan membunuh penghuninya.
Namun kelompok pemantau hak asasi manusia dan warga Rohingya yang mengungsi di Bangladesh mengatakan, tentara Myanmar memaksa kaum Rohingya keluar.
"Mereka melakukan pembakaran rumah penduduk dan melakukan pembunuhan," jelas mereka seperti dikutip SBS.
Perlakuan warga mayoritas Buddha Myanmar terhadap 1,1 juta muslim Rohingya saat ini menjadi tantangan terbesar yang harus dihadapi pemimpin Aung San Suu Kyi. Peraih Nobel Perdamaian itu dituduh oleh kritikus Barat tidak melakukan apa-apa atas persekusi yang dialami kaum minoritas.
Dia dianggap diam tak melakukan aksi. Sehingga muncul tekanan politik dari sejumlah negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Bangladesh, Turki, Indonesia dan Pakista. Mereka mendesak Suu Kyi melindungi warga sipil Rohingnya.