Ini Tugas Pertama Emmanuel Macron Setelah Terpilih Jadi Presiden
Editor
Sita Planasari A
Selasa, 9 Mei 2017 10:45 WIB
TEMPO.CO, PARIS — Presiden terpilih Prancis, Emmanuel Macron, memulai tugas pertamanya pada Senin 8 Mei 2017 dengan mendampingi Presiden Francois Hollande dalam sebuah upacara di Arc de Triomphe untuk merayakan ulang tahun ke-72 akhir Perang Dunia II di Eropa.
Seperti dilansir New York Times, Selasa, 9 Mei 2017, Sylvie Goulard, seorang anggota Parlemen Eropa yang mendukung Macron, mengatakan presiden termdua dalam sejarah Prancis itu akan pergi ke Jerman untuk perjalanan pertamanya ke luar Prancis, namun dia kemungkinan besar akan mengunjungi tentara Prancis yang dikirim ke luar negeri.
Baca: Emmanuel Macron Dilantik Jadi Presiden Prancis 14 Mei
Namun tugas utama yang menantinya adalah membentuk pemerintahan yang efektif dalam waktu yang singkat menjelang pemilihan parlemen negara itu yang digelar pada 11 dan 18 Juni mendatang.
Gerakan yang didirikan Macron, En Marche, juga telah berubah nama menjadi La Republique En Marche. Meski pria berusia 39 tahun itu ingin menjadi partai terbesar yang mendominasi, tampaknya hal tersebut tidak dapat dilakukan karena politikus dari En Marche selama ini tidak memiliki kursi di parlemen.
Baca: Brigitte Trogneux, Guru Drama Emmanuel Macron Hingga Ibu Negara
Ia akan menjadi pemimpin termuda sejak Napoleon Bonaparte yang menjadi pemimpin militer dan politik Prancis dan terkenal pada masa Perang Revolusioner.
Adapun Marine Le Pen, yang kalah dalam pemilu kali ini, mengatakan tidak akan mundur dari politik Prancis. Ia bersumpah akan merombak dan menemukan gerakan politik dan membuka kemungkinan partainya berubah nama.
Pemilu kali ini juga menjadi sejarah baru bagi partai yang dikenal anti-imirgan dan anti-Uni Eropa tersebut. Meski National Front dikenal sebagai gerakan rasial, antisemit, dan anti-muslim, di bawah kepemimpinan Le Pen dalam enam tahun terakhir, tampaknya citra dari partai ini menjadi lebih baik.
Front Nasional disebut perlahan mendapat tempat dalam 45 tahun terakhir, dengan kenaikan elektoral yang stabil. Sejumlah isu yang membuat keuntungan bagi partai tersebut di antaranya ancaman teroris, krisis pengungsi, dan imigrasi yang terjadi di Prancis membuat sejumlah orang mulai menaruh harapan.
Dalam pemilihan umum putaran kedua atau final, Emmanuel Macron mendapatkan jumlah suara sebanyak 66,1 persen. Ia mengalahkan Marine Le Pen, pesaingnya dari partai sayap ekstrem kanan Prancis, National Front, yang hanya mengantongi 33,9 persen suara.
BBC | THE NEW YORK TIMES | SITA PLANASARI AQUADINI