Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan memberi salam kepada para pendukungnya jelang berpidato dalam reli untuk referendum yang akan datang di Izmir, Turki, 9 April 2017. REUTERS
TEMPO.CO, Istanbul - Hasil jajak pendapat yang dikeluarkan pada Rabu, 12 April 2017, menunjukkan, rakyat Turki yang memilih "yes" antara 51-52 persen pada referendum perubahan konstitusi Ahad depan.
Rakyat Turki akan berbondong-bondong menuju bilik suara pada Ahad, 16 April 2017, untuk memutuskan apakah memberikan kekuasaan baru kepada Erdogan atau tidak. Pemungutan suara untuk warga Turki di luar negeri sudah digelar pada akhir Maret 2017 hingga Ahad, 9 April 2017.
Jajak pendapati yang diadakan oleh lembaga penetilian ANAR menempatkan "yes" meraih 52 persen. Jajak pendapat itu dilakukan dengan cara tatap muka terhadap 4.000 orang di 26 provinsi pada 5-10 April 2017.
Adapun pemilih yang belum menentukan sikapnya mencapai 8 persen. Pemilih suara "yes", menurut ANAR, naik dua persen bila dibandingkan dengan hasil survei pada Maret 2017.
Ibrahim Uslu, manaje ANAR, dalam pernyataannya yang diunggah di akun Twitter mengatakan, hasil jajak pendapat itu hanya berlaku bagi warga Turki di dalam negeri. Sedangkan peroleh suara di luar negeri hasinyal sangat sedikit, meskipun sangat membantu.
Erdogan, Selasa, 11 April 2017, mengatakan, warga Turki yang tinggal di luar negeri sangat banyak. "Kondisi itu sangat menggembirakan," ucapnya.
Menurut lembaga survei ANAR, suara mereka di luar negeri menguntungkan Erdogan.
Kampanye referendum telah merusak hubungan Turki dengan beberapa negara sekutu di Eropa. Erdogan menuding negara-negara tersebut, termasuk Jerman dan Belanda, melarang utusannya berkampanye di negara mereka.
Bahkan Erdogan menuduh Jerman telah menerapkan cara-cara nazi. Ucapan Erdogan itu membuat pejabat Jerman meradang.
Desak Gencatan Senjata di Gaza, Turki Batasi Ekspor Puluhan Jenis Produk ke Israel
19 hari lalu
Desak Gencatan Senjata di Gaza, Turki Batasi Ekspor Puluhan Jenis Produk ke Israel
Kementerian Perdagangan Turki mengumumkan pembatasan ekspor produk tertentu ke Israel untuk mendesak gencatan senjata dan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.