Seorang anak melihat pesan tertulis di post-it notes yang berisikan tentang pemilihan Presiden terpilih Donald Trump di New York, AS, 15 November 2016. Catatan kecil ini merupakan bentuk protes warga Amerika setelah terpilihanya Trump sebagai Presiden. REUTERS/Lucas Jackson
TEMPO.CO, New York - Sebanyak 867 kasus bermotif kebencian dan diskriminasi agama dicatat di Amerika Serikat (AS) hanya dalam kurun waktu 10 hari sejak Donald Trump memenangkan pemilihan Presiden pada 8 November lalu.
Menurut organisasi yang memantau kejahatan tersebut, Southern Poverty Law Center (SPLC), kebanyakan penyerang berani melakukan perbuatan tersebut sebagai tindaklanjut atas kemenangan Trump dalam pemilihan presiden. Trump selama kampanye banyak mengeluarkan pernyataan kontroversial yang membuat masyarakat Islam dan imigran sebagai sasaran.
Presiden SPLC, Richard Cohen menjelaskan, penyerang juga mengutip nama Trump saat melakukan aksinya, sehingga memperlihatkan pertambahan jumlah kasus tersebut terjadi karena kemenangannya.
"Jumlah kasus yang banyak ini sangat mengkhawatirkan," ungkap Cohen, seperti dilansir Press TV pada 30 November 2016.
Cohen menambahkan, kebanyakan korban yang diserang juga tidak pernah mengalami kejadian serupa sebelumnya. "Korban juga mengatakan, kejahatan kebencian yang dihadapi mereka semakin meningkat, tidak seperti sebelumnya," katanya.
Lebih lanjut Cohen menjelaskan, mayoritas dari insiden itu melibatkan coretan grafiti atau kekerasan verbal, namun hanya sedikit pertengkaran melibatkan serangan fisik yang dilaporkan.
Jumlah kasus tertinggi dilaporkan di California dengan 99 kasus.
Zeinab Arain dari kelompok Council on American-Islamic Relations (CAIR), mengatakan bahwa dari tanggal 9 hingga 18 November terdapat 111 insiden anti-Muslim.
"Banyak dari mereka yang terlibat adalah wanita berjilbab, di mana jilbab mereka ditarik paksa, anak-anak muslim diejek di sekolahnya, dan beberapa serangan fisik," katanya.
Trump sendiri menolak bertanggung jawab atas kekerasan itu dan dalam sebuah wawancara meminta agar pera pelaku menghentikan aksi kejinya. Dalam wawancara November 23 dengan The New York Times, Trump mengaku ia tidak tahu mengapa supremasi kulit putih begitu terpengaruh oleh kampanyenya.
Saling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir
33 hari lalu
Saling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyindir Donald Trump, yang akan menjadi pesaingnya lagi dalam pemilihan presiden AS yang akan datang pada bulan November.