4 Jejak Kekejaman Netanyahu untuk Palestina
Editor
Maria Rita Hasugian
Kamis, 19 Maret 2015 05:38 WIB
TEMPO.CO , Jakarta:Sebelum Benjamin Netanyahu berkuasa pada 1996, Partai Likud sudah tiga kali kalah dalam pemilu. Kemenangan Likud waktu itu menggunakan cara-cara partai sayap kanan dengan menjual gagasan nasionalisme : tanah Israel hanya untuk bangsa Yahudi. Likud waktu itu menuduh Partai Buruh yang membuat bangsa Palestina masuk ke tanah Israel.
Sikap keras Netanyahu sudah terlihat dalam karir politiknya. Ketika Perdana Menteri Yitzhak Rabin dari Partai Buruh sedang menguasahakan perdamaian dengan bangsa Palestina, Netanyanhu memperlihatkan perangai buruknya.
Kejadian tahun 1993 itu Netanyahu bersama politikus Likud memprotes tindakan Partai Buruh. Mereka menuju Jericho dan menancapkan bendera-bendera Israel di sebuah rumah yang diduga akan dijadikan kantor Yasser Arafat. Di hadapan media Netanyahu memberikan ancamannya. "Kami akan tetap menyetop proses yang menyakitkan ini dengan cara-cara yang sah demi masa depan Israel. Kami akan melakukannya di Knesset dan di jalan-jalan."
Bibi begitu biasa dipanggil dibesarkan dalam keluarga kaya. Seperti Sharon, kariernya juga moncer. Ayahnya, Professor Benzion Netanyahu, adalah diplomat. Amerika Serikat menjadi tempat Bibi menghabiskan masa sekolah lanjutan atasnya. Tahun 1967 ia kembali ke Israel untuk menjalani wajib militer dan keluar dengan pangkat kapten. Pengalaman perangnya Yom Kippur pernah dicicipi. Keluar dari tentara ia masuk Harvard University dan Massachusetts Insitute of Technology (MIT). Keahliannya dalam bidang manajemen dimanfaatkannya dengan bekerja di Boston Consulting Group, sebuah konsultan kelas dunia.
Mengubah Kesepakatan Oslo
September 1996 pekikan Allahu Akbar bergema dari menara mesjid sebabnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memerintahkan wali kota Jerusalem Ehud Olmert membuka terowongan di lereng kaki sebelah barat Mesjid Al Aqsha. Hasilnya puluhan warga Palestina yang memprotes tindakan Israel tewas ditembak pasukan Netanyanhu.
Sebenarnya tujuan pembukaan terowongan Mesjid Al Aqsha untuk memancing kemarahan warga Palestina dan melakukan kontak senjata langsung dengan polisi Palestina. Kerusuhan yang terjadi membuat pasukan Israel mempunyai alasan agar polisi Palestina dilucuti
Pendudukan Dataran Tinggi Golan
Netanyanhu membuat undang-undang yang memperkuat penguasaan Israel terhadap Dataran Tinggi Golan. Dataran tinggi itu adalah wilayah Suriah yang diduduki Israel sejak Perang Arab-Israel 1967. Isi undang-undang itu antara lain memerintahkan setiap upaya mengusir keberadaan Israel dari Golan harus mendapat persetujuan dari mayoritas anggota Knesset atau 80 dari 120 anggota. Kecaman datang dari seluruh dunia termasuk Partai Buruh Israel. Dengan adanya undang-undang itu perundingan dengan Suriah semakin macet.
Bukan itu saja, Netanyahu tidak mematuhi perjanjian damai. Dia hanya menarik sembilan persen jumlah pasukan Israel di Tepi Barat Sungai Yordan. Padahal perjanjian menyebutkan Ierael harus menarik 30 persen tiap tahap sampai Agustus 1998 seluruh wilayah itu bebas tentara Israel.
Pembajakan Kapal
Dua operasi besar pernah dilakukan pasukan Netanyanhu ketika mengamankan embargo Gaza. Pasukan Israel benar-benar melarang kapal-kapal asing yang membawa bantuan kemanusiaan. Pada tahun 2013 pasukan Israel sampai membajak kapal MV Rachel Corrie berbendera Irlandia. Kapal itu merupakan kapal ketujuh Armada Kebebasan yang membawa bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza.
Israel beralasan diizinkan menyerbu kapal itu. Alasanya Hukum internasional mengizinkan Israel menghentikan kapal-kapal yang menuju Gaza sekalipun tengah berada di wilayah perairan internasional, yaitu Pasal 67 Manual San Remo pada Aplikasi Hukum Internasional untuk Konflik Bersenjata di Laut, 12 Juni 1994. Hasilnya sembilan tewas, 50 orang terluka. Lain waktu tahun 2013 kapal Mavi Marmara yang membawa rombongan misi kemanusiaan Freedom Flotilla diserbu
juga menewaskan sembilan warga Turki.
Perang Gaza
Puncak kekerasan kepemimpinan Netanyahu ketika memerintahkan pasukan Israel menyerbu Gaza. Perang yang berlangsung medio Juli hingga Agustus 2014 itu terjadi dengan alasan mencari kelompok Hamas. "Saya meminta warga di Gaza keluar dari daerah yang menjadi lokasi teroris Hamas. Semua orang di lokasi ini akan menjadi target kami," ujar Perdana Menteri kelahiran Tel Aviv itu kepada media. Sebanyak 2.100 warga Palestina tewas akibat agresi Netanyanhu itu.
EVAN/PDAT Sumber Diolah Tempo