Petugas menunjukkan kantong mayat berisi korban tewas taifun Haiyan di Tacloban, Filipina (12/11). REUTERS/Romeo Ranoco
TEMPO.CO, Tanauan – Kehancuran sebagian besar wilayah Filipina akibat amukan topan Haiyan membuat banyak warga dunia bersimpati dan mengulurkan bantuan. Tim medis dan relawan berdatangan. Kondisi yang begitu parah membuat seorang ahli bedah asal California merasa seperti berada dalam situasi perang.
“Saya memang belum pernah turun di lokasi perang. Namun, seperti inilah yang saya bayangkan,” ujar dokter bedah yang tergabung dalam Mammoth Medical Missions kepada NBC News, hari ini. Bersama dengan 15 orang anggota lainnya, ia sudah melakukan 100 operasi dalam tiga hari untuk korban Haiyan. Kebanyakan dari mereka menjalani amputasi.
Dengan keadaan kota yang hancur, operasi pun berjalan menggunakan peralatan seadanya. Operasi dilakukan di sebuah balai kota yang nyaris hancur. Tempat ini dijadikan rumah sakit darurat. Sementara itu, tidak adanya pasokan listrik membuat tim medis hanya bisa mengandalkan lampu senter untuk menerangi proses operasi.
Antrean panjang mengerumuni tempat ini. Mereka menunggu dengan putus asa di tengah bau mayat yang membusuk yang belum sempat dibersihkan. Tim dokter bekerja nyaris tanpa henti. Bahkan, akibat banyaknya korban yang memerlukan perawatan, tim medis sampai kekurangan antibiotik.
Menurut tim yang bekerja di sini, Tanauan akan membutuhkan lebih banyak bantuan tambahan selama berbulan-bulan. “Saya tidak tahu kapan dan bagaimana kami bisa meninggalkan Tanauan. Ini hanyalah awal dari gelombang penderitaan,” ujar salah satu tim dokter di sana.