Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa berdialog dengan para pengungsi Rohingya di Pauktaw, Rakhine State, Myanmar (7/1). (Dok: Biro Administrasi Menteri, Kementerian Luar Negeri)
TEMPO.CO, New York - Indonesia mengkritik Organisasi Konferensi Islam (OKI) atas penanganannya terhadap minoritas Rohingya di Myanmar. Menurut Indonesia, OKI kerap mengedepankan pernyataan keras tanpa bertindak secara nyata.
Masalah Rohingya di Myanmar tersebut dibahas para Menteri Luar Negeri OKI dan Contact Group OKI, termasuk Indonesia, di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di Markas PBB New York, Selasa sore, 24 September 2013.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan saat ini pendekatan OKI memang masih harus “dikembangkan” karena kadang kala OKI mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang keras. Namun, Indonesia sendiri lebih mengedepankan hasil daripada pernyataan-pernyataan keras.
"Indonesia berperan secara langsung berkomunikasi dengan cara yang tepat dan terukur dengan pemerintah Myanmar," kata Marty dalam keterangan persi di Rose Garden, Markas PBB New York, Selasa.
Indonesia tidak semata-mata mengecam dan menyampaikan keprihatinan, melainkan mengunjungi langsung tempat konflik. Indonesia juga memberikan masukan yang tegas dan lugas kepada pemerintah Myanmar agar melakukan rekonsiliasi dan menghentikan tindak kekerasan terhadap kelompok Rohingya dan memastikan hak asasi serta kewarganegaraan bagi mereka.
Indonesia, Malaysia, dan Brunei akan mencoba mengarahkan OKI agar lebih konstruktif memberikan kontribusi bagi penyelesaian masalah Rohingya di sana secara konkret. Termasuk masalah kemanusiaan, pembangunan ekonomi, rekonsiliasi, dan lain-lain. NATALIA SANTI
Indonesia Inginkan Negara OKI Lebih Ramah Teknologi
10 September 2017
Indonesia Inginkan Negara OKI Lebih Ramah Teknologi
JK mengatakan, Indonesia dalam KTT yang dihelat pada 10-11 September 2017 itu akan menawarkan beberapa teknologi yaitu teknologi pangan dan pengelolaan air.