Para polisi yang marah turun ke jalan-jalan di negara anggota OPEC itu pada Kamis tengah malam pekan lalu (Jum'at pagi WIB), menahan Presiden Rafael Correa di sebuah rumah sakit selama beberapa jam hingga dia berhasil dibebaskan oleh satuan komando militer dalam sebuah baku tembak.
Correa, figur penganut kiri yang beraliansi dengan Presiden Venezuela Hugo Chavez, menganggap insiden itu sebagai percobaan kudeta. Oposisi menyatakan klaim dipakai oleh pemerintah untuk membenarkan langkah-langkah otoriter.
"Karena peristiwa menyedihkan 30 September," kata surat dari Kongres untuk Kementerian Pertahanan pengangkut personel lapis baja sebagai berkerumun di sekitar Ibukota. "Kami meminta Anda untuk mentransfer keamanan anggota Legislatif dengan tentara. "
Satu blok dari gedung parlemen, sebuah pesan grafiti disemprot dengan cat biru cerah di dinding putih bertanya, "Apakah polisi adalah teman-teman Anda?"
Popularitas Correa telah meningkat 5 poin persen menjadi 58 persen setelah kekerasan pekan lalu, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan kemarin oleh Cedatos-Gallup. Tapi hanya separuh responden setuju dengan pemerintah bahwa protes sebesar itu adalah upaya kudeta.
Surat itu mengatakan bahwa Kongres ingin militer untuk menangani keamanan kongres seiring keadaan siaga dinyatakan oleh Correa tetap berlaku.
Keputusan, yang berakhir pada tengah malam Selasa, telah diperpanjang hingga Jumat dengan perintah baru presiden agar Kongres menunda suatu debat yang dijadwalkan Selasa soak RUU kuangan publik. Sejauh ini Correa mendapat dukungan dari 124 anggota Kongres Ekuador. Tapi agenda legislatifnya menghadapi kebuntuan karena ketidaksetujuan di dalam koalisinya soal RUU tersebut.
Reuters | CNN | dwi arjanto