Perdana Menteri Srettha Thavisin Dipecat Mahkamah Konstitusi Thailand atas Pelanggaran Etik

Rabu, 14 Agustus 2024 21:00 WIB

Srettha Thavisin dari Pheu Thai memberi isyarat di markas besar partai sebelum upacara dukungan kerajaan setelah parlemen Thailand menyetujui pencalonan perdana menterinya, di Bangkok, Thailand 23 Agustus 2023. REUTERS/Athit Perawongmetha

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi Thailand memberhentikan Perdana Menteri Srettha Thavisin atas pelanggaran etika yang “berat”, dalam sebuah putusan pada Rabu, 14 Agustus 2024. Putusan tersebut menyatakan Srettha tidak memiliki integritas untuk menduduki jabatan perdana menteri karena mengangkat seorang menteri yang pernah menjalani hukuman penjara.

Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi memberikan suara 5 banding 4 untuk segera mencopot Srettha dari jabatannya, dan kabinetnya berubah menjadi kabinet sementara sambil menunggu pengangkatan perdana menteri baru.

“Pengadilan telah memutuskan dengan suara 5-4 bahwa terdakwa diberhentikan sebagai perdana menteri karena kurangnya kejujurannya,” kata para hakim, seperti dikutip oleh Reuters.

Mahkamah Konstitusi mengadili kasus Srettha atas petisi dari sekelompok 40 senator yang menuduh Srettha melanggar standar etik. Dalam putusannya, majelis hakim mengatakan Srettha jelas menunjukkan kurangnya integritas ketika ia memutuskan untuk menunjuk Pichit Cheunban sebagai menteri Kantor PM dalam perombakan kabinetnya pada 27 April lalu.

Penunjukan tersebut dilakukan Srettha meski mengetahui Pichit telah didiskualifikasi untuk jabatan tersebut karena ia tidak jujur dan telah dipenjara pada 2008 silam atas dugaan berusaha menyuap pejabat Mahkamah Agung. Keluarnya Srettha setelah kurang dari setahun berkuasa berarti parlemen harus bersidang untuk memilih perdana menteri baru, ketika Thailand menghadapi ketidakpastian usai dirundung selama dua dekade dengan kudeta dan putusan pengadilan yang telah menjatuhkan banyak pemerintahan dan partai politik.

Srettha, seorang taipan real estat, menjadi perdana menteri Thailand keempat dalam 16 tahun terakhir yang dicopot dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Pekan lalu, pengadilan yang sama membubarkan Partai Move Forward (MFP) setelah memutuskan bahwa kampanye partai tersebut untuk merombak undang-undang anti-penghinaan terhadap kerajaan berisiko merusak monarki konstitusional.

Media setempat melansir bahwa putusan untuk mencopot Srettha telah menimbulkan gejolak di sektor swasta, di tengah berbagai masalah ekonomi yang dihadapi negara tersebut. Thailand belakangan ini dilanda ekspor dan belanja konsumen yang lemah, utang rumah tangga yang sangat tinggi, dan lebih dari satu juta usaha kecil tidak dapat mengakses pinjaman.

Kriangkrai Thiennukul, ketua Federasi Industri Thailand (FTI), mencatat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi telah mengejutkan para investor dan memaksa mereka untuk menunda investasi.

“Ini adalah periode kritis. Bagi investor, stabilitas politik adalah yang terpenting. Kami membutuhkan pemerintahan yang stabil dan konsisten. Seringnya perubahan dalam partai politik telah mengganggu kesinambungan kebijakan pemerintah, yang menyebabkan kurangnya konsistensi,” kata Kriangkrai, seperti dikutip Nation Thailand. Ia mengakui investasi telah tertunda selama lebih dari 80 hari sejak kasus tersebut dimulai, dengan para pemangku kepentingan menunggu untuk melihat bagaimana situasi berkembang.



NATION THAILAND | REUTERS

Pilihan editor: Utusan Cina Bertemu Pemimpin Junta Myanmar, Bahas Bentrokan di Perbatasan

Berita terkait

Denny Indrayana Sebut UU Wantimpres dan Kementerian Negara yang Baru Disahkan Punya 4 Cacat

3 jam lalu

Denny Indrayana Sebut UU Wantimpres dan Kementerian Negara yang Baru Disahkan Punya 4 Cacat

Undang-Undang Wantimpres dan Kementerian Negara yang baru disahkan DPR dinilai memiliki 4 kecacatan yang rentan digugat ke MK.

Baca Selengkapnya

Profil Hamdan Zoelva, Kuasa Hukum Kadin Indonesia yang Menentang Hasil Munaslub karena Dianggap Langgar AD/ART

3 jam lalu

Profil Hamdan Zoelva, Kuasa Hukum Kadin Indonesia yang Menentang Hasil Munaslub karena Dianggap Langgar AD/ART

Kuasa hukum Kadin Indonesia, Hamdan Zoelva menolak hasil munaslub yang menurutnya tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Siapa sosok Hamdan Zoelva?

Baca Selengkapnya

Thailand Larang Pemotretan Prewedding dan Iklan di Kuil Kerajaan

10 jam lalu

Thailand Larang Pemotretan Prewedding dan Iklan di Kuil Kerajaan

Terletak di dekat Istana Agung Thailand dan Wat Pho, Bangkok, Wat Rajabopit dibangun pada masa pemerintahan Raja Chulalongkorn (Rama V) pada 1869

Baca Selengkapnya

Jaminan Ditolak Sean 'Diddy' Combs Tetap Ditahan Selama Proses Persidangan

1 hari lalu

Jaminan Ditolak Sean 'Diddy' Combs Tetap Ditahan Selama Proses Persidangan

Meski hakim menolak jaminan Sean 'Diddy' Combs, pengacaranya akan mengajukan banding

Baca Selengkapnya

Mahfud MD Sebut Negara Hukum Lemah Karena Oligarki dan Kleptokrasi, Apa Maksudnya?

2 hari lalu

Mahfud MD Sebut Negara Hukum Lemah Karena Oligarki dan Kleptokrasi, Apa Maksudnya?

Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyebut negara hukum lemah karena oligarki dan kleptokrasi. Apakah itu?

Baca Selengkapnya

Australia dan Indonesia Sepakat Tingkatkan Perdagangan dan Investasi Dua Arah

3 hari lalu

Australia dan Indonesia Sepakat Tingkatkan Perdagangan dan Investasi Dua Arah

Australia dan Indoensia memperkenalkan strategi jalur praktis untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dua arah.

Baca Selengkapnya

KPU Diminta Segera Buat Aturan Teknis Kampanye Calon Kepala Daerah di Kampus

3 hari lalu

KPU Diminta Segera Buat Aturan Teknis Kampanye Calon Kepala Daerah di Kampus

KPU harus segera membuat peraturan mengenai aturan teknis kampanye di kampus itu untuk menindaklanjuti Putusan MK Nomor 69/PUU-XXII/2024.

Baca Selengkapnya

Ratusan Narapidana Kabur setelah Tembok Penjara Nigeria Roboh Akibat Banjir

3 hari lalu

Ratusan Narapidana Kabur setelah Tembok Penjara Nigeria Roboh Akibat Banjir

Para narapidana kabur dengan memanfaatkan runtuhnya tembok penjara akibat banjir besar.

Baca Selengkapnya

Sindikat TPPO di Myanmar Minta Tebusan Rp 550 Juta ke Keluarga Korban di Sukabumi

3 hari lalu

Sindikat TPPO di Myanmar Minta Tebusan Rp 550 Juta ke Keluarga Korban di Sukabumi

Sejumlah warga Kabupaten Sukabumi menjadi korban TPPO dan disekap di Myanmar. Mereka dijanjikan bekerja di bisnis kripto di Thailand.

Baca Selengkapnya

Junta Myanmar Mohon Bantuan Asing untuk Atasi Banjir Mematikan

5 hari lalu

Junta Myanmar Mohon Bantuan Asing untuk Atasi Banjir Mematikan

Pemimpin junta Myanmar mengajukan permintaan bantuan asing yang jarang terjadi, untuk mengatasi banjir mematikan.

Baca Selengkapnya