Pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran: Bagaimana Iran Akan Meresponsnya?
Editor
Ida Rosdalina
Kamis, 1 Agustus 2024 09:21 WIB
Bagaimana Iran dapat merespons?
Iran dan Israel telah terlibat dalam perang bayangan selama bertahun-tahun, tetapi situasinya telah meningkat secara signifikan menjadi konflik terbuka sejak dimulainya perang di Gaza, sehingga membuka peluang bagi potensi serangan langsung Iran terhadap Israel.
Pada 14 April, Iran meluncurkan lebih dari 300 rudal balistik dan rudal jelajah, bersama dengan pesawat tak berawak satu arah, langsung ke Israel dalam sebuah serangan yang direncanakan dengan cermat. AS dan Israel menembak jatuh sebagian besar proyektil, tetapi beberapa berhasil melintas, menyebabkan kerusakan pada pangkalan militer tetapi tidak menimbulkan korban.
Hal ini dilakukan sebagai tanggapan atas serangan militer Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang juga menewaskan dua jenderal tinggi dan beberapa anggota IRGC lainnya.
Awal bulan ini, komandan kedirgantaraan IRGC Amir Ali Hajizadeh mengatakan dalam sebuah pidato, "kami menunggu kesempatan" untuk meluncurkan iterasi kedua dari serangan langsung ke Israel, yang menurutnya dapat dilakukan dengan lebih banyak proyektil. Iran memiliki persenjataan rudal terbesar di Timur Tengah, termasuk rudal hipersonik yang secara teoritis mampu menjangkau Israel dalam hitungan menit.
Khamenei, Pezeshkian, dan IRGC Iran telah menjanjikan pembalasan atas pembunuhan Haniyeh, tetapi belum membahas apakah itu bisa berupa serangan langsung, serangan yang lebih asimetris, atau upaya terkoordinasi dengan "poros perlawanan" yang didukung oleh Iran di seluruh wilayah.
Misi Iran untuk PBB mengatakan "respon terhadap pembunuhan memang akan menjadi operasi khusus - lebih keras dan dimaksudkan untuk menanamkan penyesalan yang mendalam pada pelaku".
"Republik Islam Iran mengutuk keras tindakan agresif rezim Zionis," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani. Iran, katanya, "menganggapnya sebagai hak yang melekat pada dirinya untuk menanggapi dengan tepat tindakan agresif terhadap kedaulatan dan integritas teritorialnya."
Kanaani menunjuk pada dukungan AS untuk Israel dalam perangnya di Gaza, dan menyalahkan AS atas pembunuhan Haniyeh. "Sebagai pendukung dan kaki tangan rezim Zionis dalam kelanjutan pendudukan dan genosida terhadap warga Palestina, pemerintah AS bertanggung jawab dalam melakukan tindakan terorisme yang keji ini," katanya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengklaim bahwa Washington "tidak mengetahui atau terlibat dalam" pembunuhan Haniyeh.
Apa yang dipertaruhkan?
Serangan ini terjadi ketika Israel dan Lebanon berada di ambang perang habis-habisan dalam sepekan terakhir, setelah sebuah proyektil jatuh di sebuah lapangan sepak bola di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada 27 Juli, menewaskan 12 anak-anak dan remaja.
Militer Israel menyalahkan Hizbullah, yang dengan tegas membantah bertanggung jawab. Teheran juga menyebut tuduhan tersebut sebagai "rekayasa" oleh Israel untuk mengalihkan perhatian dari pembantaian di Gaza.
Pembunuhan kepala politbiro Hamas, seorang tokoh penting dalam perundingan gencatan senjata Gaza, diperkirakan akan mempersulit proses tersebut, terlepas dari situasi kemanusiaan yang sangat buruk di daerah kantong yang terkepung itu dan tekanan internasional yang terus meningkat untuk menghentikannya.
Sayap militer Hamas, Brigade Qassam, menyebut pembunuhan Haniyeh sebagai "kejadian berbahaya" yang akan memiliki "dampak besar di seluruh wilayah".
"AS dan Uni Eropa harusnya sudah menyadari bahwa kelangsungan hidup Netanyahu bergantung pada kematian dan kehancuran," Mohammad Javad Zarif, mantan menteri luar negeri Iran yang berperan besar dalam menjadikan Pezeshkian sebagai presiden, menulis dalam sebuah artikel di X.
"Sudah saatnya bagi Barat untuk berhenti melindungi kegilaan Netanyahu dan bergabung dengan dunia untuk mengakhiri kekacauan bunuh dirinya."
AL JAZEERA
Pilihan Editor: Dari Paris ke Beirut: Daftar Panjang Pembunuhan Pemimpin Palestina