Unifikasi Faksi-faksi: Palestina Senang, Israel Meradang
Editor
Ida Rosdalina
Rabu, 24 Juli 2024 12:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kesepakatan yang dimediasi oleh Cina untuk memulihkan perpecahan yang telah berlangsung bertahun-tahun antara faksi-faksi Palestina dan membentuk pemerintahan persatuan nasional telah disambut dengan pujian dari Palestina dan tentangan dari Israel, lapor Anadolu Agency.
Kelompok-kelompok Palestina, pada Senin, 22 Juli 2024, mencapai kesepakatan rekonsiliasi setelah tiga hari pembicaraan intensif di ibu kota Cina, Beijing, untuk mengakhiri perpecahan politik mereka sejak 2007.
Perwakilan dari 14 kelompok Palestina, termasuk Gerakan Fatah dan Hamas yang saling berseteru, menandatangani sebuah pernyataan baru yang berjanji untuk mengakhiri perpecahan dan memperkuat persatuan.
Perjanjian ini bertujuan untuk mempertahankan kontrol Palestina atas Jalur Gaza setelah berakhirnya serangan Israel yang sedang berlangsung di daerah kantong tersebut.
Para penandatangan perjanjian tersebut mengatakan bahwa mereka akan membentuk pemerintah persatuan nasional sementara untuk mengawasi rekonstruksi Jalur Gaza yang dilanda perang dan mengadakan pemilihan umum baru.
Palestina Bersatu
"Deklarasi Beijing merupakan langkah positif tambahan untuk mencapai persatuan nasional Palestina," kata Husam Badran, seorang anggota biro politik Hamas, dalam sebuah pernyataan.
Ia mengatakan bahwa faksi-faksi tersebut sepakat untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional untuk mengawasi rekonstruksi Gaza dan mempersiapkan kondisi-kondisi untuk menyelenggarakan pemilu.
Mustafa Barghouti, kepala Inisiatif Nasional Palestina, mengatakan bahwa faksi-faksi Palestina akan mengambil langkah-langkah 'segera' untuk mengimplementasikan kesepakatan tersebut guna memulihkan keretakan mereka.
"Faksi-faksi akan segera mulai mengimplementasikan kesepakatan rekonsiliasi dengan langkah-langkah praktis," katanya kepada Anadolu.
Barghouti mengatakan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, yang juga merupakan pemimpin Fatah, akan memulai konsultasi dengan semua kelompok untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional sementara.
"Waktu hampir habis. Israel berupaya melikuidasi dan menghancurkan masalah Palestina, dan Palestina tidak punya pilihan selain mengakhiri perpecahan," tambahnya.
Para penandatangan perjanjian tersebut menegaskan kembali komitmen mereka untuk mendirikan Negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sesuai dengan resolusi PBB.
Perjanjian tersebut juga menggarisbawahi hak rakyat Palestina untuk melawan pendudukan Israel dan menentukan nasib sendiri berdasarkan hukum internasional dan Piagam PBB.
Mousa Abu Marzouk, kepala delegasi Hamas untuk perundingan di Beijing, mengatakan kepada Anadolu bahwa diskusi diadakan dalam "suasana positif untuk mencapai persatuan nasional di antara semua faksi Palestina".
"Semua faksi bersatu menentang perang pemusnahan Israel terhadap Jalur Gaza," katanya, seraya menambahkan bahwa faksi-faksi Palestina sepakat untuk menetapkan jadwal pelaksanaan kesepakatan tersebut.
<!--more-->
Israel Menentang
Israel menolak setiap perjanjian Palestina yang bertujuan untuk mempertahankan kontrol atas Jalur Gaza menyusul perang yang sedang berlangsung di Tel Aviv. Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan bahwa Tel Aviv tidak akan mengizinkan kontrol bersama atas Gaza oleh Hamas dan Fatah.
"Pada kenyataannya, hal ini tidak akan terjadi karena kekuasaan Hamas akan dihancurkan," kata Katz dalam sebuah pernyataan di X.
"Abbas akan mengawasi Gaza dari jauh. Keamanan Israel akan tetap berada di tangan Israel," tambahnya.
Israel menentang kembalinya Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah ke Gaza dan telah bersumpah untuk mengakhiri kekuasaan Hamas di daerah kantong pantai tersebut.
Kesepakatan Beijing bukanlah yang pertama yang dicapai oleh Hamas dan Fatah sejak perpecahan mereka pada 2007.
Putaran pembicaraan rekonsiliasi serupa diadakan pada tahun-tahun sebelumnya di Turkiye, Aljazair, Rusia, dan Mesir, namun semuanya gagal membuat terobosan dalam berkas rekonsiliasi Palestina.
Wilayah Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza telah terbagi secara politis sejak Juni 2007 karena perbedaan pendapat yang tajam antara Fatah dan Hamas.
Hamas menguasai Jalur Gaza pada tahun 2007, satu tahun setelah memenangkan pemilu legislatif tahun 2006, sementara Fatah menguasai Tepi Barat.
Kesepakatan Beijing terjadi di saat Israel melanjutkan serangan mematikannya di Jalur Gaza, yang telah menewaskan hampir 39.100 warga Palestina sejak 7 Oktober 2023 setelah serangan Hamas.
Lebih dari sembilan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza berada dalam kehancuran di tengah-tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
MIDDLE EAST MONITOR
Pilihan Editor: Apakah Putusan ICJ tentang Pendudukan Israel Dapat Mengubah Nasib Palestina?