Peru Kategorikan Transgender sebagai Penyakit Mental

Reporter

Tempo.co

Kamis, 16 Mei 2024 10:30 WIB

Ilustrasi LGBT. Dok. TEMPO/ Tri Handiyatno

TEMPO.CO, Jakarta - Peru secara resmi mengkategorikan transgender dan non-biner sebagai penyakit mental. Keputusan itu memicu waswas kalau para LGBTQ akan lebih terstigmatisasi dan berpotensi kehilangan kebebasan di Peru.

Peru adalah sebuah negara di selatan Amerika. Revisi perihal transgender dan non-binary ini disetujui Presiden Peru Dina Boluarte pada akhir pekan lalu lewat sebuah dekrit. Dalam dekrit itu didefinisikan transeksualitas, dual-role transvestism, fetishistic transvestism, kelainan identitas pada anak-anak dan kelainan identitas gender lainnya, masuk kategori penyakit mental.

Kementerian Kesehatan Peru selanjutkan akan memantau (dampak) dari keputusan itu dan meyakinkan bahwa penegasan dalam dekrit tersebut ditujukan agar bisa menjamin pembiayaan secara penuh untuk kesehatan mental di bawah Essentials Health Insurance Plan. Kementerian Kesehatan Peru juga mencoba meredam kekhawatiran yang bisa mengarah pada pelanggaran kebebasan sipil, contohnya memaksa para transgender agar terapi.

Boluarte adalah mantan anggota partai Marxist-Leninist Free yang menduduki kursi orang nomor satu di Peru pada Desember 2022. Dia mencatatakan diri dalam sejarah sebagai presiden perempuan pertama Peru. Boluarte menekankan konservatif sosial, dan konservatif pada Kongres Peru. Anggota parlemen Peru sudah menghapus ideologi gender dan merujuk pada kesetaraan gender yang dimulai dari buku-buku sekolah.

Para aktivis LGBT resah dengan keputusan Presiden Peru ini yang melabeli transgender sebagai orang-orang dengan penyakit mental. Jheinser Pacaya, Direktur OutFest Peru, mengatakan homoseksualitas sudah bertahun-tahun mengalami dekriminalisasi. Keputusan Peru mengkategorikan transgender sebagai penyakit mental memperlihatkan Lima tidak melakukan hal yang lebih bagi kalangan transgender.

“Kami menuntut dan kami tidak akan tinggal diam hingga peraturan ini dicabut,” kata Pacaya.

Pada 2019, WHO menghapus kelainan identitas gender dari diagnosis manual global WHO. Akan tetapi, Asosiasi Psychiatric Amerika Serikat memasukkan gender dysphoria dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Badan Kesehatan Nasional Inggris menggambarkan gender dysphoria sebagai rasa tidak nyaman karena ketidak sesuaian antara jenis kelamin dan identitas gendernya. Gender dysphoria bukan penyakit mental, namun penderitanya bisa mengalami masalah kesehatan mental gara-gara gender dysphoria.

Advertising
Advertising

Sumber: RT.com

Pilihan editor: Kelompok Transgender Filipina dan Thailand Baku Hantam, Apa Penyebabnya?

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Berita terkait

Tak Seberat Olahraga Lari tapi Manfaat Jogging Tak Kalah Penting bagi Fisik dan Mental

2 hari lalu

Tak Seberat Olahraga Lari tapi Manfaat Jogging Tak Kalah Penting bagi Fisik dan Mental

Jogging bermanfaat bagi kesehatan, seperti meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga berat badan ideal, serta memperkuat otot dan tulang.

Baca Selengkapnya

5 Manfaat Silent Walking atau Berjalan dalam Keheningan

4 hari lalu

5 Manfaat Silent Walking atau Berjalan dalam Keheningan

Silent walking dapat membantu memicu ide-ide baru dan menjernihkan pikiran setelah berada di bawah tekanan.

Baca Selengkapnya

Tak Cuma Fisik, Cek Manfaat Lari bagi Kesehatan Mental

4 hari lalu

Tak Cuma Fisik, Cek Manfaat Lari bagi Kesehatan Mental

Olahraga lari memberi banyak manfaat baik bagi kesehatan fisik dan mental serta bisa dilakukan di berbagai area. Berikut manfaatnya.

Baca Selengkapnya

INALAC Business Forum di Peru Raup Transaksi Rp16.2 Triliun

4 hari lalu

INALAC Business Forum di Peru Raup Transaksi Rp16.2 Triliun

Selama tiga hari berlangsungnya INALAC Business Forum di Peru, 11-13 September 2024, terjadi transaksi bisnis senilai Rp16.2 Triliun

Baca Selengkapnya

Indonesia dan Peru Dorong Penyelesaian Perjanjian Perdagangan Bebas IP-CEPA

4 hari lalu

Indonesia dan Peru Dorong Penyelesaian Perjanjian Perdagangan Bebas IP-CEPA

Indonesia dan Peru sepakat untuk mendorong percepatan penyelesaian perundingan Perjanjian Perdagangan dan Ekonomi Komprehensif kedua negara

Baca Selengkapnya

Eks Presiden Peru Alberto Fujimori Meninggal, Pernah Dipenjara karena Kasus HAM

7 hari lalu

Eks Presiden Peru Alberto Fujimori Meninggal, Pernah Dipenjara karena Kasus HAM

Alberto Fujimori meninggal di usia 86 tahun. Ia sempat ingin maju lagi dalam bursa calon presiden Peru 2026.

Baca Selengkapnya

Kementerian Luar Negeri dan KBRI Lima Promosi Budaya di Peru

9 hari lalu

Kementerian Luar Negeri dan KBRI Lima Promosi Budaya di Peru

Para pengunjung antusias menyaksikan berbagai pertunjukan seni dan budaya Indonesia, mulai dari tarian tradisional hingga parade pakaian adat

Baca Selengkapnya

Saran Psikolog untuk Bantu Rekan Kerja yang Stres agar Tak Bunuh Diri

9 hari lalu

Saran Psikolog untuk Bantu Rekan Kerja yang Stres agar Tak Bunuh Diri

Rekan kerja yang melihat rekan lain sedang menghadapi masalah berat bisa dibantu dengan mengamati lingkungan sekitar untuk mencegahnya bunuh diri.

Baca Selengkapnya

Dinilai Berbahaya, Australia akan Larang Media Sosial untuk Anak-anak

9 hari lalu

Dinilai Berbahaya, Australia akan Larang Media Sosial untuk Anak-anak

Pemerintah Australia akan memperkenalkan undang-undang yang melarang anak-anak menggunakan platform media sosial.

Baca Selengkapnya

Penyebab Kebanyakan Pelancong Malas Membongkar Koper Sepulang Liburan

9 hari lalu

Penyebab Kebanyakan Pelancong Malas Membongkar Koper Sepulang Liburan

Ada dua tipe orang setelah liburan, yakni mereka yang langsung bongkar koper dan mereka yang suka menundanya. Kelompok terakhir ini lebih banyak.

Baca Selengkapnya