Prabowo Sebut Demokrasi Sangat Melelahkan, Disorot Lagi oleh Media Asing
Reporter
Tempo.co
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 5 Maret 2024 14:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan calon presiden RI Prabowo Subianto kembali disorot oleh media asing. Media yang berbasis di London, Reuters, mengungkap pernyataan Prabowo ini dalam artikel berjudul "Indonesia's Presumed President Prabowo Vows Smooth Transition, Pushes Privatisation."
Di dalam artikel itu antara lain ditulis tentang pernyataan Prabowo dalam pertemuan dengan investor, Selasa, 5 Maret 2024. Ia menjanjikan peralihan kekuasaan yang "sangat lancar" pada akhir tahun ini dan membuka pintu bagi privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara sambil tetap mempertahankan kendali pemerintah atas sektor-sektor ekonomi utama.
Dalam pidato yang berlangsung selama satu jam itu, Prabowo mengatakan tak puas dengan demokrasi di Indonesia, tanpa menjelaskan lebih lanjut. "Izinkan saya membuktikan, bersaksi bahwa demokrasi itu sungguh sangat-sangat melelahkan. Demokrasi itu sangat-sangat berantakan, demokrasi itu sangat-sangat memakan biaya," tuturnya. “Ada banyak ruang untuk perbaikan.”
Sebelum pernyataan Prabowo di forum investasi, media asal Singapura, Channel News Asia telah menulis analisis tentang nasib demokrasi Indonesia di masa depan. Channel News Asia memaparkan pendapat pengamat kajian politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch, Australia, Ian Wilson. Ia menulis soal Prabowo dan demokrasi di Indonesia dalam opini berjudul "An Election to End All Election?"
Artikelnya pertama kali dirilis di situs Fulcrum pada Selasa, 31 Januari 2024. Situs ini terafiliasi dengan lembaga think tank ISEAS, Yusof Ishak Institute.
Wilson mengawali tulisannya dengan mengutip percakapan antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto saat debat calon presiden pertama pada 12 Desember 2023. Anies mengatakan bahwa masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi di Indonesia.
Prabowo menanggapi dengan penuh semangat. “Jika demokrasi gagal, maka hal itu akan terjadi. mustahil bagimu untuk menjadi gubernur!” kata Prabowo.
<!--more-->
Menurut Wilson, meskipun beberapa pihak menafsirkan pernyataan Prabowo sebagai pembelaan terhadap sistem pemilu di Indonesia, namun sejak lama menteri pertahanan ini menolak pemilu langsung karena disebut produk impor.
"Dengan latar belakang kemunduran demokrasi di bawah pemerintahan Joko Widodo, situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana demokrasi elektoral akan berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo," kata Ian Wilson.
Ia menulis bahwa Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo, menolak apa yang diklaim sebagai arah reformasi liberal-demokratis setelah 1998. Gerindra menganjurkan Indonesia kembali ke UUD 1945 yang asli.
"Hal ini berarti pembatalan amandemen konstitusi yang dibuat antara tahun 1999 hingga 2002 yang mendukung pemilu demokratis, perlindungan hak asasi manusia, dan batasan masa jabatan presiden (dua periode lima tahun)," ujar Wilson.
Wilson melanjutkan dalam artikelnya, bahwa Prabowo memimpin koalisi parlemen multi-partai pada 2014 yang mengesahkan RUU Pemilu yang mengembalikan situasi sebelum 2005. Kepala daerah termasuk gubernur diangkat oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Setelah mendapat reaksi keras dari masyarakat, termasuk intervensi presiden saat itu yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, akhirnya RUU itu dibatalkan. SBY, pada bulan-bulan terakhir masa jabatannya, mengeluarkan dua dekrit yang membatalkan upaya kudeta legislatif tersebut.
REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA
Pilihan editor: Partai Sekutu Imran Khan Tak Penuhi Syarat Masuk Parlemen Pakistan