Dunia Tuntut Penyelidikan Tentara Israel yang Tembaki Warga Gaza Antre Bantuan
Reporter
Tempo.co
Editor
Sita Planasari
Sabtu, 2 Maret 2024 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tekanan meningkat terhadap Israel pada Jumat atas kematian ratusan warga Palestina yang sedang mengantre untuk mendapatkan bantuan di utara Gaza.
Sejumlah negara mendukung seruan PBB untuk melakukan penyelidikan atas serangan pada Kamis ketika tank Israel menembaki kerumunan warga Palestina yang kelaparan dan tengah menanti konvoi truk berisi makanan.
Otoritas kesehatan Gaza mengatakan pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 112 orang dan melukai lebih dari 780 lainnya, saat mereka mencoba mencapai konvoi bantuan di dekat Kota Gaza pada Kamis pagi.
Ratusan ribu warga Palestina di utara Gaza mengalami kelaparan setelah blokade Israel hampir lima bulan sejak 7 Oktober.
Israel menyalahkan sebagian besar kematian tersebut karena massa berkerumun di sekitar truk bantuan. Mereka menuding sebagian besar korban tewas karena terinjak atau tertabrak truk.
Kendati demikian, seorang pejabat Israel mengakui bahwa pasukannya menembaki warga Palestina yang mereka rasa merupakan ancaman.
Prancis dan Jerman mendukung seruan penyelidikan internasional. India mengatakan pihaknya “sangat terkejut” atas kematian tersebut dan Brasil mengatakan insiden tersebut melampaui “batas etika atau hukum”
Afrika Selatan, yang telah membawa kasus genosida terhadap Israel ke Mahkamah Internasional, mengutuk kematian tersebut.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyuarakan “kemarahan mendalam” dan “kecaman paling keras atas penembakan ini”. Jerman mengatakan "tentara Israel harus menjelaskan sepenuhnya bagaimana kepanikan massal dan penembakan bisa terjadi."
Sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, juga mendesak dilakukannya penyelidikan menyeluruh, dengan mengatakan bahwa insiden tersebut menunjukkan perlunya “perluasan bantuan kemanusiaan untuk mencapai Gaza”.
Di Israel, menteri keamanan ultra-sayap kanan Itamar Ben-Gvir mendesak “dukungan penuh” kepada tentara Israel yang “bertindak sangat baik melawan massa Gaza yang mencoba menyakiti mereka”.
Namun, sebuah opini di situs berita online N12 mengatakan bahwa insiden tersebut menunjukkan kurangnya pemerintahan sipil atau supremasi hukum di Gaza, dan hal ini "dapat menempatkan Israel dalam posisi yang sulit dalam hal legitimasi untuk melanjutkan pertempuran".
Seorang kolumnis di surat kabar harian terbesar Yedioth Ahronoth mengatakan insiden itu akan "menciptakan titik balik dalam perang" dan dapat "menimbulkan tekanan internasional yang tidak dapat dilawan oleh Israel, termasuk dari Gedung Putih," katanya.
<!--more-->
PENGIRIMAN BANTUAN
Bencana kemanusiaan sedang terjadi di Jalur Gaza, khususnya di bagian utara, setelah hampir lima bulan serangan udara dan darat Israel yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah kantong pantai yang padat penduduk dan mendorongnya ke ambang kelaparan.
Hal ini diperburuk dengan blokade total Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke wilayah itu. Berdasar catatan sejumlah pihak, sejak keputusan sementara Mahkamah Internasional (ICJ) agar Israel tidak menghalangi bantuan kemanusiaan, hanya 10 persen dari kebutuhan harian warga Gaza yang diizinkan masuk.
Dengan banyaknya orang yang memakan pakan ternak dan bahkan kaktus untuk bertahan hidup, dan para petugas medis mengatakan anak-anak sekarat di rumah sakit karena kekurangan gizi dan dehidrasi, PBB mengatakan mereka menghadapi “hambatan besar” dalam mendapatkan bantuan.
Badan kemanusiaan PBB, OCHA, mengatakan hambatan yang dihadapi termasuk “penutupan jalan raya oleh Israel, pembatasan pergerakan dan komunikasi, prosedur pemeriksaan yang sulit, kerusuhan, jalan rusak, dan persenjataan yang tidak meledak.”
Pekan lalu, PBB mengatakan aliran bantuan ke Gaza semakin berkurang dan semakin sulit mendistribusikan bantuan di wilayah tersebut karena buruknya keamanan, dengan sebagian besar penduduk dikurung di kamp-kamp darurat.
Israel mengatakan tidak ada batasan bantuan kemanusiaan di Gaza dan mengatakan jumlah dan kecepatan pengiriman bergantung pada PBB.
Militer Israel mengatakan pengiriman pada Kamis itu dilakukan oleh kontraktor swasta sebagai bagian dari operasi bantuan yang telah mereka awasi selama empat hari sebelumnya.
Juru bicara OCHA Jens Laerke mengatakan pengiriman tersebut dilakukan tanpa koordinasi dengan PBB.
Serangan Israel telah menghancurkan pemerintahan Hamas yang sebelumnya mengelola Gaza dan membuat polisi kota tidak berdaya. Sementara pekerjaan badan utama PBB yang beroperasi di daerah kantong tersebut (UNRWA) terhambat oleh tuduhan Israel bahwa mereka terlibat dalam serangan 7 Oktober, yang mereka bantah.
“Pembantaian tragis ini, demikian beberapa orang menyebutnya, merupakan ilustrasi mengapa UNRWA perlu mendistribusikan bantuan di Gaza untuk mencegah kelaparan massal, yang sudah dimulai,” kata Chris Gunness, mantan juru bicara UNRWA.
“Ini adalah gambaran bahwa Anda tidak bisa menyerahkan perlindungan warga Palestina di Gaza dalam hal ketahanan pangan kepada Israel,” tambahnya.
Serangan Hamas pada 7 Oktober menewaskan 1.140 orang, dan menyebabkan 253 sandera, menurut penghitungan Israel.
Kampanye militer Israel telah menewaskan lebih dari 30.200 warga Palestina di Gaza, kata otoritas kesehatan di daerah kantong yang dikelola Hamas.
Dengan bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza, banyak negara telah mendesak gencatan senjata. Namun, Presiden AS Joe Biden mengatakan insiden Kamis ini akan mempersulit perundingan untuk mencapai kesepakatan yang melibatkan gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Pilihan Editor: AS Kembali Veto Dewan Keamanan PBB yang Kecam Israel atas Pembantaian Antrean Warga Gaza
REUTERS