Taliban Buat 100 Perempuan Afghanistan Gagal Kuliah di UEA, Gender Apartheid?

Reporter

Tempo.co

Jumat, 25 Agustus 2023 18:50 WIB

Mahasiswi Afghanistan berjalan di dekat Universitas Kabul di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban dikenal memperlakukan perempuan sebagai warga negara kelas dua, dan hampir tidak memiliki representasi di negara tersebut. REUTERS/Ali Khara

TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan konglomerat yang berbasis di Dubai, Khalaf Ahmad Al Habtoor, mengatakan otoritas Taliban di Afghanistan telah melarang sekitar 100 perempuan untuk pergi ke Uni Emirat Arab. Mereka akan mendapatkan beasiswa yang disponsori oleh Al Habtoor.

Khalaf Ahmad Al Habtoor, ketua pendiri Al Habtoor Group, mengatakan dalam sebuah video yang diposting di platform media sosial X pada Rabu, 24 Agustus 2023, bahwa ia berencana mensponsori para siswi untuk kuliah di Uni Emirat Arab. Dia juga telah menyewa sebuah pesawat yang akan menerbangkan mereka pada Rabu pagi. Namun rencana itu gagal.

“Pemerintah Taliban menolak mengizinkan anak-anak perempuan yang datang untuk belajar di sini, seratus anak perempuan yang saya sponsori, mereka menolak untuk naik pesawat. Kami sudah membayar biaya pesawatnya, kami sudah mengatur segalanya untuk mereka di sini, akomodasi, pendidikan, keamanan transportasi,” ujarnya dalam video tersebut.

Juru bicara pemerintahan Taliban dan kementerian luar negeri Afghanistan tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters.

Al Habtoor menyertakan audio dari salah satu pelajar Afghanistan. Dalam rekaman suara itu, dia mengatakan bahwa dia ditemani oleh pendamping laki-laki. Meski demikian, otoritas bandara di Kabul tetap melarangnya pergi dan perempuan lainnya untuk naik ke pesawat.

Advertising
Advertising

Pemerintahan Taliban telah menutup universitas dan sekolah menengah atas bagi pelajar perempuan Afghanistan. Mereka mengizinkan warga Afghanistan meninggalkan negaranya. Biasanya perempuan Afghanistan yang melakukan perjalanan jarak jauh dan ke luar negeri harus didampingi oleh pendamping laki-laki, seperti suami, ayah, atau saudara laki-laki mereka.<!--more-->

PBB sebut Taliban lakukan gender apartheid

Seorang pakar PBB, Senin, 19 Juni 2023, mengatakan bahwa perlakuan terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan oleh Taliban bisa menjadi "apartheid gender" karena hak-hak mereka terus dilanggar secara serius oleh otoritas de facto negara itu.

“Diskriminasi yang parah, sistematis, dan terlembagakan terhadap perempuan dan anak perempuan merupakan inti dari ideologi dan aturan Taliban, yang juga menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin bertanggung jawab atas apartheid gender,” Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Afghanistan, Richard Bennett, kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa.

PBB mendefinisikan apartheid gender sebagai "diskriminasi seksual ekonomi dan sosial terhadap individu karena gender atau jenis kelamin mereka".

"Kami telah menunjukkan perlunya eksplorasi lebih lanjut tentang apartheid gender, yang saat ini bukan merupakan kejahatan internasional, tetapi bisa menjadi demikian," kata Bennett kepada wartawan di sela-sela Dewan.

"Tampaknya jika seseorang menerapkan definisi apartheid, yang saat ini untuk ras, pada situasi di Afghanistan dan menggunakan seks daripada ras, maka tampaknya ada indikasi kuat yang mengarah ke sana."<!--more-->

Peraturan Taliban terus batasi hak perempuan

Berbagai macam peraturan Taliban yang dikeluarkan sejak mereka berkuasa di Afghanistan pada bulan Agustus 2021 telah secara serius membatasi hak-hak perempuan dan gadis-gadis serta menyempitkan setiap aspek kehidupan mereka, kata para pakar PBB seperti dikutip United Nations Human Rights.

"Perempuan dan gadis di Afghanistan mengalami diskriminasi yang parah yang mungkin dianggap sebagai penganiayaan gender - kejahatan terhadap kemanusiaan - dan dapat dikarakterisasi sebagai apartheid gender, karena pihak berwenang de facto terlihat mengatur dengan diskriminasi sistemik dengan tujuan untuk memperhamba perempuan dan gadis menjadi penghamba total," kata para pakar.

Dalam laporan bersama oleh Pelapor Khusus tentang situasi hak asasi manusia di Afghanistan dan Kelompok Kerja tentang diskriminasi terhadap perempuan dan gadis yang disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, para pakar Richard Bennett dan Dorothy Estrada-Tanck mengatakan penderitaan perempuan dan gadis di negara itu adalah yang terburuk di dunia.

Laporan tersebut menyerukan kepada pihak berwenang de facto untuk menghormati dan mengembalikan hak asasi manusia perempuan dan gadis serta mendesak perhatian yang lebih besar dari masyarakat internasional dan PBB terhadap diskriminasi yang meluas terhadap perempuan dan gadis di Afghanistan.

Para pakar PBB melakukan perjalanan ke Afghanistan dari 27 April hingga 4 Mei dan mengunjungi Kabul dan Mazar-e-Sharif. Mereka bertemu dengan perempuan dan laki-laki Afghanistan di berbagai sektor, perwakilan lembaga PBB, LSM internasional, dan pejabat de facto di tingkat pusat dan provinsi.<!--more-->

Berbagai larangan Taliban ke perempuan

Di Afghanistan saat ini, gadis dan perempuan dilarang melanjutkan pendidikan setelah tingkat dasar, dilarang bekerja di luar rumah di sebagian besar sektor, dilarang mengakses bak mandi umum, taman, dan pusat kebugaran, serta berpindah bebas di seluruh negara. Aturan ketat tentang "hijab yang pantas", yang berarti mengenakan pakaian hitam longgar dengan penutup wajah, atau tidak boleh keluar rumah tanpa alasan, dan kebijakan wajib memiliki mahram (wali laki-laki) menambah lingkungan pengendalian di mana sulit bagi perempuan dan gadis untuk bergerak bebas di luar rumah, demikian laporan para pakar.

Para pakar PBB mengungkapkan kekhawatiran serius tentang ketiadaan perlindungan hukum bagi perempuan dan gadis, serta normalisasi diskriminasi dan kekerasan terhadap mereka.

"Perempuan dan gadis tidak memiliki akses keadilan, dan akses mereka terhadap pengacara perempuan sangat terbatas, yang tidak diberikan lisensi seperti rekan-rekan pria mereka," kata mereka.

DEWI RINA CAHYANI | IDA ROSDALINA

Pilihan Editor: Anwar Ibrahim Dikeluhkan Kelompok LGBTQ Malaysia, Diduga Karena Alasan Personal

Berita terkait

Banjir Musnahkan Desa-desa di Afghanistan, Korban Tewas Jadi 315 Orang

1 hari lalu

Banjir Musnahkan Desa-desa di Afghanistan, Korban Tewas Jadi 315 Orang

Afghanistan dilanda banjir parah yang menyapu desa-desa dan menyebabkan ribuan orang mengungsi.

Baca Selengkapnya

153 Orang Tewas akibat Banjir Bandang di Afghanistan

2 hari lalu

153 Orang Tewas akibat Banjir Bandang di Afghanistan

Korban tewas akibat banjir bandang dahsyat di Afghanistan utara telah meningkat menjadi 153 orang di tiga provinsi

Baca Selengkapnya

Penggunaan Alat Sadap oleh Lembaga Negara Berpotensi Melanggar Hak Asasi Manusia

6 hari lalu

Penggunaan Alat Sadap oleh Lembaga Negara Berpotensi Melanggar Hak Asasi Manusia

Penggunaan alat sadap oleh sejumlah lembaga negara antara lain Polri, Kejaksaan Agung, KPK, berpotensi melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

8 hari lalu

Retno Marsudi Soroti Kesenjangan Pembangunan Jadi Tantangan Terbesar OKI

Retno Marsudi menyoroti kesenjangan pembangunan sebagai tantangan besar yang dihadapi negara-negara anggota OKI

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

10 hari lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

10 hari lalu

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

Afganistan yang terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah menawarkan banyak hal untuk dijelajahi, misalnya situs bersejarah dan budaya.

Baca Selengkapnya

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

10 hari lalu

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Afganistan meningkat. Turis asing paling banyak berasal dari Cina.

Baca Selengkapnya

Civitas Academica Universitas di Iran Adakan Unjuk Rasa Pro-Palestina

14 hari lalu

Civitas Academica Universitas di Iran Adakan Unjuk Rasa Pro-Palestina

Para mahasiswa, dosen dan staf di berbagai universitas di Iran mengadakan unjuk rasa pro-Palestina di masing-masing kampus.

Baca Selengkapnya

Alasan Militer Korea Selatan Bakal Larang Penggunaan iPhone dan Apple Watch

16 hari lalu

Alasan Militer Korea Selatan Bakal Larang Penggunaan iPhone dan Apple Watch

Militer Korea Selatan melarang anggotanya menggunakan iPhone bahkan Apple Watch. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Australia Luncurkan Fase Baru Program Investing in Women

19 hari lalu

Australia Luncurkan Fase Baru Program Investing in Women

Program Investing in Women adalah inisiatif Pemerintah Australia yang akan fokus pada percepatan pemberdayaan ekonomi perempuan di Indonesia

Baca Selengkapnya