TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok queer dan hak asasi Malaysia mengatakan bahwa komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ) menghadapi pengawasan dan diskriminasi yang semakin meningkat di bawah pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, meskipun pemimpin oposisi lama itu memiliki reputasi sebagai reformis progresif.
"Ada harapan ketika Anwar Ibrahim berkuasa bahwa agenda reformasi akan meresap sampai batas tertentu," kata Dhia Rezki Rohaizad, wakil presiden JEJAKA, sebuah organisasi yang mendukung laki-laki gay, biseksual dan queer kepada Reuters, yang disiarkan Senin, 21 Agustus 2023.
Posisi Anwar di bawah tekanan
Analis mengatakan Anwar, yang menjabat setelah pemilihan umum November, berada di bawah tekanan untuk meningkatkan kepercayaan di antara mayoritas Muslim dalam menghadapi oposisi ultra-konservatif yang semakin populer dan terus mendapatkan lebih banyak landasan politik sejak pemungutan suara.
Diduga untuk karena alasan personal
Beberapa analis mengatakan sikap tanpa kompromi Anwar terhadap hak LGBTQ berasal dari keinginan untuk menghilangkan keraguan tentang seksualitasnya sendiri yang muncul setelah dia dipenjara selama hampir satu dekade karena tuduhan sodomi. Anwar berulang kali mengatakan tuduhan itu dibuat-buat dan bermotif politik, tetapi beberapa lawan politik masih mempertanyakan nilai-nilai Islamnya.
Aktivis mengatakan pelecehan online dan ancaman pembunuhan terhadap queer Malaysia merajalela di media sosial, sementara polisi yang menyamar sering menghadiri acara LGBTQ. Banyak kelompok sekarang memastikan ada pengacara di acara ini jika terjadi penggerebekan.
Thilaga Sulathireh, pendiri kelompok advokasi LGBTQ, Justice for Sisters, mengatakan penolakan pemerintah terhadap queer Malaysia sama saja dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Justice for Sisters menerima lebih banyak pertanyaan dari LGBTQ Malaysia yang mencari suaka di negara lain, kata mereka, menambahkan bahwa komunitas juga semakin mengadopsi sensor diri untuk tetap berada di bawah radar.
Waria Carmen Rose mengatakan dia membatalkan pertunjukan tahun ini, takut akan tindakan keras lainnya. Dia sesekali tampil di negara tetangga Singapura, dan sekarang sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan Malaysia.
"Ini bukan saya melarikan diri. Saya hanya lelah dan saya juga harus memikirkan diri sendiri dan kebahagiaan saya sendiri," ujarnya. "Mereka melihat kami sebagai penyimpangan seksual atau pendosa."