Sepak Terjang Taliban dan Politik Tradisionalisme-Puritanisme yang Dianutnya
Reporter
Tempo.co
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 17 Agustus 2023 07:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dua hari lalu, tepatnya Selasa, 15 Agustus 2023 menjadi penanda 2 tahun Taliban menguasai Afghanistan. Berikut sepak terjang dan politik yang dianut Taliban.
Sejak Agustus 2021 lalu, Afghanistan telah dikuasai oleh sebuah kelompok bernama Taliban. Sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, Amerika Serikat dengan Presiden yang silih berganti terus menaruh perhatian khusus pada kelompok ini.
Bagaimanakah sepak terjangnya dan apa politik yang dianut Taliban?
Sejarah Berdirinya Taliban
Dilansir dari Britannica, Taliban atau disebut juga Taleban merupakan faksi politik dan agama ultrakonservatif yang muncul di Afghanistan pada pertengahan 1990-an. Kemunculan mereka ditandai setelah penarikan pasukan Soviet, runtuhnya rezim komunis Afghanistan, dan gangguan berikutnya dalam tatanan sipil.
Kelompok ini dimulai sebagai kekuatan kecil pelajar dan cendekiawan agama Afghanistan yang berusaha untuk menghadapi kejahatan dan korupsi. Maka tak heran jika Taliban (dalam bahasa Pashtun atau Persia, lebn berarti "Siswa") merupakan nama untuk kelompok ini.
Taliban muncul setelah Perang Afghanistan (1978–1992). Pemerintahan baru Afghanistan gagal membangun ketertiban sipil di luar Kabul, dan sebagian besar negara itu sering menjadi sasaran pemerasan dan penyerangan dari milisi dan panglima perang setempat.
Menghadapi pemindahan massal selama perang, banyak warga Afghanistan menemukan solidaritas dalam retorika agama perlawanan mujahidin dan kesempatan di sekolah-sekolah ilmu Islam (disebut madrasah) di Afghanistan selatan dan Pakistan utara.
Kemudian pada 1994, sekelompok mantan pejuang, terkait dengan sebuah madrasah di sebuah desa di provinsi Kandahar, berhasil menaklukkan seorang panglima perang setempat dan mulai mengamankan daerah terdekat.
Faksi tersebut mendapat dukungan rakyat dengan janji keamanan dan semangat religiusnya, dan berkembang dengan cepat menjadi gerakan yang sekarang dikenal sebagai Taliban. Menjelang akhir 1996, Taliban telah merebut ibu kota, Kabul, dan memperoleh kendali efektif atas sekitar dua pertiga negara.
Kendati demikian, Taliban menghadapi perlawanan yang signifikan, terutama setelah menegaskan interpretasi hukum dan ketertibannya sendiri.
Politik yang Dianut
Masih menurut Britannica, Taliban menggabungkan ideologi agama yang ketat sebagai campuran tradisionalisme Deobandi dan puritanisme Wahhabi dengan kode sosial Pashtun konservatif (Pashtunwali) untuk menciptakan rezim yang represif secara brutal.
Kebijakannya termasuk pengecualian hampir seluruh perempuan dari kehidupan publik (termasuk pekerjaan dan pendidikan), penghancuran sistematis peninggalan seni non-Islam (seperti yang terjadi di kota Bamiyan), dan penerapan hukuman pidana yang keras. Perlawanan terutama diucapkan di antara kelompok etnis non-Pashtun yaitu Tajik, Uzbekistan, dan Hazara di bagian utara, barat, dan tengah negara itu, yang melihat kekuatan Taliban yang didominasi Pashtun sebagai kelanjutan dari hegemoni Pashtun tradisional negara.
Selanjutnya: Pada 2001, Taliban menguasai...
<!--more-->
Pada 2001, Taliban menguasai nyaris seluruh wilayah negaranya kecuali sebagian kecil Afghanistan utara. Dan di antara sekian banyak negara, hanya Arab Saudi, Pakistan, dan Uni Emirat Arab yang pernah resmi mengakui rezim tersebut. Namun pada tahun tersebut juga, Amerika dengan cepat menggulingkan pemerintah Taliban, yang dituding menyembunyikan teroris al-Qaeda dan bertanggung jawab atas serangan teroris 9/11 di AS.
Menguasai Afghanistan
Pada Minggu, 15 Agustus 2021, Para gerilyawan Taliban mengambilalih Istana Kepresidenan Afghanistan di Kabul setelah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah negara itu hanya dalam tempo seminggu.
Jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban bukan hal yang mengejutkan. Mereka memiliki pepatah yang ditujukan kepada pasukan asing dan pasukan pemerintah:
"Kalian memiliki arloji. Kami memiliki waktu. Kami lahir di sini. Kami pun akan mati di sini. Kami tidak akan kemana-mana."
Koalisi negara-negara Barat termasuk Australia, menurut analis ABC News Stan Grant, sebenarnya memerangi musuh (Taliban) yang "tak akan mati". Musuh yang tidak punya tempat lain untuk dituju.
Pepatah ini terbukti. Pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat yang menduduki negara itu sejak 2001, pada 2021 lalu beramai-ramai keluar dari Afghanistan.
Begitu pula dengan Presiden Ashraf Ghani beserta jajaran pemerintahannya, termasuk para politisi telah meninggalkan Kabul sebelum pasukan Taliban tiba.
Pejuang Taliban menguasai sebagian besar ibukota dalam semalam, hanya menghadapi sedikit perlawanan dari Tentara Nasional Afghanistan.
Sejak menguasai negara tersebut, Taliban memiliki sejumlah peraturan yang disebut mengekang perempuan. Yang terbaru, mereka telah memerintahkan salon kecantikan ditutup dalam waktu satu bulan. Penutupan salon kecantikan ini merupakan kebijakan terbaru yang kian membatasi akses perempuan ke tempat umum di Afghanistan.
"Batas waktu penutupan salon kecantikan untuk wanita adalah satu bulan," kata Mohammad Sadiq Akif, juru bicara Kementerian Pencegahan Kejahatan dan Penyebaran Kebajikan, Selasa, 4 Juli 2023. Ia mengacu pada pemberitahuan dari kementerian.
Sebelumnya, Pemimpin tertinggi Taliban mengklaim bahwa pemerintahnya telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kehidupan perempuan Afganistan. Perempuan dibatasi di hadapan publik, dalam pekerjaan dan juga pendidikan anak.
Pernyataan Hibatullah Akhundzada itu disampaikan menjelang hari raya Idul Adha lalu di Afganistan dan negara Islam lainnya. Namun di sisi lain, seorang pakar PBB pada Senin, 19 Juni 2023, mengatakan bahwa perlakuan terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan oleh Taliban bisa menjadi "apartheid gender" karena hak-hak mereka terus dilanggar secara serius oleh otoritas de facto negara itu.
DANAR TRIVASYA FIKRI | TIM TEMPO
Pilihan editor: Taliban Berkuasa, Toko Buku di Afghanistan Banyak yang Bangkrut