Duta Besar Sudan untuk Indonesia Pastikan Konflik yang Terjadi bukan Perang Saudara

Kamis, 4 Mei 2023 08:00 WIB

Duta Besar Sudan untuk Indonesia Yassir Mohamed Ali (keempat dari kanan) pada Rabu, 3 Mei 2023, di rumah dinasnya di Kuningan memberikan keterangan pers terkait kondisi Sudan terkini. Sumber: Fatima/Tempo

TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Sudan untuk Indonesia Yassir Mohamed Ali pada Rabu, 3 Mei 2023, memastikan pihaknya rutin melakukan kontak dengan pemerintah Indonesia terkait konflik di Sudan. Mohamed Ali bahkan rencananya akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi untuk melaporkan perkembangan terakhir mengenai konflik ini.

"Saya juga akan meminta bantuan dari perbatasan dan forum internasional terkait situasi di Sudan. Kami berharap dapat segera bertemu dengan Menteri Kesehatan (Budi Gunadi Sadikin) dan berusaha mencari dukungan dari saudara-saudara kami," kata Duta Besar Mohamed Ali dalam acara jumpa pers di rumah dinasnya di Kuningan, Jakarta.

Duta Besar Mohamed Ali sangat berharap ada bantuan kemanusiaan lain, mengingat rumah sakit di Ibu Kota Khartoum banyak yang hancur. Dia mengakui Sudan telah menerima beberapa dukungan dan bantuan dari sejumlah negara, namun bantuan masih tetap diperlukan.

Advertising
Advertising

"Kami juga sudah menerima beberapa dukungan dari beberapa negara, di antaranya dari Oman dan Mesir," ujarnya.

Terkait upaya penyelesaian konflik, Duta Besar Mohamed Ali menyebut kelompok Pasukan Pendukung Cepat (RSF) tidak mau duduk bersama dengan pemerintah. RSF hanya memiliki dua pilihan, yakni terus mempersenjatai diri dan menyerah atau harus menghadapi segala konsekuensi.

Sudan bergolak ketika pada Sabtu pagi, 15 April 2023, meletup pemberontakan yang dilakukan oleh RSF, dalam upaya untuk merebut kekuasaan secara paksa, mereka secara terang-terangan menyerang sesama rekan di Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), di berbagai lokasi di ibu kota, Khartoum, dan kota-kota lainnya.

SAF berdasarkan tugas konstitusionalnya, bertanggung jawab secara nasional menjaga keamanan dan stabilitas di negara tersebut. Dengan begitu, SAF tidak memiliki pilihan selain membalas serangan tersebut dan mendesak keluar RSF dari semua kampnya di negara tersebut, setelah menghancurkan markas besar mereka.

Sekarang ini, RSF telah diusir dari markas SAF dan sekitarnya. Namun ada beberapa lokasi sensitif yang coba dikuasai RSF seperti Istana Repuplik Sudan, Bandara Internasional Khartoum, Radio Nasional dan Televisi Nasional. Ironisnya, semua lokasi ini dulunya dijaga bersama oleh pasukan SAF dan RSF.

RSF juga telah mengerahkan lebih dari empat puluh ribu pasukannya di ibu kota, dengan mobil SUV bersenjata lengkap mereka. Sekarang telah dipastikan setelah penghancuran semua sumber dukungan logistik dasar mereka, 85 persen pasukan RSF menyerah, melarikan diri atau dibunuh oleh tentara Sudan.

Oleh karena itu berdasarkan fakta tersebut, Mohamed Ali menilai tidak benar jika perang ini digambarkan sebagai perang saudara karena beberapa orang salah melihatnya. Ini lebih merupakan tindakan yang tak terhindarkan oleh SAF terhadap kelompok pemberontak bersenjata, yang memiliki upaya kudeta untuk merebut kekuasaan, dan mencoba membunuh kepala negara serta mengendalikan semua lokasi strategis di Khartoum (yang populasinya hampir 8 juta jiwa).

Serangan ofensif ini diduga direncanakan, dipersiapkan dan diatur dengan baik, tidak hanya oleh RSF yang memberontak, tetapi juga didukungan unsur asing, dalam konspirasi besar untuk mengepung kekuasaan dengan paksa di Sudan.

Kelompok RSF sekarang sudah kehilangan kekuasaan di beberapa lokasi, bahkan berada di posisi yang sangat putus asa. Akibatnya, mereka cenderung memperburuk situasi kemanusiaan, melalui taktik jahat, dengan menargetkan beberapa fasilitas dasar di ibu kota. Akibatnya, 69 persen rumah sakit tidak berfungsi, staf medis dievakuasi secara paksa, petugas di unit gawat darurat dan ambulans menjadi sasaran, di mana 19 tenaga kesehatan tewas - 9 di antaranya diculik. Bukan hanya itu, sejumlah apotek dijarah.

Beberapa rumah sakit dilaporkan digunakan oleh kelompok pemberontak sebagai pangkalan militer, setelah mengevakuasi paksa semua pasien, termasuk mereka yang berada dalam posisi kritis.
Karena pasokan kebutuhan dasar RSF tidak mencukupi, mereka menggeledah puluhan supermarket dan toko kelontong di sekitar Khartoum.

Pemberontakan melanggar gencatan senjata kemanusiaan sebanyak enam kali, dan sejumlah tempat diplomatik telah dilanggar, seperti kedutaan besar Uni Eropa, India, Indonesia, Malaysia, dan jalur diplomatik milik Kedutaan Besar Amerika Serikat. Pasukan pemberontak menjarah mobil CD kedutaan Indonesia, dan juga membunuh seorang atase administrasi kedutaan Mesir.

Dalam manifestasi lain, RSF diduga telah melakukan beberapa kekejaman. Salah satu yang terburuk di antaranya adalah merekrut anak-anak sebagai tentara. RSF dengan sumber dayanya yang besar, tidak pernah membangun satu sekolah pun di Darfur atau di mana pun di Sudan. Kelompok ini merekrut anak-anak dari keluarga miskin untuk didaftarkan sebagai tentara, yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap HAM.

Kementerian Luar Negeri Sudan telah mengeluarkan beberapa kecaman atas pelanggaran mencolok pada misi diplomatik, personel dan propertinya oleh RSF. Selanjutnya, SAF menegaskan kembali bahwa dalam operasi melawan RSF, SAF berkomitmen keras melakukan semua pengamatan yang diperlukan demi meminimalkan korban sipil, hancurnya properti pribadi dan publik. Operasi militer untuk menyatakan Khartoum benar-benar bebas dari kendali RSF mungkin akan memakan waktu beberapa hari.

Sudan, dalam perjuangannya melawan pemberontakan ini, telah mendapat dukungan dari Liga Arab, yang mengutuk penyerangan terhadap warga sipil, misi diplomatik dan rumah sakit, dan meminta RSF untuk mengecualikan rumah sakit dari operasi militer mereka. Pada konteks yang sama, Uni Afrika secara samar-samar menggambarkan apa yang terjadi di Sudan adalah masalah internal dan harus ditangani tanpa intervensi asing. Semua mediasi dan dukungan kemanusiaan harus dikoordinasikan dengan pemerintah Sudan.

Pilihan Editor: Seorang Mahasiswa Indonesia di Sudan Tak Mau Dievakuasi , Mengapa?

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Berita terkait

Anak Pemimpin Sudan Tewas dalam Kecelakaan di Turki

10 jam lalu

Anak Pemimpin Sudan Tewas dalam Kecelakaan di Turki

Anak panglima militer dan pemimpin de facto Sudan meninggal di rumah sakit setelah kecelakaan lalu lintas di Turki.

Baca Selengkapnya

8 Personel Militer Suriah Terluka dalam Serangan Israel di Damaskus

1 hari lalu

8 Personel Militer Suriah Terluka dalam Serangan Israel di Damaskus

Suriah mengatakan delapan personel militernya terluka akibat serangan Israel di sekitar ibu kota Damaskus.

Baca Selengkapnya

Duta Besar Achmad Ubaedillah Menjenguk WNI yang Ditahan di Penjara Brunei Darussalam

2 hari lalu

Duta Besar Achmad Ubaedillah Menjenguk WNI yang Ditahan di Penjara Brunei Darussalam

Duta Besar Achmad Ubaedillah mengunjungi tiga penjara di Maraburong dan Jerudong pada 30 April 2024. Di sana, dia menemui para tahanan WNI.

Baca Selengkapnya

75 Tahun Hubungan Diplomatik, India dan Indonesia Adakan Pameran dan Seminar Industri Pertahanan

3 hari lalu

75 Tahun Hubungan Diplomatik, India dan Indonesia Adakan Pameran dan Seminar Industri Pertahanan

Pameran sekaligus seminar Industri Pertahanan ini dalam rangka peringatan 75 tahun hubungan diplomatik India-Indonesia.

Baca Selengkapnya

2 WNI Dapat Penghargaan Bintang Jasa Musim Semi 2024 dari Jepang

4 hari lalu

2 WNI Dapat Penghargaan Bintang Jasa Musim Semi 2024 dari Jepang

2 WNI mendapat penganugerahan bintang jasa musim semi 2024 karena jasa-jasa mereka dalam memperkokoh hubungan Jepang dan Indonesia

Baca Selengkapnya

Spanyol Akan Kirim Rudal Patriot ke Ukraina

6 hari lalu

Spanyol Akan Kirim Rudal Patriot ke Ukraina

Kementerian Pertahanan Spanyol tidak mengungkap berapa banyak rudal patriot untuk Ukraina. Hanya menyebut rudal tiba beberapa hari ke depan.

Baca Selengkapnya

Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

7 hari lalu

Filipina Pastikan Belum Ada Kata Sepakat dengan Beijing soal Laut Cina Selatan

Filipina menyangkal klaim Beijing yang menyebut kedua negara telah mencapai kata sepakat terkait sengketa Laut Cina Selatan

Baca Selengkapnya

4 Fakta Lanud Soewondo yang Jadi Lokasi Konser Sheila on 7 di Medan

7 hari lalu

4 Fakta Lanud Soewondo yang Jadi Lokasi Konser Sheila on 7 di Medan

Konser Sheila on 7 akan digelar di lima kota termasuk Medan yang akan di langsungkan di Pangkalan Udara Seowondo, 14 September 2024

Baca Selengkapnya

Adik Kim Jong Un Umumkan Korea Utara sedang Bangun Militer Besar-besaran

10 hari lalu

Adik Kim Jong Un Umumkan Korea Utara sedang Bangun Militer Besar-besaran

Adik Kim Jong Un memastikan negaranya akan terus membangun kekuatan militer besar-besaran dan terkuat untuk melindungi kedaulatan dan perdamaian

Baca Selengkapnya

10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Indonesia Termasuk?

11 hari lalu

10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Indonesia Termasuk?

Ada 10 negara yang paling tidak aman di dunia dan tidak disarankan untuk berkunjung ke sana. Siapa saja?

Baca Selengkapnya