Alasan China Ingin Damaikan Rusia dan Ukraina, Ambisi Pendorong Perdamaian Global
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Selasa, 21 Maret 2023 13:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden China, Xi Jinping menyebut proposal Beijing ihwal solusi damai perang Rusia Ukraina mencerminkan pandangan global. Dia ingin mengedepankan netralitas, walau sadar apa yang diajukannya tidak mudah.
Xi Jinping menulis sebuah artikel di Rossiyskaya Gazeta. Dalam tulisannya itu, dia menyerukan "pragmatisme" di Ukraina. Beijing, pada bulan lalu, menerbitkan proposal penyelesaian konflik Ukraina. Xi Jinping mengatakan, 12 butir yang berada dalam makalah itu mewakili sebanyak mungkin kesatuan pandangan masyarakat dunia.
"Dokumen tersebut berfungsi sebagai faktor konstruktif dalam menetralkan konsekuensi krisis dan mempromosikan penyelesaian politik. Masalah yang kompleks tidak memiliki solusi yang sederhana,” kata Xi dikutip Reuters.
Xi Jinping Ingin Peran China sebagai Pendorong Perdamaian Global
Xi berusaha membuat China sebagai pendorong perdamaian global. Dia memproyeksikannya sebagai kekuatan besar yang bertanggung jawab. Beijing secara terbuka tetap netral dalam konflik Ukraina, sambil mengkritik sanksi Barat terhadap Rusia dan menegaskan kembali hubungan dekatnya dengan Moskow.
Resolusi damai untuk situasi di Ukraina, tulis Xi, juga akan "memastikan stabilitas produksi global dan rantai pasokan."
Dia menyerukan jalan keluar yang rasional dari krisis, yang akan "ditemukan jika setiap orang dipandu oleh konsep keamanan bersama, komprehensif, bersama dan berkelanjutan, dan melanjutkan dialog dan konsultasi dengan cara yang setara, bijaksana, dan pragmatis."
Kunjungan Xi ke Rusia Bagian dari Perdamaian Global<!--more-->
Menurut Xi, perjalanannya ke Rusia pada Senin, 20 Maret 2023 bertujuan untuk memperkuat persahabatan antara kedua negara, "kemitraan menyeluruh dan interaksi strategis", di dunia yang terancam oleh "tindakan hegemoni, despotisme, dan perundungan".
"Tidak ada model pemerintahan universal dan tidak ada tatanan dunia di mana kata yang menentukan adalah milik satu negara," tulis Xi. "Solidaritas global dan perdamaian tanpa perpecahan dan pergolakan adalah kepentingan bersama seluruh umat manusia."
China Damaikan Arab Saudi dan Iran
Sebelumnya, China menarik perhatian ketika berhasil mengajak Arab Saudi dan Iran duduk bersama dan akhirnya sepakat mengakhiri permusuhan pada Jumat pekan lalu. Kemenangan diplomatik itu terjadi ketika Washington mengecam keras China karena gagal mengutuk invasi Rusia.
Kedua negara musuh bebuyutan itu, sepakat membangun kembali hubungan setelah permusuhan bertahun-tahun. Kesepakatan itu diumumkan setelah empat hari pembicaraan yang sebelumnya dirahasiakan di Beijing antara pejabat tinggi keamanan dari dua kekuatan saingan Timur Tengah itu.
Ketegangan antara kedua negara proksi Sunni-Syiah itu telah mengancam stabilitas dan keamanan di Teluk, dan membantu memicu konflik di Timur Tengah dari Yaman hingga Suriah.
Teheran dan Riyadh setuju untuk melanjutkan hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan dalam waktu dua bulan, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Iran, Arab Saudi dan China.
"Perjanjian tersebut mencakup penegasan mereka atas penghormatan terhadap kedaulatan negara dan tidak mencampuri urusan dalam negeri," demikian kesepakatan itu.
Kesepakatan itu "meningkatkan kemampuan Beijing untuk memproyeksikan citra dirinya sebagai aktor konstruktif untuk perdamaian, yang akan membantu menangkis tuduhan dari Barat bahwa ia mendukung invasi Rusia di Ukraina," kata Amanda Hsiao, analis yang berbasis di Taipei untuk Kelompok Krisis Internasional.
Keputusan China untuk menengahi antara Iran dan Arab Saudi sangat disengaja, baik karena keduanya adalah kunci stabilitas regional, dan untuk kesempatan untuk "menyodok" Washington, kata Yitzhak Shichor, profesor ilmu politik dan studi Asia di Universitas Israel dari Haifa.
DANIEL A.FAJRI | SITA PLANASARI
Pilihan Editor: Respons Dunia Internasional atas Pemulihan Hubungan Diplomatik Arab Saudi dan Iran