Dalih Asia Tenggara Sambut Turis China: dari Anti-Diskriminasi sampai Kekebalan Tinggi
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Sabtu, 7 Januari 2023 08:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebelas negara di Asia Tenggara dengan tangan terbuka menyambut ledakan kunjungan turis China di tengah kekhawatiran tsunami kasus Covid-19 di negara itu yang membuat Eropa, Australia, AS dan India melakukan pembatasan ketat pada pendatang dari Tiongkok.
Bisnis pariwisata Asia Tenggara akan menjadi penerima manfaat utama dari pencabutan larangan perjalanan China karena mereka tidak mewajibkan tes Covid-19 sebelum masuk yang diberlakukan Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat pada pendatang dari China.
Bahkan ketika virus itu menyerang negara dengan 1,4 miliar penduduknya, ekonomi terbesar kedua di dunia itu membuka perbatasannya mulai Minggu besok, 8 Januari 2023. Langkah ini akan membuat jutaan warga China, yang selama tiga tahun terkurung pembatasan ketat, berhamburan ke luar negeri.
Turis China dipastikan akan memanfaatkan kemudahan yang disuguhkan negara-negara Asia Tenggara, kata ekonom CIMB Song Seng Wun, seperti dikutip Reuters.
"Semakin sibuk bandara regional, semakin baik untuk ekonomi mereka," katanya.
Sementara Australia, Inggris, India, Jepang, dan Amerika Serikat termasuk di antara negara-negara yang memerlukan tes Covid-19 negatif pada pendatang dari China, negara-negara Asia Tenggara, dari Kamboja hingga Indonesia dan Singapura, semuanya telah menolak persyaratan tersebut.
Kecuali untuk pengujian virus air limbah pesawat oleh Malaysia dan Thailand, 11 negara di kawasan itu akan memperlakukan pelancong Tiongkok seperti yang lain.
"Kami tidak mengambil sikap diskriminatif (terhadap) negara mana pun," kata Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Hal itu juga ditekankan Thailand. "Kami bersikeras pada prinsip bahwa tidak boleh ada diskriminasi terhadap satu negara karena masih ada pandemi di setiap negara dan dengan varian serupa," kata Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul, Kamis, 5 Januari 2023.
Ketertarikan pada wilayah tersebut meningkat bahkan sebelum berita tentang kurangnya persyaratan tes.
Sebanyak 76% agen perjalanan Cina menempatkan Asia Tenggara sebagai tujuan utama ketika perjalanan keluar dilanjutkan, menurut sebuah survei yang dirilis pada bulan Desember oleh pameran dagang ITB Cina.
Kekebalan komunal tinggi
Asia Tenggara selama ini banyak bergantung pada wisata dan turis China biasanya menjadi pengunjung terbesar ke surga pantai, mal mewah, dan kasino yang semuanya terpukul oleh ketidakhadiran mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Sekarang, industri pariwisata mereka bersiap untuk menyambut kembali wisatawan China.
Pada 2019, 155 juta orang China melakukan perjalanan ke luar negeri, menghabiskan $254,6 miliar atau hampir Rp4.000 triliun, mendekati PDB Vietnam, kata Citi, yang penelitinya memperkirakan "pemulihan yang berarti" dalam pariwisata massal akan dimulai pada kuartal kedua 2023.
Di Vietnam, hampir sepertiga dari 18 juta kedatangan asing pada 2019 berasal dari Tiongkok, sementara sekitar seperlima dari kedatangan internasional Singapura adalah tiuris China yang menghabiskan S$900 juta (Rp10 triliun).
Thailand mengharapkan bisa menyambut 5 juta wisatawan China tahun ini, atau sekitar setengah dari 10,99 juta wisatawan pada 2019. Malaysia memproyeksikan 1,5 juta hingga 2 juta wisatawan Tiongkok tahun ini dibandingkan 3 juta sebelum pandemi.
Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan Malaysia sedang mempersiapkan road show di kota-kota China untuk merayu pengunjung, kata wakil presidennya, Ganeesh Rama.
Para pejabat Asia Tenggara meremehkan kekhawatiran kesehatan yang diungkapkan oleh negara lain, seperti Amerika Serikat atas informasi yang tidak mencukupi dan ketakutan bahwa lebih banyak kasus di China dapat memunculkan varian baru virus tersebut.
Singapura mengatakan memiliki kekebalan populasi yang tinggi, karena sekitar 40% penduduknya telah terinfeksi virus corona dan 83% telah divaksinasi, selain mereka juga telah meningkatkan kapasitas perawatan kesehatan.
Di Bali, Ida Bagus Agung Parta, ketua dewan pariwisata resor, mengatakan vaksinasi akan "meningkatkan pertahanan kami", karena para pekerja mengambil dosis kedua vaksin bulan ini.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, sekutu Beijing, menggambarkan persyaratan pengujian negara lain sebagai "propaganda" yang dirancang untuk "menakut-nakuti orang".
"Apa pun yang ingin dilakukan negara lain, itu hak mereka," kata Hun Sen dalam pidatonya baru-baru ini. "Tapi untuk Kamboja, ini adalah undangan untuk orang China: turis China, datanglah ke Kamboja."
REUTERS