100 Hari Demo Iran, MA Batalkan Hukuman Mati Rapper Kurdi
Reporter
Tempo.co
Editor
Sita Planasari
Minggu, 25 Desember 2022 15:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung Iran telah menerima banding oleh penyanyi rap Saman Seydi Yasin atas hukuman matinya pada Sabtu. Banding ini bertepatan dengan peringatan 100 hari demo di seluruh penjuru Iran yang dipicu kematian seorang wanita muda keturunan Kurdi, Mahsa Amini.
Baca juga: Eropa Mengutuk Eksekusi Mati Demonstran Iran Terkait Mahsa Amini
Yasin, seorang Kurdi yang menyanyikan lagu tentang ketidaksetaraan, penindasan dan pengangguran, telah dituduh berusaha membunuh pasukan keamanan, membakar tempat sampah dan menembak tiga kali ke udara selama protes anti-pemerintah. Semua tuduhan itu dibantahnya.
Ibu Yasin pekan lalu memohon bantuan dalam sebuah video untuk menyelamatkan putranya. "Di mana di dunia ini kamu pernah melihat nyawa orang yang kamu cintai diambil karena membakar tempat sampah?" katanya dalam video yang diposting di media sosial.
Mahmahah pada awalnya mengatakan telah menerima banding Yasin dan seorang pengunjuk rasa lainnya. Namun dalam pernyataan selanjutnya, kantor berita pengadilan Mizan mengatakan hanya banding Yasin yang diterima.
"Humas Mahkamah Agung Iran telah mengoreksi beritanya: 'Banding Mohammad Qobadloo belum diterima. Banding Saman Seydi telah diterima oleh Mahkamah Agung," kata agensi itu.
Pada Sabtu malam, hari ke-100 protes, video yang diposting di media sosial menunjukkan demonstrasi terjadi di berbagai daerah termasuk ibu kota Teheran, kota Mashhad di timur laut, Karaj di barat Teheran, dan Sanandaj, pusat provinsi Kurdistan.
Lusinan pengunjuk rasa terlihat menantang hujan dan salju untuk meneriakkan slogan-slogan termasuk "Matilah diktator" dan "Matilah (Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali) Khamenei!" Reuters tidak dapat segera memverifikasi video tersebut.
<!--more-->
HUKUMAN MATI
Pengumuman Sabtu menyusul penangguhan hukuman mati pengunjuk rasa Mahan Sadrat oleh Mahkamah Agung 10 hari lalu. Dia telah didakwa dengan berbagai dugaan pelanggaran seperti menikam petugas keamanan dan membakar sepeda motor.
Iran menggantung dua pengunjuk rasa awal bulan ini, Mohsen Shekari, 23 tahun, yang dituduh memblokir jalan utama pada September dan melukai seorang anggota pasukan paramiliter Basij dengan pisau. Sedangkan yang pertama adalah Majid Reza Rahnavard, 23 tahun, yang dituduh menikam sampai mati dua anggota Basij. Rahnavard digantung di depan umum di derek konstruksi.
Amnesty International meminta masyarakat internasional menekan Iran agar menghentikan eksekusi Qobadloo. “Jangan biarkan mesin kematian Iran mengklaim korban lain sementara perhatian dunia sedang merayakan musim perayaan Natal.”
Amnesti Internasional mengatakan pihak berwenang Iran mengupayakan hukuman mati bagi sedikitnya 26 orang dalam apa yang disebutnya, "pengadilan palsu yang dirancang untuk mengintimidasi mereka yang berpartisipasi dalam pemberontakan populer yang telah mengguncang Iran".
Dikatakan semua orang yang menghadapi hukuman mati telah ditolak haknya atas pembelaan yang memadai dan akses ke pengacara yang mereka pilih. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan para terdakwa malah mengandalkan pengacara yang ditunjuk negara yang tidak berbuat banyak untuk membela mereka.
Kelompok HAM HRANA mengatakan, hingga Jumat, 506 pengunjuk rasa telah tewas, termasuk 69 anak di bawah umur. Dikatakan 66 anggota pasukan keamanan juga tewas. Sebanyak 18.516 pengunjuk rasa diyakini telah ditangkap, katanya.
Para pejabat mengatakan bahwa hingga 300 orang, termasuk anggota pasukan keamanan, tewas dalam kerusuhan itu.
Baca juga: Iran Akan Sidangkan 1.000 Orang Lebih Terkait Unjuk Rasa Mahsa Amini
REUTERS