TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Iran akan menggelar persidangan publik dan mendakwa sekitar 1.000 orang yang diduga memicu kerusuhan di Teheran. Meskipun sudah mendapat peringatan keras, protes yang dipicu oleh kematian aktivis Mahsa Amini, telah berlangsung hampir tujuh minggu dan tetap berlanjut.
Baca: Mahasiswa Iran Nekat Demo di Bawah Ancaman Pengawal Revolusi
Kantor berita semi-resmi Tasnim mengatakan, proses hukum terhadap sekitar 1.000 orang yang telah melakukan tindakan sabotase pada peristiwa baru-baru ini, akan diadakan di Pengadilan Revolusi. Persidangan telah dijadwalkan pekan ini dan akan diadakan di depan umum.
Belum jelas apakah 1.000 dakwaan yang diumumkan pada Senin termasuk 315 pengunjuk rasa yang dilaporkan kantor berita resmi IRNA pada Sabtu lalu. Sebanyak lima di antaranya dituduh melakukan pelanggaran berat.
Pengadilan Iran juga disebut telah menjatuhkan hukuman kepada seorang pria yang dituduh memukul dan membunuh seorang petugas polisi dengan mobilnya. Pria bernama Mohammad Ghobadlou, 22 tahun itu dituduh pula melukai lima petugas lainnya.
Dalam sebuah video yang dibagikan di media sosial, wanita yang diidentifikasi sebagai ibunya mengatakan bahwa anaknya itu telah dijatuhi hukuman mati dalam persidangan dua hari sebelumnya. Pengadilan juga telah memecat pengacaranya.
"Anak saya sakit, pengadilan bahkan tidak mengizinkan pengacara masuk ke ruang sidang. Mereka mereka telah menginterogasinya tanpa kehadiran pengacara, dan pada sesi pertama menjatuhkan hukuman mati dan ingin mengeksekusi secepatnya," kata wanita yang tidak disebutkan namanya itu.
Namun pihak pengadilan membantah. Dilansir dari Reuters, pengadilan belum menjatuhkan hukuman apapun kepada Ghobadlou.
Ghobadlou mengatakan dalam sesi pengadilan, dia kehilangan kendali atas mobilnya dan menabrak seseorang yang jatuh di kaca depan, setelah itu dia tidak dapat melihat apa-apa. "Saya keluar dari mobil dan meletakkan tangan saya di kepala," katanya.
Reuters tidak dapat segera menghubungi keluarganya atau pengacara yang mewakilinya pada hari Senin.
Sementara itu, para pemimpin Iran bersumpah akan mengambil tindakan keras terhadap pengunjuk rasa yang dianggap sebagai perusuh dalam protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini itu. Iran juga menyalahkan Barat sebagai penyebabnya.
Sejak kematian Mahsa Amini, masyarakat mulai melakukan protes. Anak muda berperan penting dalam unjuk rasa besar-besaran dengan membakar atau melambaikan jilbab mereka.
Komandan Pengawal Revolusi Hossein Salami pada Sabtu memperingatkan pengunjuk rasa untuk tidak turun ke jalan. Salami menyatakan Sabtu adalah hari terakhir kerusuhan.
Saeid Golkar dari Universitas Tennessee di Chattanooga mengatakan peringatan itu adalah pesan yang jelas bahwa Iran melihat protes sebagai peristiwa yang sangat mengancam rezim. "Protes yang berlanjut adalah tanda bahwa orang lebih bertekad untuk menantang rezim dibandingkan dengan masa lalu," katanya.
"Sayangnya sejarah telah menunjukkan bahwa mereka bersedia menggunakan tingkat kekerasan apa pun untuk tetap berkuasa."
Pihak berwenang menerjunkan polisi anti huru hara dan relawan milisi Basij untuk mengatasi demonstran. Kantor berita aktivis HRANA mengatakan pada Minggu, 30 Oktober 2022 bahwa 284 pengunjuk rasa telah tewas dalam kerusuhan, termasuk 45 anak di bawah umur. Sekitar 36 anggota pasukan keamanan juga tewas.
Rekaman menunjukkan orang-orang melarikan diri dari serangan pasukan keamanan di kota Shahriar dekat Teheran. Video sebelumnya menunjukkan puluhan demonstran meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan kematian Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Simak juga: Amerika Serikat Angkat Lagi Protes di Iran ke PBB Pekan Depan
REUTERS | NESA AQILA | DRC