TEMPO.CO, Jakarta - KTT APEC di Bangkok pada 16-19 November 2022 digelar di lokasi berdekatan dengan pusat penjualan ganja legal, yang menjadi daya tarik wisata terbaru ibu kota Thailand meskipun ada kontroversi.

Sejak Thailand mendekriminalisasi ganja tahun ini, toko-toko yang menjual galur lokal dan impor, lintingan dan permen karet ganja bermunculan dengan cepat.

Baca juga Usai KTT G20, Jokowi hingga Xi Jinping Hadiri KTT APEC di Bangkok

Kafe-kafe baru dengan nama seperti MagicLeaf dan High Society terletak hanya beberapa menit dari pertemuan KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), yang diikuti sejumlah pemimpin dari Xi Jinping, Jokowi sampai Wapres AS Kamala Harris.

Tetapi berkembangnya bisnis semacam itu telah memicu reaksi dari beberapa politisi dan dokter yang mengatakan perubahan itu tidak disertai peraturan ketat.

RUU peraturan ganja untuk mengatur penanaman, penjualan, dan konsumsi telah ditunda di parlemen, menyebabkan kebingungan tentang aspek-aspek legalnya.

"Kita berada dalam ruang hampa," kata seorang senator, Somchai Sawangkarn, kepada penyiar domestik pada hari Rabu, menambahkan bahwa pengumuman dari kementerian kesehatan tidak membatasi penggunaan rekreasi.

Asia Tenggara memiliki undang-undang ketat yang melarang penjualan dan penggunaan sebagian besar narkoba, tetapi Thailand menjadi pengecualian utama pada bulan Juni 2022, ketika ganja dikeluarkan dari daftar narkotika.

Langkah tersebut dipelopori oleh menteri kesehatan Anutin Charnvirakul, yang menyatakan mariyuana sebagai tanaman penghasil uang bagi petani dan memperjuangkan penggunaan medisnya, sampai akhirnya bisa dikonsumsi sebagai rekreasi.

Setelah dilegalkan, pemakainnya cenderung tidak terkendali. Pihak berwenang Thailand kemudian melakukan pembaruan sedikit demi sedikit terhadap peraturan yang mengklarifikasi bahwa ganja tidak dapat dijual kepada anak-anak atau di dekat sekolah dan kuil.