Prancis Selidiki Pengakuan Kardinal tentang Pelecehan Anak
Reporter
magang_merdeka
Editor
Sita Planasari
Rabu, 9 November 2022 15:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa Prancis di Marseille telah membuka penyelidikan atas kasus pelecehan anak di Gereja Katolik pada Selasa, 8 November 2022.
Baca juga: 200.000 Anak Jadi Korban Pelecehan Seks di Gereja, Paus: Saya Sedih dan Malu
Penyelidikan ini dilakukan setelah seorang kardinal Prancis, Jean-Pierre Ricard, mengaku secara terbuka tindakannya terhadap seorang gadis berusia 14 tahun pada 1980-an.
“35 tahun yang lalu, ketika saya menjadi seorang imam, saya berperilaku tercela terhadap seorang gadis berusia 14 tahun. Tidak ada keraguan bahwa perilaku saya menyebabkan masalah serius dan konsekuensi berkepanjangan bagi orang itu.”
Ricard merupakan seorang pensiunan uskup yang diangkat menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada tahun 2016.
Dia termasuk di antara 11 pendeta senior yang menghadapi tuduhan pelecehan seksual oleh gereja Katolik Prancis pada Senin, 7 November 2022.
Pelanggaran seksual paling serius di Prancis seperti pemerkosaan biasanya memiliki undang-undang pembatasan 30 tahun, tetapi periode untuk mengajukan tuntutan dapat diperpanjang jika korban masih di bawah umur pada saat pelanggaran.
Jangka waktu maksimum untuk dakwaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur biasanya 20 tahun sejak tanggal korban berusia 18 tahun.
"Penyelidikan awal telah dimulai untuk memverifikasi fakta dari pengungkapan ini," kata jaksa Dominique Laurens di Marseille tempat Ricard mengatakan pelecehan itu terjadi.
Sumber-sumber peradilan di Marseille mengatakan uskup Nice telah memberi tahu jaksa pada 24 Oktober, setelah Ricard mengatakan kepadanya bahwa dia telah "mencium" seorang gadis remaja.
Pengakuan pria berusia 78 tahun itu diterima "seperti kejutan" oleh sesama pemimpin gereja, kata kepala Konferensi Waligereja Prancis, Eric de Moulins-Beaufort.
Ricard melayani sebagai uskup di Coutances, Montpellier, dan terakhir di kota barat Bordeaux dari 2001 hingga 2019, ketika dia pensiun.
"Ini adalah hal yang baik bahwa dia mengakuinya," kata seorang umat paroki berusia 70 tahun di Bordeaux, Martine.
"Sangat disayangkan bahwa dalam agama Katolik, kami tidak mengizinkan para imam, uskup agung, dan orang lain untuk menikah," ujarnya menambahkan
Tidak hanya Ricard, 10 uskup lainnya baik pensiunan atau masih melayani, menghadapi tuduhan pelecehan seksual, kata de Moulins-Beaufort.
Sementara itu tahun lalu, umat Katolik Prancis diguncang oleh temuan penyelidikan yang mengkonfirmasi pelecehan terhadap anak di bawah umur oleh para imam, diakon, dan anggota awam Gereja yang meluas berasal dari tahun 1950-an.
Sekitar 216.000 anak di bawah umur telah dilecehkan oleh pendeta selama 70 tahun terakhir. Jumlah tersebut meningkat menjadi 330.000 ketika klaim dari anggota awam Gereja dimasukkan, seperti guru di sekolah Katolik.
Temuan tersebut membuat para uskup Prancis bersama-sama berlutut dalam pertobatan pada November tahun lalu selama pertemuan di Lourdes, rumah spiritual umat Katolik Prancis.
“Ini lebih dari sekadar gempa bumi,” kata Christine Pedotti, kepala majalah Temoignage Chretien. “Bagaimana kami bisa mempercayai orang-orang yang berlutut di Lourdes setahun yang lalu?”
<!--more-->
Skandal sebelumnya
Sebelumnya, skandal pelecehan seksual oleh pendeta senior Prancis lainnya telah merusak gereja Katolik di negara-negara seperti Irlandia, Australia, hingga Amerika Serikat selama 10 tahun terakhir.
Pensiunan uskup Prancis Michel Santier dijatuhi sanksi oleh Vatikan Oktober lalu karena pelecehan spiritual yang menyebabkan voyeurisme dan melibatkan dua pria dewasa.
Tidak hanya itu, kardinal Prancis lainnya, Philippe Barbarin, dituduh menutupi seorang pendeta yang telah menyerang lusinan pengintai antara 1986 dan 1991.
Dia dihukum pada 2019 karena tidak melaporkan pelecehan tersebut, tetapi hukuman bersalahnya dibatalkan setahun kemudian. Dia mengundurkan diri pada 2020, dan Ricard juga diperkirakan akan mengundurkan diri.
Baca juga: Paus ke Kanada, Minta Maaf atas Pelecehan pada Anak-Anak Pribumi di Masa Lalu
AL JAZEERA | NESA AQILA