TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus mengaku sedih dan malu atas ketidakmampuan Gereja Katolik untuk menangani pelecehan seksual terhadap anak-anak di Prancis. Ia juga menegaskan bahwa Gereja harus menjadikan dirinya "rumah yang aman bagi semua orang".
"Saya ingin mengungkapkan kepada para korban kesedihan saya, kesedihan atas trauma yang mereka derita dan juga rasa malu saya, rasa malu kami, atas ketidakmampuan gereja, terlalu lama, untuk menempatkan mereka di pusat perhatiannya," kata Paus Fransiskus di audiens umum mingguannya, Rabu, 6 Oktober 2021, seperti dilaporkan Reuters.
Berbicara sehari setelah penyelidikan besar mengungkapkan bahwa pastor Prancis telah melecehkan lebih dari 200.000 anak selama 70 tahun, Paus mengundang umat Katolik di Prancis untuk bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi.
"Ini adalah saat yang memalukan," katanya, meminta para uskup untuk melakukan segala upaya memastikan bahwa "tragedi serupa tidak terjadi lagi".
Jean-Marc Sauve, kepala komisi yang menyusun laporan tersebut, mengatakan Gereja telah menunjukkan ketidakpedulian terhadap pelanggaran selama bertahun-tahun, lebih memilih untuk melindungi dirinya sendiri daripada para korban. Banyak dari korban berusia antara 10 dan 13 tahun.
Puncak pelecehan adalah pada 1950-1970, kata komisi itu dalam laporannya. Kasus kembali muncul di awal 1990-an.
Paus menambahkan bahwa dia dekat dengan para imam Prancis yang menghadapi tantangan "keras, namun sehat".
Paus telah mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para korban atas keberanian yang mereka miliki untuk maju dan mengadukan apa yang telah mereka alami.
Kasus dugaan pelecehan juga terjadi di Vatikan. Pengadilan Vatikan diperkirakan akan menjatuhkan hukuman kepada seorang pria yang sekarang menjadi imam karena dugaan pelecehan seksual di sebuah seminari pemuda di Vatikan sebelum dia ditahbiskan.
Sidang tersebut merupakan yang pertama di Vatikan terkait pelecehan seksual yang diduga terjadi di wilayah Vatikan.