Presiden Taiwan: Perang dengan China Bukan Pilihan

Reporter

Tempo.co

Selasa, 11 Oktober 2022 07:00 WIB

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen berada di posisi ke-9 wanita paling berpengaruh dunia 2021 versi Forbes. Tsai menjadi pemimpin wanita pertama Taiwan ketika dia terpilih pada 2016, dan memenangkan pemilihan kembali pada tahun 2020. Sejak menjabat, dia telah melanggar protokol dengan membuat tawaran ke AS, menciptakan ketegangan dengan Cina daratan. REUTERS/Fabian Hamacher

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Tsai Ing-Wen mengatakan bahwa perang antara Taiwan dan China sama sekali bukanlah pilihan yang tepat. Dia mengulangi kesediaannya pada Senin, 10 Oktober 2022, untuk berbicara dengan Beijing dan berjanji meningkatkan pertahanan termasuk rudal presisi.

China kembali menolak tawaran terakhirnya, dengan mengatakan Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari wilayahnya. Taiwan diklaim China sebagai miliknya, mendapat tekanan militer dan politik dari Beijing. Tekanan meningkat terutama setelah latihan perang China pada awal Agustus menyusul kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei.

Setiap konflik atas Taiwan dapat menyeret Amerika Serikat, Jepang dan mungkin sebagian besar dunia, serta menghancurkan ekonomi global, terutama mengingat posisi Taiwan sebagai pembuat semikonduktor dalam segala hal mulai dari smartphone dan tablet hingga jet tempur.

Dalam pidatonya, Tsai menyesalkan China telah meningkatkan intimidasi dan mengancam perdamaian dan stabilitas di Selat dan kawasan Taiwan. Dia menegaskan bahwa China seharusnya tidak berpikir ada ruang untuk kompromi dalam komitmen rakyat Taiwan terhadap demokrasi dan kebebasan.

“Saya ingin menjelaskan kepada pihak berwenang Beijing bahwa konfrontasi bersenjata sama sekali bukan pilihan bagi kedua pihak. Hanya dengan menghormati komitmen rakyat Taiwan terhadap kedaulatan, demokrasi, dan kebebasan, ada landasan untuk melanjutkan interaksi konstruktif di seluruh Selat Taiwan."

Advertising
Advertising

Berbicara di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan Taiwan adalah bagian dari China. Beijing juga menegaskan bahwa Taiwan tidak memiliki presiden dan bukan negara merdeka.

"Akar penyebab ketegangan saat ini di Selat Taiwan terletak pada desakan keras kepala Partai Progresif Demokratik pada kemerdekaan dan pemisahan Taiwan," katanya, merujuk pada partai yang berkuasa di Taiwan. China menyebut Tsai Ing-Wen sebagai separatis dan menolak untuk berbicara dengannya. "Kami bersedia menciptakan ruang yang luas untuk reunifikasi damai, tetapi kami tidak akan pernah bersedia untuk kemerdekaan dan pemisahan diri Taiwan."

Pidato Tsai Ing-Wen kurang dari seminggu sebelum kongres Partai Komunis China yang berkuasa dibuka di Beijing. Presiden Xi Jinping diperkirakan akan menjabat kembali untuk ketiga kalinya.

Seorang pejabat anonim yang akrab dengan pemikiran Tsai mengatakan kepada wartawan bahwa, presiden ingin menyampaikan dengan jelas posisinya kepada dunia dan Beijing.

REUTERS | NESA AQILA | DRC

Berita terkait

Putin Tiba di Cina atas Undangan Xi Jinping, Pertama Sejak Terpilih Kembali

1 hari lalu

Putin Tiba di Cina atas Undangan Xi Jinping, Pertama Sejak Terpilih Kembali

Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di ibu kota Cina, Beijing, untuk memulai kunjungan resmi selama dua hari atas undangan Xi Jinping

Baca Selengkapnya

Cina kepada Pemimpin terpilih Taiwan: Pilih Damai atau Perang

1 hari lalu

Cina kepada Pemimpin terpilih Taiwan: Pilih Damai atau Perang

Cina menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, namun Taiwan bersikeras pihaknya sudah memiliki pemerintahan independen sejak 1949.

Baca Selengkapnya

Vladimir Putin Akui Dapat Dukungan Beijing untuk Akhiri Perang Ukraina dengan Damai

1 hari lalu

Vladimir Putin Akui Dapat Dukungan Beijing untuk Akhiri Perang Ukraina dengan Damai

Vladimir Putin mendapat dukungan dari Beijing agar bisa menyelesaikan krisis Ukraina dengan damai.

Baca Selengkapnya

Mengenang Banjir Yangtze 1931, Banjir Bandang di China yang Menewaskan 3,6 Juta Jiwa

1 hari lalu

Mengenang Banjir Yangtze 1931, Banjir Bandang di China yang Menewaskan 3,6 Juta Jiwa

Banjir bandang di Sungai Yangtze pada 1931 merupakan salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah China, bahkan di dunia.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

1 hari lalu

Terkini: Jokowi Sebut Bantuan Beras Patut Disyukuri, Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut bantuan beras merupakan langkah konkret untuk meringankan beban masyarakat.

Baca Selengkapnya

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

2 hari lalu

RI-China Bahas Kerja Sama Riset di Bidang Pengolahan Nikel

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dan Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang bertemu untuk membahas penguatan kerja sama

Baca Selengkapnya

Batal Angkat Kaki, Ini 5 Ponsel Meizu yang akan Rilis

4 hari lalu

Batal Angkat Kaki, Ini 5 Ponsel Meizu yang akan Rilis

Meizu melampaui ekspektasi dengan tidak hanya satu, tapi lima rencana peluncuran ponsel baru.

Baca Selengkapnya

Biaya Perang Israel di Gaza Tembus Rp258 Triliun, Anggaran Mulai Tergerus

7 hari lalu

Biaya Perang Israel di Gaza Tembus Rp258 Triliun, Anggaran Mulai Tergerus

Israel telah menghabiskan dana sebesar 60 miliar shekel atau sekitar Rp258 triliun setelah tujuh bulan perang di Gaza.

Baca Selengkapnya

Lawan Pasukan TNI Polri di Papua, TPNPB Mengaku Berbaur dengan Masyarakat adalah Strategi Perang

7 hari lalu

Lawan Pasukan TNI Polri di Papua, TPNPB Mengaku Berbaur dengan Masyarakat adalah Strategi Perang

TPNPB menyatakan sudah meminta masyarakat untuk meninggalkan delapan daerah yang mereka klaim sebagai wilayah perang di Papua.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Kapal Perang AS di Selat Taiwan, Alasan Amerika Hentikan Pengiriman Senjata ke Israel

7 hari lalu

Top 3 Dunia: Kapal Perang AS di Selat Taiwan, Alasan Amerika Hentikan Pengiriman Senjata ke Israel

Top 3 dunia adalah kapal perang AS melintasi Selat Taiwan, pengiriman bom JDAM ditangguhkan hingga rumah kosong di Jepang menjamur.

Baca Selengkapnya