Rusia Belum Rencana Tutup Perbatasan untuk Mencegat Warga yang Hindari Wajib Militer
Reporter
magang_merdeka
Editor
Suci Sekarwati
Selasa, 27 September 2022 18:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Senin, 26 September 2022 mengumumkan pihaknya belum mengambil keputusan apakah akan menutup perbatasan Rusia untuk mencegah laki-laki Rusia yang ingin kabur dari negara itu karena menghindari wajib militer.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang ini. Saat ini, belum ada keputusan yang diambil mengenai hal ini," katanya kepada wartawan.
Laporan kalau Rusia mungkin menutup perbatasan, telah menciptakan kekacauan semenjak Presiden Rusia Vladimir Putin memberi perintah pekan lalu untuk merekrut ratusan ribu tentara cadangan untuk eskalasi terbesar dari perang Ukraina. Invasi Rusia ke Ukraian sudah berlangsung selama tujuh bulan.
Penerbangan keluar dari Rusia telah terjual habis dan mobil menumpuk di pos pemeriksaan perbatasan. Laporan menyebut terjadi antrian selama 48 jam di satu-satunya perbatasan jalan ke Georgia, tetangga pro-Barat yang memungkinkan warga Rusia masuk tanpa visa.
"Setiap orang yang dalam usia wajib militer harus dilarang bepergian ke luar negeri dalam situasi saat ini," kata Sergei Tsekov, anggota parlemen senior Rusia yang mewakili Krimea di majelis tinggi parlemen Rusia.
Mobilisasi militer Rusia ke Ukraina telah mendapat penolakan dari warga. Sebuah kelompok pemantau menyebut sejauh ini setidaknya ada 2 ribu orang ditangkap. Semua kritik publik terhadap operasi militer khusus dilarang.
Pengumuman soal mobilisasi militer Ukraina ini disampaikan berbarengan dengan referendum untuk menentukan masa depan empat provinsi di Ukraina, yang saat ini diduduki oleh tentara Rusia. Negara-negara Barat menyebut referendum ini merupakan sebuah dalih palsu untuk merebut wilayah yang direbut secara paksa.
Proses referendum ini berlangsung sampai Selasa, 27 September 2022. Pemungutan suara aneksasi diadakan di provinsi Kherson, Zaporizhzhia, Luhansk dan Donetsk, yang wilayahnya seukuran Portugal.
.
Dalam beberapa hari terakhir, Pemerintah Rusia untuk pertama kalinya sejak perang Ukraina meletup, dibanjiri kritik. Pro-Kremlin mencela otoritas Rusia karena mengajak orang yang terlalu tua untuk berperang.
Pada sebuah acara bincang-bincang di saluran utama Rusia, kritikus pro-Kremlin menuntut hukuman berat bagi petugas wajib militer yang memanggil orang yang salah.
Pihak berwenang belum merinci siapa yang akan dipanggil mengikuti wajib militer karena masih ada perintah Putin yang dirahasiakan. Akan tetapi, otoritas mengatakan mereka akan merekrut sekitar 300 ribu orang. Prioritas akan diberikan pada yang sudah punya pengalaman militer.
Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pada Senin, 26 September 2022, ada puluhan ribu orang menerima surat panggilan wajib militer. Mereka diperkirakan akan dikirim dengan cepat ke garda depan di mana mereka kemungkinan akan menderita tingkat gesekan yang tinggi.
“Kurangnya pelatih militer, dan Rusia yang tergesa-gesa dalam memobilisasi, menunjukkan banyak dari pasukan yang direkrut akan dikerahkan ke garis depan dengan persiapan minimal yang relevan,” demikian keterangan Kementerian Pertahanan Inggris.
Sejumlah foto yang beredar di internet menunjukkan bentrokan antara massa dan polisi, terutama di daerah di mana etnis minoritas mendominasi, seperti Dagestan yang mayoritas Muslim di selatan dan Buryatia, yang merupakan rumah bagi umat Buddha Mongol di Siberia.
Media lokal Kavkaz Realii mewartakan lebih dari 70 orang ditahan dalam protes menentang mobilisasi di Makhachkala, ibukota regional Dagestan. Dikatakan, pasukan keamanan menggunakan senjata bius, pentungan, dan semprotan merica terhadap pengunjuk rasa.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika Jake Sullivan mengatakan pada Minggu, 25 September 2022 kalau Amerika Serikat akan menanggapi dengan tegas setiap penggunaan senjata nuklir Rusia, dan secara pribadi telah memberi tahu Moskow maksud dari hal ini.
REUTERS | NESA AQILA
Baca juga: Warga Rusia Ramai-ramai Hengkang Hindari Wamil
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.