Rumah Sakit Anak Afghanistan Kekurangan Staf Akut

Reporter

Tempo.co

Rabu, 27 Oktober 2021 07:00 WIB

Anak-anak bermain sepulang sekolah di panti asuhan di Kabul, Afghanistan, 12 Oktober 2021. REUTERS/Jorge Silva

TEMPO.CO, Jakarta - Di rumah sakit anak utama Kabul, runtuhnya sistem kesehatan Afghanistan tergambar di mata staf yang kelelahan saat mereka menambah stok obat-obatan yang berkurang dengan cepat.

Saat kerumunan ibu dan anak yang sakit memenuhi ruang tunggu di Rumah Sakit Anak Indira Gandhi, staf medis memasukkan tiga bayi ke dalam satu inkubator dan menggandakannya di ranjang bayi yang lebih hangat.

Perawat yang pernah merawat tiga atau empat bayi masing-masing sekarang harus merawat 20 atau lebih, karena banyak staf yang melarikan diri dari Afghanistan ketika Taliban merebut kekuasaan pada Agustus.

"Kami saling mengingatkan bahwa kita harus melakukan pekerjaan ini, jika kita tidak melakukannya, masalah ini akan menjadi besar, itu adalah kerugian bagi diri kita sendiri, masyarakat kita dan negara kita," kata Dr Saifullah Abassin sambil beranjak dari tempat tidur ke tempat tidur di unit perawatan intensif yang penuh sesak, dikutip dari Reuters, 26 Oktober 2021.

Meskipun jumlah korban ledakan dan luka perang telah turun sejak pertempuran berakhir, rumah sakit Afghanistan bergulat dengan dampak krisis ekonomi yang menyebar dengan cepat yang telah mengancam jutaan orang dengan kelaparan.

Advertising
Advertising

Badan-badan PBB mengatakan sebanyak 95% dari populasi tidak cukup makan secara teratur dan bulan lalu, kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan sistem kesehatan berada di ambang kehancuran karena bantuan internasional menurun sejak kepergian pasukan asing.

Kurangnya dukungan untuk proyek layanan kesehatan Sehatmandi senilai US$600 juta (Rp8,4 triliun) yang dikelola oleh Bank Dunia, telah menyebabkan ribuan fasilitas tidak dapat membeli persediaan dan membayar gaji, mengancam layanan kesehatan di semua tingkatan dari klinik desa hingga rumah sakit yang menawarkan operasi caesar.

Bagi tim medis, kekurangan staf yang akutlah yang menyebabkan tekanan terberat. Mereka juga belum dibayar selama berbulan-bulan dan sering berjuang bahkan untuk membayar ongkos mobil mereka ke tempat kerja.

"Kami hanya meminta kepada pemerintah terlebih dahulu bahwa mereka harus menambah staf kami," kata Marwa, supervisor perawat di ruang perawatan. "Karena perubahan itu, sebagian besar rekan kami meninggalkan negara itu."

Perawat yang biasanya merawat tiga atau empat bayi untuk setiap perawat kini menangani 23. "Ini sangat membebani kami," katanya.

Mohammad Latif Baher, asisten direktur Rumah Sakit Anak Indira Gandhi, mengatakan para pejabat dari badan anak-anak PBB UNICEF telah memberikan beberapa bantuan, tetapi lebih banyak dibutuhkan dengan cepat untuk mengisi kekurangan obat-obatan dan persediaan untuk merawat anak-anak yang kekurangan gizi.

"Mereka (organisasi internasional) telah menjanjikan lebih banyak bantuan. Dan kami berharap mereka akan menepati janji mereka," kata Baher.

Dengan banyaknya keluarga yang datang, rumah sakit telah menerima 450 anak dan menolak yang lainnya, katanya.

Arzoo, yang membawa putrinya yang berusia delapan bulan, Sofia, untuk perawatan, telah kehilangan salah satu dari lima anaknya karena penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi dan tidak mau kehilangan yang lain.

"Kami punya tangki air di rumah, kami menjualnya dan menggunakannya untuk pengobatan," katanya, meski dengan biaya tersebut, empat saudara Sofia di rumah tidak punya banyak makan.

"Ayah mereka datang di pagi hari dan memberi tahu saya bahwa anak-anak tidak punya apa-apa. Ketika mereka (rumah sakit) menyediakan makanan, saya membaginya dan mengirimkannya ke rumah untuk anak-anak."

Rumah sakit anak utama Afghanistan, yang dibangun selama era Uni Soviet pada tahun 1985 dan dibiayai oleh uang bantuan India, memiliki 360 tempat tidur tetapi beroperasi melebihi kapasitas karena kurangnya klinik yang berfungsi di provinsi-provinsi di sekitar Kabul.

Baca juga: PBB Ingatkan Afghanistan Nyaris Hancur: Anak-anak Akan Mati Kelaparan

REUTERS

Berita terkait

PBB: Bantuan ke Gaza Tak Boleh Jadi Alasan Israel Serang Rafah

6 jam lalu

PBB: Bantuan ke Gaza Tak Boleh Jadi Alasan Israel Serang Rafah

Serangan darat Israel ke Rafah berpotensi memperparah penderitaan ratusan ribu warga Palestina yang terpaksa mengungsi ke kota tersebut

Baca Selengkapnya

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

12 jam lalu

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

Meksiko sebelumnya telah mengajukan banding ke ICJ untuk memberikan sanksi kepada Ekuador karena menyerbu kedutaan besarnya di Quito.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

1 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Indonesia Dorong Penetapan Hari Danau Sedunia di World Water Forum Ke-10 Bali

2 hari lalu

Indonesia Dorong Penetapan Hari Danau Sedunia di World Water Forum Ke-10 Bali

Penetapan Hari Danau Sedunia menjadi satu dari empat poin usulan yang dibawa Indonesia untuk diangkat menjadi resolusi PBB.

Baca Selengkapnya

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

2 hari lalu

Parlemen Arab Desak Investigasi Internasional Kuburan Massal di Gaza

Parlemen Arab menyerukan investigasi internasional independen menyusul penemuan kuburan massal di Rumah Sakit Al-Shifa dan Rumah Sakit Nasser di Gaza

Baca Selengkapnya

Di World Water Forum ke-10, RI Akan Usul Penetapan Hari Danau Sedunia

3 hari lalu

Di World Water Forum ke-10, RI Akan Usul Penetapan Hari Danau Sedunia

Pemerintah Indonesia akan mengusulkan penetapan Hari Danau Sedunia dalam acara World Water Forum ke-10 yang dihelat di Bali pada 18-25 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Siprus Lanjutkan Bantuan Pangan ke Gaza Via Laut Pasca-Pembunuhan Relawan WCK

4 hari lalu

Siprus Lanjutkan Bantuan Pangan ke Gaza Via Laut Pasca-Pembunuhan Relawan WCK

Pengiriman bantuan pangan ke Gaza dari Siprus melalui jalur laut dilanjutkan pada Jumat malam

Baca Selengkapnya

Upaya Kemenkes Atasi Banyaknya Warga Indonesia yang Pilih Berobat ke Luar Negeri

4 hari lalu

Upaya Kemenkes Atasi Banyaknya Warga Indonesia yang Pilih Berobat ke Luar Negeri

Ada sejumlah persoalan yang membuat banyak warga Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri.

Baca Selengkapnya

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

4 hari lalu

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

Jokowi sebelumnya kembali menyinggung banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri dalam rapat kerja Kemenkes.

Baca Selengkapnya

PBB: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza

4 hari lalu

PBB: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza

Serangan Israel ke Gaza telah meninggalkan sekitar 37 juta ton puing di wilayah padat penduduk, menurut Layanan Pekerjaan Ranjau PBB

Baca Selengkapnya