Pandemi COVID-19 di India Memburuk, Ini 5 Faktanya
Reporter
Non Koresponden
Editor
Istman Musaharun Pramadiba
Rabu, 28 April 2021 13:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang kedua pandemi COVID-19 membuat situasi di India genting. Rumah sakit kewalahan menangani penambahan pasien karena jumlah mereka yang timpang dengan ketersediaan tempat tidur, ventilator, hingga tabung oksigen bantuan. Di krematorium, angka jenazah terus bertambah, menanti untuk dikremasi.
Per berita ini ditulis, India mencatatkan 17,9 juta kasus dan 201 ribu kematian akibat COVID-19. Per hari, angka kasus bisa bertambah hingga 300 ribu orang dengan angka tertinggi dicapai pada Selasa kemarin, 362 ribu kasus.
Berikut adalah sejumlah fakta terkait gelombang kedua pandemi COVID-19 di India yang dikumpulkan Tempo dari berbagai sumber:
1. Dipicu Ketidaksiapan India
Angka kasus COVID-19 di India mulai menanjak naik pada bulan Maret lalu. Kenaikan berlangsung secara gradual namun mulai tak terkendali begitu menyentuh akhir bulan di mana angka kasus enam kali lebih banyak dibanding awal Maret.
Menurut berbagai pakar, gelombang kedua menghantam India dengan keras karena warga maupun pemerintah tidak siap. Mereka menduga pandemi sudah terkendali ketika angka kasus menurun sejak bulan September dan vaksinasi dimulai di bulan Januari.
Situasi tersebut membuat warga dan pemerintah mulai melupakan pembatasan sosial, jarak fisik, ataupun penertiban pelanggaran. Salah satu bentuknya, Pemerintah India memperbolehkan ribuan warga India merayakan Gangga Festival tanpa mengetahui mereka bakal dihantam gelombang baru.
Krisis diperburuk respon pemerintah yang lamban. Administrasi PM Narendra Modi menyakini vaksinasi akan membuat situasi terkendali lagi, namun realita berkata lain. Modi baru mengakui situasi genting dua pekan setelah kenaikan mulai memburuk dan tak terkendali.
2. New Delhi Menjadi Episentrum
Ibu Kota India, New Delhi, menjadi titik terparah dari gelombang kedua pandemi COVID-19. Saking parahnya, lockdown diterapkan di sana sejak 19 April dan akan berlangsung hingga 3 Mei 2021.
Berbagai rumah sakit kelebihan kapasitas. Jumlah ventilator, obat-obatan, oksigen, dan ruang rawat tidak seimbang dengan jumlah pasien yang membutuhkan, alhasil banyak yang harus berbagi tempat tidur dan oksigen bantuan. Pada 23 April, 20 pasien tewas di Jaipur Golden Hospital, Delhi, karena suplai oksigen telat datang 7 jam.
"Apapun yang kami miliki tidak mencukupi. Suplai oksigen bantuan juga tak tiba tepat waktu. Seharusnya jam 17.00, malah datang tengah malam. Pasien kritis sangat membutuhkan oksigen," ujar Dr. DK Baluja dari Jaipur Golden Hospital, dikutip dari CNN.
3. Semua Kelompok Usia Menjadi Sasaran
Gelombang kedua pandemi COVID-19 di India menyasar segala kelompok usia, namu peningkatan besar dirasakan kelompok usia remaja. Bahkan, anak-anak pun mulai menjadi sasaran gejala COVID-19 juga. Walau begitu, angka kematian terbesar tetap pada usia lansia, di atas 70 tahun.
"Kami telah bertemu dengan bayi berusia 18 hari yang berjuang bertahan hidup di ICU," ujar Barkha Dutt, jurnalis yang berbasis di New Delhi.
Konsultan Pulmonologist dari P.D. Hinduja Hospital Mumbai, Lancelot Pinto, menyatakan dampak ke kelompok usia remaja meningkat karena itulah kelompok terbesar. Angka median populasi di India adalah 27 tahun sehingga tak terhindarkan kelompok remaja merasakan peningkatan dampak.
4. Tidak Ada Cukup Vaksin
Vaksinasi COVID-19 menjadi strategi pemerintah untuk menekan gelombang kedua pandemi COVID-19. Total ada tigajenis vaksin yang digunakan India yaitu vaksin AstraZeneca, Sputnik V, serta Covaxin yang merupakan buatan lokal.
Vaksinasi dimulai pada Januari lalu. Petugas medis salah satu prioritasnya. Target Pemerintah India, 300 juta warga telah divaksin per Agustus. Realitanya, vaksinasi berjalan lamban. Angka vaksinasi per kapita India rendah. Per 25 April, baru ada 140 juta warga yang telah divaksin.
Pemerintah Pusat, di awal April, berjanji akan mempercepat pengesahan vaksin-vaksin COVID-19 yang telah disetujui WHO lebih dulu. Namun, janji itu dikritisi oleh beberapa pihak, bahkan oleh PM negara bagian, karena dianggap percuma ketika jumlah vaksin tidak memadai. "Janji kosong, tidak ada substansi, dan berupaya menghindari tanggung jawab," ujar pemerintah negara bagian Bengal Barat.
Perkembangan terbaru, India mencari bantuan ke berbagai negara untuk mendapatkan bantuan vaksin maupun bahan baku vaksin COVID-19. Amerika dikabarkan mengiyakan permintaan itu, menjanjikan proporsi terbesar dari 60 juta dosis vaksin AstraZeneca yang akan disumbangkan.
5. Kebutuhan Oksigen Jadi Priotas
Selain vaksin, pengadaan oksigen bantuan menjadi fokus administrasi PM Narendra Modi. April ini, adminsitrasi Modi menjanjikan pengiriman 100 ribu tabung oksigen bantuan ke berbagai negara bagian. Selain itu, mereka juga mengalihkan penggunaan oksigen bantuan untuk keperluan indutsri ke kepentingan medis.
Modi juga berjanji bakal membangun 551 pusat produksi oksigen bantuan di segala distrik untuk memastikan kebutuhan terpenuhi. Dan, untuk mempercepat pengiriman oksigen bantuan tersebut, pemerintah tengah mengkaji kemungkinan penggunaan pesawat udara serta kereta api.
Tidak semua warga percaya dengan janji itu. Khawatir pengadaan akan telat, beberapa mulai beralih ke pasar gelap untuk mencari tabung oksigen bantuan.
Baca juga: India Berharap Dapat Porsi Terbesar Surplus Vaksin COVID-19 Amerika
ISTMAN MP | CNN | REUTERS