Joe Biden Akui Pembantaian Armenia 1915 Sebagai Genosida

Minggu, 25 April 2021 07:00 WIB

Presiden AS Joe Biden berbicara tentang sektor lapangan pekerjaan dan ekonomi di Gedung Putih di Washington, AS, 7 April 2021. [REUTERS / Kevin Lamarque]

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Joe Biden membuat pernyataan bersejarah dengan mengakui pembantaian Armenia di Kekaisaran Ottoman pada 1915 sebagai genosida. Selama ini, Amerika selalui menghindari segala kemungkinan mengakui peristiwa tersebut untuk menjaga hubungan baik dengan Turki. Namun, seiring dengan memburuknya hubungan kedua negara, deklarasi terbaru mempertegas status terbaru Amerika dan Turki.

"Beberapa dekade terakhir, warga Armenia telah memperkaya Amerika dalam banyak cara, namun mereka tidak pernah melupakan sejarah tragis mereka. Kami menghormati cerita mereka, merasakan penderitaan mereka, dan mengakui sejarah itu. Kami tidak ingin sejarah terulang," ujar Joe Biden, dikutip dari kantor berita Reuters, Sabtu, 24 April 2021.

Administrasi Joe Biden menegaskan bahwa deklarasi ini bukan bertujuan untuk mengukum Turki ataupun menyalahkan pihak tertentu. Sebaliknya, kata ia, sebagai upaya untuk mendorong rekonsiliasi antara Turki dan Armenia.

Sebagai catatan, deklarasi kali ini sekaligus sebagai pemenuhan janji dari Joe Biden. Saat ia masih menjadi calon Presiden Amerika tahun lalu, Joe Biden berjanji di depan diaspora dan warga Amerika keturunan Armenia bahwa dia akan berupaya mengakui peristiwa pembantaian di tahun 1915.

Sejumlah sukarelawan Armenia bersembunyi di parit sambil mendengarkan instruksi saat mengikuti latihan menembak di tengah konflik perang dengan Azerbaijan di Yerevan, Armenia, 27 Oktober 2020. Latihan menembak ini diikuti oleh puluhan warga baik pria dan wanita. REUTERS/Gleb Garanich

Selama ini, cuma ada satu Presiden Amerika yang mengakui peristiwa pembantaian Armenia. Presiden tersebut adalah Ronald Reagan yang mengakui pembantaian itu secara publik. Setelah ia, tidak ada lagi Presiden Amerika yang mengakuinya, bahkan setelah Turki dan Armenia meneken kesepakatan rekonsiliasi yang kemudian dibatalkan.

Peristiwa pembantaian Armenia itu sendiri berkaitan erat dengan Perang Dunia I. Dalam perang itu Turki Ottoman, yang berada di pihak Jerman dan Kerajaan Austro-Hungarian, khawatir Armenia akan mendukung pihak lawan yakni Rusia. Rusia, pada saat itu, diketahui mengincar Konstantinopel (sekarang Istanbul) yang memegang akses atas laut hitam di mana merupakan perairan strategis.

Khawatir warga Armenia yang tinggal di Ottoman akan benar-benar mendukung Rusia, kekaisaran mencap mereka sebagai ancaman nasional. Tak lama setelah itu, pembantaian dimulai dengan jumlah korban mencapai jutaan. Beberapa di antaranya tewas karena kelaparan atau kehausan ketika deportasi besar-besaran dilakukan terhadap warga Armenia di Anatolia.

Peneliti dari Hellenic Foundation for European and Foreigen Policy, Nicholas Danforth, tidak kaget dengan langkah Joe Biden mengakui pembantaian Armenia pada 1915. Menurutnya, hubungan Amerika dan Turki sudah terlalu buruk sehingga tidak ada lagi hal yang bisa menghentikan Joe Biden untuk tidak mengakui pembantaian tersebut.

Presiden Turki Tayyip Erdogan menyapa pasukan dalam parade militer untuk menandai kemenangan atas konflik Nagorno-Karabakh, di Baku, Azerbaijan 10 Desember 2020. Kunjungan tersebut untuk memperingati keberhasilan militer Azerbaijan baru-baru ini dalam membebaskan wilayah Nagorno-Karabakh dari hampir 30 tahun pendudukan Armenia. Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/Handout via REUTERS

"Ankara tidak lagi memiliki sekutu di Amerika untuk mencegah deklarasi tersebut. Washington, di sisi lain, tidak khawatir misalkan Turki marah sekalipun," ujar Danforth.

Perkembangan terakhir, Turki telah mengecam keputusan Joe Biden. Juru bicara Pemerintah Turki, Ibrahim Kalin, pernyataan Joe Biden memiliki agenda untuk menyudutkan mereka. Selain itu, juga menyebut pernyataan terkait sebagai langkah populis.

"Kami menyarankan Amerika untuk urusi sendiri sejarah mereka di masa lalu dan sekarang," ujar Kalin.

Beberapa waktu terakhir, hubungan Amerika dan Turki memburuk terkait berbagai isu. Beberapa di antaranya adalah pembelian sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, hak asasi manusia, hingga perbedaan sikap soal Suriah. Soal pembelian sistem pertahanan udara itu sendiri sudah direspon Amerika dengan pemberian sanksi sebelum Joe Biden menjadi Presiden.

Baca juga: Panglima Militer Armenia Dipecat Karena Diduga Ingin Kudeta

ISTMAN MP | REUTERS

Berita terkait

Kisah Dokter Gigi dari Universitas Gaza, Awalnya Bahagia Kini Hidup Terasa Hampa

16 jam lalu

Kisah Dokter Gigi dari Universitas Gaza, Awalnya Bahagia Kini Hidup Terasa Hampa

Naim berasal dari keluarga dokter dan dokter gigi. Dia hidup gelimang kebahagiaan, namun penjajahan Israel telah membuat hidupnya hampa.

Baca Selengkapnya

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

1 hari lalu

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

Puluhan kampus di Amerika Serikat gelar aksi pro-Palestina. Apa saja tindakan represif aparat terhadap demonstran?

Baca Selengkapnya

3 Polemik TikTok di Amerika Serikat

1 hari lalu

3 Polemik TikTok di Amerika Serikat

DPR Amerika Serikat mengesahkan rancangan undang-undang yang akan melarang penggunaan TikTok

Baca Selengkapnya

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

1 hari lalu

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

Percepatan bantuan militer senilai US$6 miliar ke Ukraina mencerminkan kepanikan yang dirasakan oleh pemerintahan Joe Biden dan Kongres AS

Baca Selengkapnya

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

2 hari lalu

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

TikTok berharap memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden.

Baca Selengkapnya

Temuan Kuburan Massal, Bisakah Menjadi Bukti Kejahatan Perang Israel?

2 hari lalu

Temuan Kuburan Massal, Bisakah Menjadi Bukti Kejahatan Perang Israel?

Penemuan kuburan massal di dua rumah sakit di Gaza telah memicu seruan kepala HAM PBB dan pihak lainnya untuk penyelidikan internasional.

Baca Selengkapnya

18 Negara Ini Desak Hamas Terima Kesepakatan Bebaskan Sandera

2 hari lalu

18 Negara Ini Desak Hamas Terima Kesepakatan Bebaskan Sandera

Sekelompok 18 negara meminta Hamas untuk segera membebaskan sandera dan menerima perjanjian gencatan senjata.

Baca Selengkapnya

Protes Kebijakan Biden di Gaza, Juru Bicara Deplu AS Mengundurkan Diri

2 hari lalu

Protes Kebijakan Biden di Gaza, Juru Bicara Deplu AS Mengundurkan Diri

Jubir bahasa Arab untuk Deplu AS telah mengundurkan diri dari jabatannya karena penentangannya terhadap kebijakan Biden di Gaza.

Baca Selengkapnya

Makin Meluas Kampus di Amerika Serikat Dukung Palestina, Ini Alasannya

3 hari lalu

Makin Meluas Kampus di Amerika Serikat Dukung Palestina, Ini Alasannya

Berbagi kampus di Amerika Serikat unjuk rasa mendukung Palestina dengan tuntutan yang seragam soal protes genosida di Gaza.

Baca Selengkapnya

AS Larang TikTok: Perlawanan ByteDance sampai Daftar Negara yang Mencoret Aplikasi Top Itu

3 hari lalu

AS Larang TikTok: Perlawanan ByteDance sampai Daftar Negara yang Mencoret Aplikasi Top Itu

Amerika Serikat resmi melarang TikTok karena alasan keamanan jika ByteDance tidak melakukan divestasi sahamnya. Perusahaan Cina itu melawan.

Baca Selengkapnya