Respon Pembantaian, Amerika Blokir Aktivitas Dagang Myanmar

Jumat, 5 Maret 2021 09:05 WIB

Berdiri di depan potret mantan Presiden Abraham Lincoln, Presiden AS Joe Biden berbicara tentang respons pandemi penyakit virus corona (COVID-19) pemerintahan Biden di State Dining Room di Gedung Putih di Washington, AS, 2 Maret 2021. [REUTERS / Kevin Lamarque]

TEMPO.CO, Jakarta - Amerika memperkuat sanksinya terhadap Myanmar. Sebagai respon atas laporan PBB soal pembantaian dan penangkapan selama kudeta, Amerika memblokir aktivitas dagang Myanmar. Namun, pemblokiran dibatasi pada lembaga dan aktivitas dagang tertentu saja.

"Pemerintah Amerika akan terus menuntut pertanggungjawaban dari pelaku kudeta Myanmar," ujar pernyataan pers Kementerian Perdagangan Amerika, dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis waktu setempat, 4 Maret 2021.

Menurut laporan Reuters, blokir aktivitas dagang secara spesifik ditujukan kepada Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan dua konglomerasi militer. Keduanya adalah Myanmar Economic Cooperation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL). Adapun pemblokiran aktivitas dagang mereka efektif per 8 Maret 2021 nanti.

Khususu MEC dan MEHL, selama ini keduanya digunakan Militer Myanmar sebagai sumber uang mereka. Via keduanya, Militer Myanmar mengendalikan industri-industri yang menguntungkan mulai dari bir, rokok, telekomunikasi, ban, pertambangan, serta real estate. Dengan kata lain, hampir semua sektor strategis di Myanmar.

Dengan pemblokiran aktivitas dagang tersebut, plus sanksi-sanksi sebelumnya, Amerika berniat memiskinkan Militer Myanmar untuk memaksa mereka menghentikan kudeta. Namun, sejauh ini, Militer Myanmar bergeming. Dalam pernyataan mereka kepada PBB, Militer Myanmar mengaku sudah terbiasa dengan sanksi dan optimistis bakal bertahan dengan sekutu-sekutunya.

"Kami tengah mengkaji langkah-langkah potensial berikutnya," ujar Kementerian Perdagangan Amerika.

Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]

Organisasi advokat Myanmar, Justice for Myanmar, mengapresiasi langkah Amerika. Mereka berharap Amerika tidak berhenti di situ, menambah lagi jumlah hukuman untuk Militer Myanmar. Yadanar Maung, juru bicara Justice for Myanmar, menganjurkan Amerika untuk berikutnya menyasar Kementerian Transportasi dan Komunikasi.

"Kementerian tersebut kerap dipakai Militer Myanmar untuk belanja teknologi pengawasan dan penindasan. Langkah komprehensif, termasuk embargo perangkat militer, penting untuk mencegah pembelian teknologi dan persenjataan yang bisa dipakai Militer Myanmar untuk menindas warga," ujar Maung menegaskan.

Mantan pejabat Kementerian Perdagangan, William Reinsch, menyatakan hal senada. Menurutnya, Amerika harus terus meningkatkan tekanan ke Myanmar. Sanksi atau hukuman yang ada sekarang, kata ia, baru berdampak kecil saja.

Sebagai catatan, jika Amerika berniat menghukum total Militer Myanmar, maka sanksi terberat yang bisa mereka jatuhkan adalah memblokir semua transaksi dari Myanmar dan mendepak perusahaan-perusahaan terkait dari sistem perbankan Amerika.

"Langkah yang juga akan berdampak besar adalah menyasar segala aset yang dimiliki oleh pemimpin kudeta," ujar Reinsch. Sebagaimana diketahui, pemimpin kudeta Myanmar adalah Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.

Diberitakan sebelumnya, Kantor HAM PBB melaporkan situasi di Myanmar kian ganas. Mereka menyatakan, Militer Myanmar telah membunuh 54 orang serta menangkap 1700 orang selama kudeta berlangsung.

Baca juga: 54 Orang Terbunuh dan 1700 Tertangkap Selama Kudeta Myanmar

ISTMAN MP | REUTERS





Berita terkait

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

3 jam lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

8 jam lalu

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

Dubes Palestina untuk Austria menilai upaya membahas Gaza pada forum PBB tidak akan berdampak pada kebijakan AS dan Eropa yang mendanai genosida.

Baca Selengkapnya

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

16 jam lalu

PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

Jika perang terus berlanjut selama sembilan bulan, kemajuan yang dicapai selama 44 tahun akan musnah. Kondisi itu akan membuat Gaza kembali ke 1980

Baca Selengkapnya

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

17 jam lalu

Tema World Water Forum ke-10 Sejalan dengan Target UNICEF, Kelangkaan Air jadi Isu Krusial

Tema World Water Forum ke-10 di Bali berkaitan dengan sejumlah tujuan UNICEF. Salah satunya soal akses air bersih untuk anak-anak di daerah.

Baca Selengkapnya

PBB: Kehancuran Bangunan di Gaza Terburuk Sejak PD II, Butuh Biaya Rekonstruksi Hingga US$40 Miliar

18 jam lalu

PBB: Kehancuran Bangunan di Gaza Terburuk Sejak PD II, Butuh Biaya Rekonstruksi Hingga US$40 Miliar

PBB melaporkan kehancuran perumahan di Gaza akibat serangan brutal Israel sejak 7 Oktober merupakan yang terburuk sejak Perang Dunia II.

Baca Selengkapnya

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

1 hari lalu

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?

Baca Selengkapnya

PBB: Bantuan ke Gaza Tak Boleh Jadi Alasan Israel Serang Rafah

2 hari lalu

PBB: Bantuan ke Gaza Tak Boleh Jadi Alasan Israel Serang Rafah

Serangan darat Israel ke Rafah berpotensi memperparah penderitaan ratusan ribu warga Palestina yang terpaksa mengungsi ke kota tersebut

Baca Selengkapnya

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

3 hari lalu

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

Meksiko sebelumnya telah mengajukan banding ke ICJ untuk memberikan sanksi kepada Ekuador karena menyerbu kedutaan besarnya di Quito.

Baca Selengkapnya

HAM PBB Prihatin Penangkapan Mahasiswa Pro-Palestina

3 hari lalu

HAM PBB Prihatin Penangkapan Mahasiswa Pro-Palestina

Komisaris Tinggi HAM PBB prihatin atas tindakan hukum membubarkan aksi pro-Palestina di sejumlah universitas di Amerika Serikat

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

3 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya