TEMPO.CO, Jakarta - Situasi di Myanmar kian ganas. Kantor HAM PBB mengungkapkan, jumlah korban jiwa selama kudeta Myanmar telah bertambah empat orang menjadi 54. Melihat perlawanan keras yang dilakukan Militer Myanmar, terutama pada demonstran penentang kudeta, Kantor HAM PBB memprediksi angka tersebut akan terus naik.
"Angka ril dari jumlah korban jiwa juga kemungkinan lebih besar. Angka yang ada sekarang berasal dari laporan yang sudah diverifikasi saja," ujar Kantor HAM PBB dalam pernyataan persnya, Jumat, 5 Maret 2021.
Kantor HAM PBB melanjutkan, angka kematian yang berhasil mereka verifikasi baru dari lima lokasi saja. Kelimanya adalah Yangon, Mandalay, Sagaing, Magway, dan Mon. Padahal, sebagaimana diberitakan sebelumnya, demonstrasi menentang kudeta Myanmar berlangsung hampir di seluruh kota Myanmar.
Angka orang yang ditangkap sepanjang kudeta berlangsung tak kalah besar. Kantor HAM PBB mengatakan, sudah lebih dari 1700 orang yang ditangkap sejak kudeta dimulai pada 1 Februari lalu.
Penangkapan-penangkapan itu, kata Kantor HAM PBB, menyasar figur-figur yang terlibat dalam Gerakan Pemberontakan Sipil atau berasal dari pemerintahan yang digulingkan Militer Myanmar. Beberapa di antaranya adalah Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan masih banyak lagi.
Petugas polisi membawa mayat saat unjuk rasa menentang kudeta militer di Monywa, Myanmar, Rabu, 3 Maret 2021. Utusan PBB mengatakan 38 tewas dalam kekerasan saat aksi demo pada hari kemarin. REUTERS.
Salah satu penangkapan terbesar terjadi pada Rabu lalu. Kantor HAM PBB mengatakan, kurang lebih ada 700 orang yang ditangkap di hari itu. Adapun penangkapan dilakukan di tengah demonstrasi atau lewat penjemputan paksa ke rumah target.
"Mereka ditangkap secara sewenang-wenang dan ditahan karena keterlibatannya dalam protes (menentang kudeta Myanmar) atau aktivitas politiknya. Mereka terdiri dari anggota politisi, aktivis hak asasi manusia, panitia pemilu, guru, pekerja medis, jurnalis, dan biksu."
"Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang itu dilakukan sejak 1 Februari 2021. Tidak tertutup kemungkinan beberapa di antaranya adalah penghilangan paksa juga," ujar Kantor HAM PBB.
Secara terpisah, Kepala HAM PBB, Michelle Bachelet, mendesak Militer Myanmar untuk segera menghentikan aktivitas "jahat"-nya. Menurut dia, tidak manusiawi Militer Myanmar menggunakan timah panas untuk menembaki warga-warganya yang berusaha memulihkan demokrasi.
"Kami juga terheran-heran dengan langkah mereka menyerang pekerja medis serta ambulans yang mencoba melakukan pertolongan terhadap mereka yang cedera," ujar Bachelet. Bachelet menambahkan, 29 jurnalis juga telah ditangkap Militer Myanmar dengan tuduhan mengikuti demonstrasi ilegal serta menyebar informasi yang menyesatkan dan menimbulkan kebencian.
Baca juga: Unjuk Rasa di Myanmar, KBRI Memberlakukan Status Siaga II
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA