Ingin Ubah Hasil Pilpres Amerika, Donald Trump Kumpulkan Republikan

Jumat, 20 November 2020 20:30 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Dua pekan berlalu sejak Pilpres Amerika berakhir, inkumben Donald Trump belum mau mengaku kalah. Berbagai langkah ia coba untuk mengubah hasil Pilpres Amerika yang memenangkan Joe Biden. Ia bahkan sampai memecat pejabat yang tidak sejalan dengannya.

Dikutip dari kantor berita Reuters, Jumat, 20 November 2020, Donald Trump sudah menyiapkan strategi baru. Kal ini, ia ingin mengandalkan anggota parlemen Republikan yang mewakili negara bagian di mana memenangkan Joe Biden. Beberapa orang dari tim kuasa hukum Trump membenarkannya.

"Ini pendekatan yang lebih spesifik di mana ingin anggota legislatif terlibat," ujar salah satu anggota tim kuasa hukum Trump.

Strategi Donald Trump dimulai dengan membuat keriuhan yang cukup untuk menimbulkan kecurigaan terhadap hasil Pilpres Amerika. Pertaruhan mereka, jika makin banyak warga yang ragu akan hasil pemilu, maka mereka akan mendesak anggota badan legislatif turun tangan. Sederhananya, Donald Trump ingin menciptakan situasi di mana badan legislatif akan sulit untuk menolak desakan warga.

Sejumlah pendukung Donald Trump menggelar aksi unjuk rasa terkait hasil Pemilu AS, di Washington, AS, 14 November 2020. Ribuan pendukung Donald Trump berunjuk rasa menolak hasil Pemilu AS yang memenangkan Joe Biden. REUTERS

Jika anggota parlemen berhasil dibujuk turun tangan, maka hal yang selanjutnya perlu mereka lakukan adalah mengganti pemilih elektoral. Kubu Donald Trump ingin memanfaatkan frasa di Konstitusi Amerika bahwa pemilih elektoral dipilih "dengan pertimbangan nantinya bisa ditangani oleh anggota legislatif". Otoritas tertinggi dianggap berada di badan legislatif.

Para pemilih elektoral, perlu diketahui, adalah mereka yang berjanji untuk mendukung kandidat yang memenangkan suara populer di negara bagian mereka. Mereka akan bersidang pada 14 Desember nanti, dalam Electoral College, untuk secara resmi memilih Presiden Amerika berikutnya.

Intepretasi tim hukum Donald Trump, jika pemilih elektoral bisa diganti oleh anggota badan legislatif, maka hasil pemilu pun bisa diubah. Resikonya, berarti menganulir seluruh suara populer yang telah dikumpulkan. Selain itu, ia juga perlu menunjukkan adanya kecurangan yang masif dan terstruktur di Pilpres Amerika yang sejauh ini ia gagal.

Sebagaimana diketahui, banyaknya suara elektoral yang bisa didapat oleh seorang calon presiden bergantung pada berapa banyak suara populer yang ia menangkan. Sebagai contoh, karena Joe Biden memenangkan suara populer di Michigan, maka pemilih elektoral di sana wajib memilih Joe Biden sebagai pemenang.

Menurut survey terbaru Reuters, Donald Trump sudah selesai satu langkah. Sebanyak 50 persen Republikan berkeyakinan Donald Trump menang Pilpres Amerika. Tidak hanya sekedar menang, tetapi menang dengan sah.

Di Gedung Putih, Donald Trump dikabarkan mulai mengumpulkan Republikan untuk membahas strategi tersebut. Donald Trump memulainya dengan mengumpulkan anggota parlemen Republikan dari Michigan di mana dirinya kalah dari Joe Biden.

Keduanya, menurut laporan Reuters, akan mendengarkan dulu proposal Donald Trump. Pemimpin Mayoritas Senat Michigan Mike Shirkey, yang juga diundang Donald Trump, sempat berkata awal pekan ini bahwa tidak akan ada penunjukkan Pemilih Elektoral baru di Michigan.

Mantan Wali Kota New York City Rudy Giuliani, pengacara pribadi untuk Presiden AS Donald Trump, memegang apa yang dia identifikasi sebagai replika surat suara saat dia berbicara tentang hasil pemilihan presiden AS 2020 selama konferensi pers di Washington, AS, 19 November 2020 [REUTERS / Jonathan Ernst]

Apabila melihat upaya Donald Trump akhir-akhir ini, maka Republikan Michigan dan Pennsylvania yang akan ia kumpulkan dahulu. Di dua negara bagian itu lah langkah hukumnya mental. Jika berhasil mengubah hasil di sana, kedudukan Joe Biden Donald Trump akan berubah dari 306-232 menjadi 270-268.

Di luar Gedung Putih, Republikan di Michigan dan Pennsylvania sudah membaca arah rencana Donald Trump. Mereka tidak mau terlibat, khawatir citra Republikan jadi taruhan.

Joe Biden terheran-heran dengan Donald Trump yang belum kapok. Ia ragu Donald Trump akan mendapatkan dukungan karena langkahnya sangat beresiko. Di sisi lain, ia menyebut langkah-langkah yang Trump ambil adalah bukti ia Presiden Amerika paling tidak bertanggung jawab.

"Semua Republikan yang saya ajak bicara, termasuk gubernur, menyebut langkah tersebut mengherankan. Apa yang dilakukan Donald Trump mengirim pesan buruk soal Amerika," ujar Joe Biden.

Pakar-pakar politik optimistis langkah Donald Trump tidak akan berhasil. Namun, mereka tetap waspada karena apapun bisa terjadi. "Ini langkah berbahaya di mana mengabaikan pilihan rakyat atau mendelegitimasi Joe Biden berdasarkan klaim tak berdasar soal kecurangan di Pilpres Amerika," ujarnya Rick Hasen, Pakar Hukum Pemilu di University of California.

ISTMAN MP | REUTERS

https://www.reuters.com/article/us-usa-election-trump-strategy/trumps-election-power-play-persuade-republican-legislators-to-do-what-u-s-voters-did-not-idUSKBN27Z30G


Berita terkait

Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan

8 jam lalu

Biden Soal Bentrok Mahasiswa Pro-Palestina: Boleh Protes, Asal Jangan Bikin Kekacauan

Presiden AS Joe Biden mengkritik gelombang unjuk rasa pro-Palestina yang berlangsung di berbagai kampus di seluruh negeri.

Baca Selengkapnya

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

1 hari lalu

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.

Baca Selengkapnya

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

1 hari lalu

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

Puluhan anggota Partai Demokrat AS menyurati pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendesak mereka mencegah rencana serangan Israel di Rafah.

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

2 hari lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

5 Fakta Demo Bela Palestina di Amerika, Kandidat Presiden Ditangkap hingga Boikot Akademis

3 hari lalu

5 Fakta Demo Bela Palestina di Amerika, Kandidat Presiden Ditangkap hingga Boikot Akademis

Demo bela Palestina di sejumlah kampus Amerika menimbulkan sejumlah dampak.

Baca Selengkapnya

6 Kampus Bersejarah Lokasi Demo Bela Palestina di Amerika

3 hari lalu

6 Kampus Bersejarah Lokasi Demo Bela Palestina di Amerika

Demo bela Palestina terjadi di sejumlah kampus Amerika. Polisi negara sekutu Israel itu bertindak represif.

Baca Selengkapnya

5 Fakta menarik Hot Dog, Dibawa ke Luar Angkasa hingga Harga Mencapai Puluhan Juta

4 hari lalu

5 Fakta menarik Hot Dog, Dibawa ke Luar Angkasa hingga Harga Mencapai Puluhan Juta

Sebagai makanan cepat saji yang populer, hot dog memiliki bulan perayaan nasional. Untuk merayakannya sebuah restoran di New York menjual hot dog seharga 37 juta rupiah

Baca Selengkapnya

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

5 hari lalu

Polisi AS Lakukan Tindakan Represif Terhadap Demonstran Pro-Palestina, Mahasiswa Tak Cuma Ditangkap

Puluhan kampus di Amerika Serikat gelar aksi pro-Palestina. Apa saja tindakan represif aparat terhadap demonstran?

Baca Selengkapnya

3 Polemik TikTok di Amerika Serikat

5 hari lalu

3 Polemik TikTok di Amerika Serikat

DPR Amerika Serikat mengesahkan rancangan undang-undang yang akan melarang penggunaan TikTok

Baca Selengkapnya

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

6 hari lalu

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

TikTok berharap memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden.

Baca Selengkapnya