Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menghadiri peringatan Ulang Tahun ke-75 Partai Buruh di Korea Utara, 10 Oktober 2020. KCNA via REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Korea Selatan mulai mengkaji kembali kemampuan pertahanan Korea Utara usai negara pimpinan Kim Jong Un tersebut memamerkan rudal balistik antar benua terbarunya. Menurut Pemerintah Korea Selatan, dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional, pertahanan Korea Utara bisa meningkat signifikan jika rudal itu benar ada.
Di sisi lain, Korea Selatan juga mengimbau Korea Utara untuk kembali menggelar negosiasi soal denuklirisasi dan damai di Semenanjung Korea. Menurut mereka, aksi pamer rudal pekan lalu menunjukkan bahwa Korea Utara tidak menghentikan pengembangan senjatanya, termasuk nuklir.
"Kami mengimbau Korea Utara untuk kembali berenegosiasi demi memajukan komitmen lama soal denuklirisasi dan damai di Semenanjung Korea," ujar pernyataan pers Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, dikutip dari kantor berita Al Jazeera, Senin, 12 Oktober 2020.
Rudal balistik baru Korea Utara memang menjadi sorotan sejak dipamerkan Kim Jong Un di perayaan Ultah Partai Buruh ke-75,. Terutama, gara-gara ukurannya yang besar. Ketika ditampilkan pertama kali, rudal itu dibawa dengan truk transporter erector launche (TEL) 22 roda yang menjadikan rudal terbesar yang pernah ada.
Sebagai perbandingan, rudal Hwasong-15 yang selama ini dipakai Korea Utara diangkat dengan truk TEL 18 roda. Dengan kata lain, rudal baru Korea Utara lebih besar kurang lebih 25 persen dibanding Hwasong-15 yang memiliki daya jelajah 12.874 kilometer.
Ketika Kim Jong Un memperkenalkan rudal balistik tersebut, ia juga menyampaikan bahwa dirinya tak ragu memberdayakan senjata nuklir Korut. Namun, Kim Jong Un tidak menyasar langsung Korea Selatan maupun Amerika dalm pernyataannya.
Sebagai catatan, Kim Jong Un masih menahan diri untuk tidak menggelar tes nuklir maupun rudal jelajahnya. Bahkan, ia tidak memberi sinyal akan melakukan tes rudal balistik barunya dalam waktu dekat. Menurut laporan Al Jazeera, Kim diduga menjaga ruang negosiasi tetap terbuka dengan Amerika maupun Korea Selatan. Namun, hal itu berpotensi berubah usai Pilpres AS.